Sabtu, 31 Januari 2009

PENGUMUMAN

Sehubungan dengan adanya ketidakstabilan koneksi dan pikiran (hehehe....bahasanya nggaya banget euy) maka dengan sangat menyesal,blog ditutup sementara hingga waktu yang tidak ditentukan.
Demikian harap maklum.

-owner-

Sabtu, 24 Januari 2009

Tentang CINTA . . . [1]


HADITS-HADITS CINTA DI ATAS CINTA
Dari Annas bin Malik radhiallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada tiga hal yang barangsiapa memilikinya niscaya ia akan mendapatkan manisnya iman: (1) Allah ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih ia cintai daripada yang lainnya, (2) mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah ta’ala, (3) benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah ta’ala menyelamatkan darinya sebagaimana ia benci dirinya dimasukkan ke dalam api”.
(Diriwayatkan oleh Bukhori dalam kitab Al-Iman, bab Halawatil Iiman 1/14 no.16; dan Muslim dalam kitab Al-Iman, bab Bayan Khisoli Man Ittashofa Bihinna Wajada Halawatal Imaan 1/48 no.174, An-Nasa’i 8/470 no.4901, dan Ahmad 3/103 no.12025).
Merasakan manisnya sesuatu merupakan buah dari cinta terhadapnya. Di kala seseorang mencintai sesuatu atau menyukai kemudian mendapatkannya, maka ia akan merasakan manis, lezat dan bahagia karenanya. Demikian pula manisnya iman yang dirasakan oleh seorang mukmin; kelezatan dan kebahagiaan yang ia dapatkan dalam keimanannya sebanding dengan cinta yang ada dalam dirinya. Dan hal itu akan ia dapatkan dengan melakukan tiga hal yang disebutkan dalam hadits di atas. (Lihat Majmu’ Fatawa 10/205-206).
YANG BERHAK DICINTA DI ATAS CINTA
Cinta, sebuah kata yang indah didengar, manis diucapkan, nikmat dirasakan. Cinta adalah karunia dan rahmat dari Allah ta’ala yang dia berikan dan dia bagikan kepada manusia.
Cinta adalah pokok seluruh amalan. Tidaklah seseorang akan berbuat sesuatu melainkan demi mencapai sesuatu yang dicinta; apakah itu demi sebuah kemanfaatan atau untuk menangkal bala’ dan malapetaka. Seseorang berbuat sesuatu tentu sebab ia cinta kepada sesuatu tersebut; entah cinta kepada dzatnya atau kepada sesuatu yang ia harapkan di baliknya. (Al-Qoulul Mufid oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 2/44).
Cinta adalah sebuah kedudukan yang siapa saja bisa saling berlomba mendapatkannya, yang para juaranya telah bersiap sedia melakukannya, dan apa yang para pelakunya bisa saling membinasakan. Cinta adalah santapan hati, makanan jiwa, dan penyejuk mata. Cinta adalah kehidupan, siapa saja yang tidak memikinya akan masuk ke dalam golongan yang telah mati. Cinta adalah cahaya, yang siapa saja kehilangan dia niscaya akan tersesat di kedalaman samudera kegelapan. Cinta adalah obat, yang siapa saja tidak memikinya niscaya seluruh penyakit akan menimpa hatinya.
Cinta adalah kelezatan, yang siapa saja tidak mengambil bagiannya, maka seluruh kehidupannya hanya akan berupa kegundahan dan kepedihan. Cinta adalah ruhnya iman, amalan, situasi maupun kondisi, yang kapan saja cinta tidak ada pada itu semua niscaya semuanya hanya akan berupa jasad yang tak bernyawa.
Cinta adalah sesuatu yang telah mengantarkan siapa saja yang berjalan mencarinya ke sebuah negeri yang tidak mungkin ditempuh kecuali dengan bersusah payah. Cinta juga mengantarkan mereka kepada sebuah derajat yang tak mungkin bisa diraih tanpanya. Cinta jugalah yang menempatkan mereka di singgasana kejujuran dan kebenaran yang mustahil bisa dicapai bila seseorang tidak masuk dengannya. (Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin, sebagaimana disebutkan dalam Taisirul Azizil Hamid oleh Sulaiman bin Abdullah hal.388-389).
To be continued...

Rabu, 21 Januari 2009

KEHANCURAN KAUM TSAMUD [3-End]

KISAH ABU RIGHOL

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bercerita saat perjalanan menuju Tho’if. Ketika kaum Tsamud menyembelih unta Allah, maka mereka diperdengarkan suara yang sangat menggelegar dari langit. Dengan sebab itulah Allah ta’ala mematikan mereka semua kecuali hanya seorang laki-laki dari mereka yang masih hidup. Laki-laki itu bernama Abu Righol.

Ketika adzab menimpa kaumnya, ia sedang berada di tanah haram. Keberadaannya di tanah haram menghalanginya terkena adzab. Namun setelah dia keluar dari tanah haram, dia pun mati terkena adzab sebagaimana kaumnya. Rasulullah melanjutkan, “Abu Righol dikubur di sini. Ia dikubur bersama setangkai emas”.1

Maka para shahabat menggalinya dengan pedang-pedang mereka untuk mencari setangkai emas itu. Mereka pun akhirnya bisa mengeluarkan setangkai emas tu. Hal ini merupakan bukti nyata kebenaran apa yang dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

PELAJARAN BERHARGA DARI KISAH KAUM TSAMUD

Saat terjadi perang Tabuk, Rasulullah dan para shahabatnya singgah di Hijr, tempat puing-puing rumah-rumah kaum Tsamud. Maka para shahabat mengambil air dari tempat di mana dulu kaum Tsamud mengambil air. Lalu dengan air itu para shahabat membuat adonan roti dan merebusnya di tungku. Melihat hal itu, Rasulullah memerintahkan agar menumpahkan air di dalam tungku dan menjadikan adonan tadi sebagai makanan unta. Kemudian Rasulullah dan para shahabat berpindah ke tempat lain sambil berkata :

“Sesungguhnya aku khawatir akan menimpa pada kalian suatu adzab sebagaimana yang telah ditimpakan pada mereka. Maka, janganlah kalian masuk ke tempat-tempat mereka”. (HR. Bukhori 4333, Muslim 5292).

Dalam riwayat lain beliau bersabda :

“Janganlah kalian masuk ke tempat-tempat mereka kecuali dalam keadaan menangis. Jika kalian tidak dalam keadaan menangis, janganlah memasukinya. Akan menimpa kalian apa yang telah menimpa mereka”.
(HR. Muslim 5292).

Untuk itu, pandai-pandailah kita dalam mengambil pelajaran dari kisah mereka.


_____________________________________________________________________
1.Diriwayatkan dari Abu Dawud no.3088, Ahmad 3/296, Al-Baihaqi 4/156 dan yang lainnya, dan dishahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali karena banyaknya riwayat.

Sumber :
Majalah Al-Mawaddah
Edisi ke-5 Tahun ke-2 hal.41-42
Oleh : Ust. Abu Adibah Ash-Shoqoly

Sabtu, 17 Januari 2009

KEHANCURAN KAUM TSAMUD [2]

Kamis, hari pertama dari masa tenggang yang diancamkan, terlihat wajah-wajah kaum Tsamud mulai menguning, tak jelas apa sebabnya. Kemudian datanglah hari kedua, Jum’at, wajah-wajah mereka berubah menjadi merah. Lalu datanglah hari ketiga, Sabtu, wajah-wajah mereka berubah menjadi hitam. Maka tibalah saatnya waktu yang telah diancamkan, hari Ahad.

Mereka semua duduk tertegun menanti apa yang akan terjadi pada mereka. Mereka tak tahu bagaimana bentuk adzab yang diancamkan dan dari mana datangnya. Maka, ketika matahari terbit di hari itu, terdengarlah suara yang sangat keras bak halilintar dari langit. Disusul gempa hebat yang menggetarkan semua yang ada di bumi. Akhirnya, tak satupun nyawa kaum Tsamud yang tak beriman yang tersisa, semua dicabut secara mengenaskan; tak kenal dewasa, anak-anak, laki-laki, dan perempuan semuanya menjadi mayat-mayat yang bergelimpangan.

Allah ta’ala berfirman menggambarkan keadaan mereka

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan suara petir yang amat keras”. (QS. Al-Haqqoh [69]: 5).

“Lalu datanglah gempa menimpa mereka dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka”.
(QS. Al-A’rof [7]: 78).

Nabi Sholih ‘alaihissalam dan orang-orang yang beriman diselamatkan oleh Allah ta’ala :

“Dan kami selamatkan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Fushshilat [41]: 18).

Pasca kehancuran kaum Tsamud, Nabi Sholih ‘alaihissalam meninggalkan tempat tinggal mereka dan menetap di tanah haram. Wallohu A’lam. Allah ta’ala mengisahkan :

“Maka berpalinglah Nabi Sholih meninggalkan kaumnya. Dia berkata, ‘Wahai kaumku, sungguh aku telah sampaikan risalah Rabb-ku kepada kalian dan aku telah menasihati kalian. Tetapi kalian tidak menyukai orang yang memberi nasihat’”. (QS. Al-A’rof [7]: 79).

to be continued...

Kamis, 15 Januari 2009

KEHANCURAN KAUM TSAMUD [1]

‘Si Unta Mukjizat’ yang menjadi tanda dan bukti nyata akan kebenaran kerasulan Nabi Sholihalaihissalam benar-benar telah terbunuh olah tangan-tangan kaum Tsamud yang durhaka. Tubuh yang panjang itu telah tersayat dan terpotong-potong oleh kebengisan pedang-pedang mereka.

Setelah puas melakukan perbuatan sadis itu, mereka menantang Nabi Sholih ‘alaihissalam agar apa yang diancamkan oleh Allah ta’ala kepada mereka berupa adzab sebab pembunuhan unta itu segera didatangkan. Perkataan mereka ini telah diabadikan dalam al-qur’an :

“Maka mereka menyembelih unta itu dan mereka telah menyelisihi perintah Rabb mereka. Mereka berkata, “Wahai Sholih, datangkanlah kepada kami apa yang kamu ancamkan kepada kami (adzab) jika kamu termasuk orang-orang yang diutus”.
(QS. Al-A’rof [7]: 77).

Saat diberi kabar tentang kematian unta itu, Nabi Sholih ‘alaihissalam bergegas pergi ke tempat kejadian. Beliau menangis ketika melihat bangkai unta telah terkapar tak berdaya. Beliau sedih kenapa kaumnya begitu tega dan berani melanggar wahyu Allah ta’ala tersebut. Tak takutkah mereka akan kepedihan adzab Allah ta’ala yang diancamkan kepada mereka?!

Maka, atas wahyu dari Allah ta’ala, Nabi Sholih ‘alaihissalam memberikan tempo kepada kaum Tsamud selama tiga hari dari hari penyembelihan unta, yakni hari Rabu. Hal ini sesuai dengan jumlah teriakan anak unta itu, yaitu sebanyak tiga kali juga, ketika lari ke gunung untuk menyelamatkan diri. Firman Allah ta’ala :

“Maka kaum Tsamud menyembelih unta itu, lalu Nabi Sholih berkata pada mereka, ‘Bersenang-senanglah kalian selama tiga hari. Itu adalah suatu janji ancaman yang tidak dusta’”.
(QS. Hud [11]: 65).

Menanggapi ancaman Nabi Sholih ‘alaihissalam itu, kaum Tsamud malah mencemooh dan mendustakannya, bahkan di sore harinya mereka berencana membunuh Nabi Sholih beserta keluarganya. Menurut mereka, jika Nabi Sholih memang benar-benar berada di atas kebenaran, biarlah dia mati sebelum adzab menimpa mereka. Namun jika ia seorang pendusta, biarlah menyusul kematian untanya. Mereka pun berencana bila berhasil membunuh Nabi Sholih ‘alaihissalam, mereka akan mengingkari pembunuhan tersebut bila ahli warisnya menuntut. Begitulah keinginan keji mereka.

Akan tetapi Allah ta’ala berkehendak lain. Ketika sebagian rombongan kaum Tsamud bergerak menuju rumah Nabi Sholih ‘alaihissalam untuk membunuhnya, Allah ta’ala mengirim batu untuk menghadang perjalanan mereka. Batu itu menimpa mereka dan memecahkan kepala-kepala mereka. Mereka pun tewas seketika mendahului kaum Tsamud yang lainnya.

to be continued...