Sabtu, 18 Februari 2012

Imam Ahmad Rahimahullah dalam Menuntut Ilmu Syar'i

Sekilas Perjalanan Ulama dalam Menuntut Ilmu---

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah

“Berjalan ke Yaman untuk Mengambil Ilmu dari Imam ‘Abdurrazzaq bin Hammaam ash- Shan’ani Rahimahullah”


Imam Yahya bin Ma’in (wafat th. 233H) Rahimahullah mengatakan, “Ketika aku keluar bersama Imam Ahmad ke negeri Yaman untuk menuntut ilmu, kami pun melakukan ibadah haji. Ketika aku sednag Thowaf, tiba- tiba aku bertemu dengan imam ‘Abdurrazzaq bin Hammaam ash- Shan’ani (wafat th. 211H) yang juga tengah melakukan Thowaf di Baitullah.

Aku mengucapkan Salam kepadanya dan berkata, “Ini adalah saudaramu, Ahmad bin Hanbal”. Ia menjawab, “Semoga Allah menjaganya dan meneguhkannya”. Imam Yahya berkata, “Aku bergegas kembali kepada Imam Ahmad, dan aku berkata padanya, “Sungguh, Allah telah mendekatkan langkah kita, bekal masih banyak, dan mengembalikan kita dari perjalanan selama sebulan penuh (karena Imam ‘Abdurrazzaq ada bersama kita di Makkah sehingga kita tidak perlu ke Shan’a). Imam Ahmad menjawab, “Di Baghdad aku telah berniat untuk mendengarkan dari ‘Abdurrazzaq di Shan’a. Demi Allah, aku tidak akan mengubah niatku”. (Kaifa Tatahammas Li Thalibil ‘Ilmi (hal. 226)).



Imam Ibnu Jauzi Rahimahullah mengatakan, “Imam Ahmad sudah dua kali mengelilingi dunia shingga dia mengumpulkan kitabnya, al- Musnad”. (Shaidul Khaathir (hal. 231) tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun).

Dan sekarang inilah kitabnya AL- MUSNAD di tengah- tengah kita dengan cetakan yang besar dan bermutu, kita tidak perlu keliling dunia untuk mengumpulkannya. Akan tetapi kita butuh kepada orang yang membaca dan mengahafalkannya. Maka di manakah mereka itu?! (Kaifa Tatahammas li Thalibil ‘Ilmi (hal. 227)).

Ahmad bin Syadzan al- Ijli Rahimahullah mengatakan, “Aku mendengar Imam Ahmad berkata, ‘Aku mengembara untuk mencari hadits dan Sunnah ke Tsughur, Wilayah Syam, Sawahil, Maroko, Aljazair, Madinah, Irak, Wilayah Hauran, Persia, Khurasan, gunung- gunung, dan penghujung dunia”. (Rihlatul ‘Ulamaa fii Thalibil ‘ilmi (hal. 124)).

Sumber: ‘Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga: Bab.11- Sekilas Perjalanan Ulama Dalam Menuntut Ilmu. Hal 255- 258. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor

Jumat, 10 Februari 2012

Orang yang Menuntut Ilmu akan dido’akan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam mendo’akan orang- orang yang mendengar sabda beliau dan memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam bersabda,

“Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadits dari kami, lalu menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun ia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih kepada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang dengannya hati sorang muslim akan bersih (dari khianat, dengki, dan keburukan), yaitu melaksanakan sesuatu dengan ikhlas karena Allah, menasehati ulil amri (penguasa), dan berpegang teguh pada jama’ah kaum muslimin, karena do’a mereka meliputi dari belakang mereka”. Beliau bersabda,

“Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri Akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunianya hanya menurut apa yang telah ditetapkan baginya”.

(Hadits Shahih, Diriwayatkan oleh Ahmad (V/ 183), ad- Darimi (I/ 75), Ibnu Hibban (no. 72, 73- Mawaarid), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘ilmi Wa Fadhlihi (I/ 175- 176, no. 184), lafazh ini milik Ahmad, dari ‘Abdurrahman bin Aban bin ‘Utsman dari bapaknya, dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'Anhum. Lihat al- ‘ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 70- 74) dan Silsilah al- Ahaadiits ash- Shahiihah (no. 404)).




Imam Ahmad dan Imam at- Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Shahabat Abu Kabsyah al- Anmari (wafat th. 13H) Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam bersabda,

“..Sesungguhnya dunia diberikan untuk empat orang; (1) Seorang hamba yang Allah berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi, dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Orag tersebut kedudukannya paling baik (di sisi Allah). (2) Seorang hamba yang Allah berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, “Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan”. Ia dengan niatnya itu, maka pahala keduanya sama. (3) Seorang hamba yang Allah berikan harta namun tidak diberikan ilmu. Lalu ia menggunakan hartanya tanpa ilmu, tidak bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, tidak menyambung silaturahmi dengannya, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya. Kedudukan orang tersebut adalah yang paling jelek (di sisi Allah). Dan (4) Seorang hamba yang tidak Allah berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, “Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan (yang ketiga)”. Ia berniat seperti itu dan keduanya sama dalam mendapatkan dosa”.

(Hadits Shahih, Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/ 230-231), at- Tirmidzi (no. 2325), Ibnu Majah (no. 4228). Al- Baihaqi (IV/ 189), al- Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIV/ 289), dan ath- Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XXII/ 345-346, no. 868-870), dari Shahabat Abu Kabsyah al- Anmari Radhiyallahu 'Anhu)).


Sumber: 'Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga'. Hal. 40- 42. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka At- Taqwa. Bogor.

Rabu, 01 Februari 2012

Menuntut Ilmu : Jalan Menuju SURGA

Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim dan Muslimah.

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Menuntut Ilmu itu Wajib atas Setiap Muslim”.


(Shahih, Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (No. 224) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiallohu 'Anhu. Lihat Shahiih al- Jaami’ish Shaghiir (No. 3913). Diriwayatkan pula oleh imam- imam ahli Hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat Seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al- Khudri, dan al- Husain bin ‘Ali Radhiallohu 'Anhum).

Imam al- Qurthubi (Wafat th. 671 H) Rahimahullah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:

Pertama, hukumnya Wajib; seperti menuntut ilmu tentang Sholat, Zakat, dan Puasa. Inilah yang dimaksud dalam Riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) Wajib.

Kedua, hukumnya fardhu Kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (Qishas, Cambuk, Potong Tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya, dan apabila diwajibkan bagi setiap orang, tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan Rahmat dan Hikmah- Nya.

Ketahuilah, menuntut ilmu adalah Suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak Sebanding dengan amal apapun.


(Lihat Tafsiir al- Qurthubi (VIII/ 187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/ 56- 62) karya Imam Ibnu ‘Abdil Barr Rahimahullah).




Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga

Setiap Muslim dan Muslimah ingin Masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut Ilmu Syar’i. Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketentraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi- Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan Nasabnya”.

(Shahiih, Diriwayatkan oleh Muslim (No. 2699), Ahmad (II/ 252, 325), Abu Dawud (No. 3643), At- Tirmidzi (No. 2646), Ibnu Majah (No. 225), dan Ibnu Hibban (No. 78- Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiallohu 'Anhu. Lafazh ini milik Muslim).

Dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza Wa Jalla bahwa bagi orang- orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu Syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.

“Menempuh Jalan untuk menuntut Ilmu” mempunyai dua makna, Pertama, menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis- majelis para ulama. Kedua, menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh- sungguh), membaca, menela’ah kitab- kitab (para ulama), menulis dan berusaha untuk memahami (apa- apa yang dipelajari). Dan cara- cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu Syar’i.

“Allah memudahkan baginya jalan menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudahkan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari Wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu Syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya Jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati ‘Shirath’ dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.

(Lihat Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/ 297), dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an- Nawawiyyah (Hal. 316- 317)).

Juga dalam sebuah hadits yang panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka Sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak”.


(Shahiih, Diriwayatkan oleh Ahmad (V/ 196), Abu Dawud (No. 3641), at- Tirmidzi (No. 2682), Ibnu Majah (No. 223), dan Ibnu Hibban (No. 80- al- Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ Radhiallohu 'Anhu).

Laki- laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al- Qur’an dan As- Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal- amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga.

Imam al- Auza’i (wafat th. 157 H) Rahimahullah mengatakan,

“Ilmu adalah apa yang berasal dari para Shahabat Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam. Adapun yang datang bukan dari seseorang dari mereka, maka itu bukan ilmu”. (Jaami’ Bayaanil ‘ilmi wa Fadhlihi (I/ 618, no. 1067).


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) Rahimahullah mengatakan,

“Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam... “ (Majmuu’ al- Fataawaa’ (VI/ 388, XIII/ 136) dan Madaarijus Saalikiin (II/ 488).


Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) Rahimahullah berkata,

“Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al- Qur’an, penjelasan makna hadits- hadits Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, dan pembahasan tentang masalah halal dan haram yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan para imam terkemuka yang mengikuti jejak mereka..” (Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (Hal. 41, dan Hal. 45- 46).


Imam Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’iin (II/ 149) mengatakan,

“Telah berkata sebagian ahli ilmu: ‘Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, dan Perkataan para Shahabat. Semuanya tidak bertentangan..”.


Imam Muhammad bin Idris asy- Syafi’i (wafat th. 204 H) Rahimahullah mengatakan,

“Seluruh ilmu selain Al- Qur’an hanyalah menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih dalam rangka mendalami ilmu agama. Ilmu adalah yang tercantum di dalamnya: ‘Qaalaa, Haddatsanaa (telah menyampaikan hadits kepada kami)’. Adapun selain itu hanyalah waswas (bisikan) syaitan”. (Diiwaan Imam asy- Syafi’i (Hal.. 388 no. 206), dikumpulkan dan disyarah oleh Muhammad ‘Abdurrahim, Cet. Daarul Fikr, th. 1415 H).


Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al- Qur’an dan As- Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Minimal setiap muslim harus dapat meluangkan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan tentang agama Islam. Jika iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu satu jam (Enam puluh menit) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam (Seribu empat ratus empat puluh menit). Wallaahu a’lam.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala memudahkan kita untuk menuntut ilmu syar’i dan memudahkan jalan bagi kita menuju Surga- Nya. Aamin.

Sumber:
‘Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga’ Hal. 4, 6- 11, 16 & 22. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor.

‘Prinsip Dasar Islam Menurut Al Qur’an dan As- Sunnah yang Shahih’. Hal. 10- 11. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor.