Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, "IKATLAH ILMU DENGAN TULISAN". [Hasan, HR. Ibnu 'Abdil Barr dalam al- Jaami' (I/ 306, No. 395) dari Shahabat Anas bin Malik Radhialloohu 'Anhu. Lihat Takhrij lengkapnya dalam 'Silsilah ash- Shahiihah, No. 2026, dan Shahiih al- Jaami'ish Shaghiir, No. 4434].
Rabu, 03 November 2010
Menangis di Kuburan. (Bolehkah..?)
Menangis di Kuburan. (Bolehkah..?)
Soal: Assalamu’alaikum. Saya ingin bertanya tentang hadits pada edisi bulan April tentang hadits bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menziarahi kubur ibunya lalu menangis, dan beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Aku meminta izin kepada Rabb- ku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, tetapi aku tidak diberi izin. Maka hendaknya kamu berziarah kubur, karena ziarah kubur itu bisa mengingatkan kepada kematian”. Apakah perempuan boleh menangis pada waktu berziarah kubur..?
Menurut pengertian saya, bila berziarah kubur kita tidak boleh memohonkan ampun atau mendo’akan. Dan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam mengajarkan untuk berziarah kubur untuk mengingat kematian. Apakah pengertian saya benar..? Terima kasih. Wassalamu’alaikum. (+628386282xxxxx).
Jawab: Dalam pertanyaan ini ada dua permasalahan,
Pertama, tentang hukum menangis bagi wanita saat ziarah kubur..?
Kedua, tentang kebenaran pemahaman penanya.
Untuk itu kami akan menjawab pertanyaan yang pertama terlebih dahulu. Berdasarkan zhahir hadits di atas, perempuan boleh menangis pada waktu berziarah kubur sebagaimana laki- laki, karena pada asalnya hukum yang dibolehkan bagi laki- laki juga dibolehkan bagi perempuan, kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.
AKAN TETAPI TANGISAN ITU TIDAK BOLEH SAMPAI NIYAAHAH.
Yang dimaksud NIYAAHAH (meratap) adalah menangisi mayit dengan disertai menghitung- hitung kebaikan- kebaikannya. Ada juga yang mengatakan, maksudnya adalah MENANGIS DENGAN SUARA. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi).
Dan meratap in isering disertai dengan perkara yang lebih dari menangis, seperti berteriak- teriak, menampar wajah, merobek baju, dan lainnya.
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam telah melarang Niyaahah sebagaimana dalam hadits di bawah ini:
Dari Abu Malik al- Asy’ari bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Ada empat perkara pada umatku yang termasuk perkara jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan, MEMBANGGAKAN KEMULIAAN ORANG TUA/ NENEK MOYANG, MENCELA NASAB, ISTISQA’ (MEMINTA HUJAN) DENGAN BINTANG, DAN MERATAP”. Dan beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “WANITA YANG MERATAP, JIKA TIDAK BERTAUBAT SEBELUM MATINYA, MAKA DIA AKAN DIBANGKITKAN PADA HARI KIAMAT DENGAN MEMAKI PAKAIAN ASPAL DAN GAUN KUDIS”. (HR. Muslim, No. 934).
Adapun hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menegur wanita yang menangis di kuburan, sebagaimana riwayat sebagai berikut:
Dari Anas bin Malik Radhialloohu 'Anhu, dia berkata, “Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melewati seorang wanita di dekat sebuah kuburan, dan dia sedang menangis, maka beliau bersabda, “BERTAKWALAH KEPADA ALLOH dan SABARLAH (Wahai Wanita)!”. (HR. Bukhori, No. 1252).
Tentang hadits ini, imam al- Qurthubi Rahimahulloh menjelaskan,
“Yang Zhahir bahwa dalam tangisan wanita itu ada sesuatu yang lebih dari sekedar tangisan biasa, seperti Niyaahah atau semacamnya. Oleh karena itu, beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkannya agar bertakwa”.
Penjelasan imam al- Qurthubi Rahimahulloh ini dikuatkan oleh al- Hafizh Ibnu Hajar al- ‘Asqalani Rahimahulloh dalam Fat-hul Baari. (Fat-hul Baari, Syarah hadits No. 1283).
Demikian jawaban kami untuk pertanyaan yang pertama. Sedangkan untuk pertanyaan yang kedua, kami katakan bahwa pengertian anda tidak benar, karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam mengajarkan berziarah kubur bukan hanya untuk mengingat kematian, namun juga UNTUK MENDO’AKAN dan MEMOHONKAN AMPUN BAGI KAUM MUSLIMIN YANG SUDAH MENINGGAL., Sebagaimana hadits di bawah ini,
Dari ‘Aisyah Radhialloohu 'Anha, bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam biasa keluar menuju (pekuburan) Baqi’, lalu beliau mendo’akan kebaikan untuk mereka. ‘Aisyah pernah bertanya tentang hal itu, lalu beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab, “SESUNGGUHNYA AKU DIPERINTAHKAN UNTUK MENDO’AKAN KEBAIKAN BAGI MEREKA”.
(HR. Ahmad. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh dalam Ahkaamul Janaaiz).
Adapun mayit orang- orang KAFIR maka TIDAK BOLEH DIMINTAKAN AMPUN. Alloh berfirman,
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang- orang yang beriman memintakan ampun (kepada Alloh) bagi orang- orang musyrik, walaupun orang- orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang- orang musyrik itu adalah penghuni Neraka Jahannam”. (QS. At- Taubah/9: 113).
Walloohu a’lamu.
Sumber: “Majalah As- Sunnah” Rubrik Soal- Jawab. Hal. 7-8. Edisi 06/thn.XIV. DzulQa’dah.1431H. Oktober 2010M.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar