Tunduk di hadapan Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala, juga berharap, dan menghadap kepada- Nya dengan do’a di kala terjadi kesulitan, adalah ibadah yang sangat agung, karena kala itu seorang hamba menampakkan penghambaannya kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala, juga rasa butuhnya dan kehinaannya di hadapan Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala.
Terkadang seorang hamba mendapatkan musibah, lantas dia mengeluh kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala, sungguh sikap seperti itu sama sekali tidak bertentangan dengan kesabaran.
Ya’qub ‘Alaihissalam telah berjanji untuk bersabar dengan kesabaran yang baik, sebagaimana yang Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala firmankan,
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Alloh sajalah yang dimohon pertolongan- Nya terhadap apa yang kamu ceritakan”. (QS. Yusuf: 18).
Demikian pula dijelaskan dalam firman- Nya:
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah- mudahan Alloh mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dia lah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. Yusuf: 83).
Dan tentunya jika seorang Nabi telah berjanji, niscaya dia tidak akan menyelisihi, akan tetapi Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala mengabarkan,
“Ya’qub menjawab, “Sesungguhnya hanyalah kepada Alloh, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Alloh, apa yang kamu tiada mengetahuinya”. (QS. Yusuf: 86).
Demikian pula Ayyub (‘Alaihissalam), Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala mengabarkan bahwa beliau termasuk orang- orang yang bersabar sebagaimana dalam firman- Nya:
“Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang Sabar. Dialah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabb- nya)”. (QS. Shaad: 44).
Kendati demikian, beliau mengadu kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala atas musibah yang menimpanya ketika beliau menyeru:
“Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb nya, “Sesungguhnya aku digangggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (QS. Shaad: 41)
Di ayat lain Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman,
“Dan (Ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabb nya, “(Ya Rabb ku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb yang Maha Penyayang diantara semua penyayang”. (QS. Al- Anbiyaa’ : 83).
Walhasil, ketika seorang hamba ditimpa musibah, lantas dia memohon kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala agar musibah tersebut dihilangkan darinya atau diberikan keringanan untuknya, maka sungguh hal itu sama sekali tidak bertentangan dengan kesabaran, bahkan itulah diantara hikmah Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala memberikan ujian kepada hamba- Nya.
Jika ia kehilangan sesuatu, lantas memohon kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla agar mengembalikannya, maka sungguh hal itu tidak merusak kesabaran yang Baik. Yang bertentangan dengan kesabaran hanyalah mengeluh kepada Alloh Ta’ala akan tetapi di hadapan manusia, menampakkan kesulitan dan kesedihan di hadapannya.
Wahai hamba Alloh yang taat.! Jika anda memahami hal ini, maka sungguh anda mengetahui kesesatan orang yang mengatakan, “Ketika anda memohon kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla, maka hal itu berarti anda menuduh buruk kepada Nya”. Maha Suci Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala atas segala sifat yang diungkapkan oleh orang- orang bodoh.
Mereka berhujjah dengan perkataan Ibrahim ‘Alaihissalam sebagaimana mereka tuturkan, Yakni ketika beliau dilemparkan ke dalam Api, lantas Jibril datang kepadanya seraya berkata, “Wahai Ibrahim, apakah engkau membutuhkan sesuatu?” Dia menjawab, “Aku tidak membutukanmu”. Kata Jibril, “Mintalah kepada Alloh Ta’ala!” Ibrahim berkata, “Aku tidak harus meminta, karena Dia mengetahuinya”.
Hadits ini tidak bersumber, ia hanya merupakan Israiliyyat sebagaimana dituturkan oleh al- Baghawi dalam kitabnya Mu’alimut Tanzil (III/ 250), beliau mengisyaratkan bahwa riwayat tersebut lemah, dan menganggapnya termasuk Israiliyyat, bahkan menyatakan bersumber dari Ka’ab al- Ahbar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh berkata dalam kitabnya Majmu’ul Fataawa (VIII/ 539):
“Diantara mereka ada yang berhujjah dengan riwayat yang menjelaskan bahwa Ibrahim dilemparkan ke dalam api, lantas Jibril berkata, “Wahai Ibrahim, apakah engkau membutuhkan sesuatu?” Dia menjawab, “Aku tidak membutuhkanmu” Kata Jibril, “Mintalah kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala!” Ibrahim berkata, “Aku tidak harus minta, karena Dia mengetahuinya”.
Awal hadits ini dikenal, yakni ungkapan bahwa Ibrahim tidak membutuhkannya, sebagaimana dijelaskan dalam Shahiih al- Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas Radhialloohu 'Anhuma,
حسبنا الله و نعم الوكيل
“Cukuplah Alloh menjadi penolong kami, dan Alloh adalah sebaik- baik pelindung”. (QS. Ali Imran: 173)
Dijelaskan, bahwa itulah perkataan yang diucapkan oleh Ibrahim kala dilemparkan ke dalam api, juga dikatakan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam kala seseorang berkata kepadanya, “Manusia telah berkumpul untuk menyerang kalian, maka takutlah!”
Adapun ungkapan, “Aku tidak harus meminta, karena Dia mengetahuinya”, adalah ungkapan bathil yang bertentangan dengan riwayat yang menjelaskan tentang Ibrahim juga yang lainnya dari kalangan para Nabi, yakni mereka Berdo’a dan Meminta kepada Alloh Ta’ala.
Juga bertentangan dengan perintah Alloh ‘Azza Wa Jalla kepada para hamba- Nya agar meminta kepada- Nya berkaitan dengan kemashlahatan dunia maupun akhirat, seperti dinyatakan dalam ayat berikut ini:
ربنا أتنا في الدنيا حسنة و في الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
“Dan diantara mereka ada orang yang berdo’a “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari Siksa Api Neraka”. (QS. Al- Baqarah: 201).
Do’a, meminta dan bertawakkal kepada Alloh Ta’ala merupakan salah satu bentuk ibadah kepada- Nya dengan tetap melakukan sebab yang ditentukan oleh- Nya...”. Wallohu a'lam.
Ibnu Arraq Rahimahulloh berkata dalam kitabnya Tanzihusy Syari’ah (I/ 250) dengan menukil perkataan Ibnu Taimiyyah, “Riwayat tersebut Palsu”. Wallohu a’lam.
Sumber: ‘Meniru Sabarnya Nabi”, Hal. 155- 159. Syaikh Salim bin ‘Ied al- Hilali. Darul Ilmi Publishing. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar