Hikmah Di Balik Bencana dan Musibah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ
Alloh ‘Azza Wa Jalla berfirman,
“Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di Bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sungguh yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan- Nya kepadamu. Dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Al- Hadiid: 22- 23).
Al- Hafizh Ibnu Katsir Rahimahulloh mengatakan dalam tafsiirnya,
“Setiap musibah yang datang dari Langit maupun dari Bumi, semua telah tertulis dalam Kitabulloh sebelum Dia menciptakan makhluk hidup”.
Qatadah berkata, “Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di Bumi”, yaitu kekeringan atau paceklik. “Dan (tidak pula) pada dirimu”. Dia berkata, “Kelaparan dan penyakit”. Dia melanjutkan, “Telah sampai kepada kami bahwasanya tidaklah seseorang tergores kayu, kakinya tersandung, maupun badannya sakit melainkan ada dosa yang dihapus, sedangkan apa yang diampuni Alloh darinya masih lebih banyak”.
Saya katakan, “al- Hafizh Ibnu Katsir menunjuk pada hadits yang diriwayatkan oleh ath- Thabrani dalam kitab ash- Shaghiir dari al- Barra’ bin ‘Azib, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Tidaklah badan maupun mata seseorang terasa sakit melainkan ada dosa yang dihapus, sedangkan apa yang Alloh hindarkan darinya masih lebih banyak lagi”.
Diriwayatkan oleh adh- Dhiya’ dalam al- Mukhtaarah, Silsilah al- Ahaadiits ash- Shahiihah No. 2215.
Dalil yang lebih jelas daripada apa yang disebutkan di atas adalah firman Alloh Tabaroka Wa Ta’ala,
“Dan apa saja yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Alloh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan- kesalahanmu)”. (QS. Asy- Syuura: 30
Ibnu Katsir mengomentarinya dengan mengatakan, “Firman- Nya:
“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu”.
Yakni, Kami memberitahu kalian dengan pengetahuan Kami yang terdahulu dan catatan Kami yang telah lalu tentang se...gala hal sebelum terwujud serta takdir yang Kami tetapkan bagi semua makhluk sebelum mereka ada. Semua ini agar kalian tahu bahwasanya apa yang menimpa kalian tidak akan luput dari kalian dan apa yang tidak menimpa kalian tidak akan mengenai kalian.
Maka dari itu, kalian tidak perlu gundah atas apa yang luput dari kalian. Sebab, jika ia memang ditakdirkan untuk kalian, pasti tidak akan melesat. “Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan- Nya kepadamu”. Arti kalimat “AATAAKUM” adalah “JAA- AKUM” yaitu Dia datangkan untukmu. Sedangkan makna Dia datangkan untukmu di sini adalah Dia berikan kepadamu. Kedua nasihat tadi saling mengiringi. Yakni kalian pun jangan sombong terhadap manusia dengan nikmat yang telah Alloh karuniakan kepada kalian. Sebab, itu bukanlah hasil kerja dan usaha kalian, itu semua berasal dari takdir dan rizqy yang ditetapkan oleh Alloh untuk kalian. Maka dari itu, JANGANLAH KALIAN MENJADIKAN NIKMAT ALLOH SEBAGAI ALAT UNTUK BERLAKU SOMBONG DAN BERBANGGA DIRI DI HADAPAN MANUSIA”. (Tafsiir Ibni Katsir (IV/ 489)).
Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Seandainya Alloh Ta’ala berkehendak mengadzab penduduk Langit dan Bumi, niscaya Dia mengadzab mereka, sedangkan Dia sama sekali tidak berbuat zhalim terhadap mereka. Seandainya Dia merahmati mereka, niscaya rahmat- Nya lebih baik daripada amal perbuatan mereka. Seandainya seseorang memiliki emas sebesar (gunung) Uhud atau semisal Uhud lalu dia menginfakkannya di jalan Alloh, niscaya Alloh ‘Azza Wa Jalla tidak akan menerimanya SEBELUM IA MENGIMANI TAKDIR, YANG BAIK MAUPUN YANG BURUK. Dan Dia mengetahui bahwa apa yang akan menimpanya tidak akan meleset serta apa yang akan mengenainya, pasti tidak akan menimpanya. Seandainya engkau meninggal tanpa keyakinan ini, niscaya engkau dimasukkan ke dalam Neraka”.
HR. Syaikh Ibnu Abi ‘Ashim asy- Syaibani Kitab as- Sunnah, ini adalah lafazhnya, diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh al- Albani dalam Kitab Fii Zhilaalil Jannah (No. 245).
Sumber: ‘Ensiklopedi Larangan dalam Syari’at Islam 2’: pengesahan Hadits berdasarkan Kitab- kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani& diteliti dan diberikan pengantar oleh DR. Shalih bin Fauzan al- Fauzan. Hal. 329- 331. Muhammad Basyir ath- Thahlawi. Media
Tarbiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar