Jumat, 15 Juli 2011

Dan Sesungguhnya Anaknya Adalah Hasil Usahanya.


Sedekah Untuk Orang Tua Yang Telah Meninggal Dunia.
(Lihat Ahkaamul Janaa-iz Hal. 216- 219) dan az- Zakaah Fil Islam (Hal 597- 600).

Sedekah yang dikeluarkan seorang anak untuk salah satu atau untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia, maka pahalanya akan sampai kepada keduanya. Selain itu segala amal shalih yang diamalkan anaknya, maka pahalanya akan sampai kepada kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala si anak tersebut, sebab si anak merupakan hasil usaha kedua orang tuanya. Alloh ‘Azza Wa Jalla berfirman,

“Dan Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. (QS. An- Najm: 39).


Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Sungguh sebaik- baik apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya anaknya adalah hasil usahanya”.

(Shahih, HR. Ahmad (VI/ 41, 126, 162, 173, 193, 201, 202, 220), Abu Dawud (No. 3528), at- Tirmidzi (No. 1358), an- Nasa-i (VII/ 241), Ibnu Majah (No. 2137), dan al- Hakim (II/ 46)).

Apa yang ditunjukkan oleh ayat Al- Qur’an dan hadits di atas diperkuat lagi oleh beberapa hadits secara khusus membahas tentang kemungkinan pengambilan manfaat oleh orang tua yang telah meninggal dunia dari anak Shalihnya, seperti Sedekah, Puasa, memerdekakan Budak, dan lain- lain semisalnya. Hadits- hadits tersebut ialah:

Dari ‘Aisyah Radhialloohu 'Anha, bahwa seorang laki- laki berkata kepada Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam,

“Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba- tiba [dan tidak memberikan wasiat], dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya [dan aku pun mendapat pahala]? Beliau menjawab, “Ya. [Maka bersedekahlah untuknya]”.

(Shahih, HR. al- Bukhori (No. 1388), Muslim (N0. 1004), Ahmad (VI/ 51), Abu Dawud (No. 2881), an- Nasa-i (VI/ 250), Ibnu Majah (No. 2717), dan al- Baihaqi (IV/ 62; VI/ 277- 278)). Syaikh al- Albani Rahimahulloh berkata dalah Ahkaamul Janaa-iz (Hal 217), “Redaksi ini milik al- Bukhari di salah satu dari dua riwayatnya, tambahan yang terakhir adalah miliknya dalam riwayat lain. Juga Ibnu Majah dimana tambahan kedua miliknya, sedangkan tambahan pertama milik Muslim))

Dari Ibnu ‘Abbas Radhialloohu 'Anhuma,

“Bahwa Sa’ad bin ‘Ubadah –Saudara Bani Sa’idah- ditinggal mati oleh ibunya, sedang dia tidak berada bersamanya, maka ia bertanya, “Wahai Rasululloh,! Sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan aku sedang tidak bersamanya. Apakah bermanfaat baginya apabila aku menyedekahkan sesuatu atas namanya..?’, Beliau menjawab, “Ya”. Dia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan engkau saksi bahwa kebun (ku) yang berbuah itu menjadi sedekah atas nama ibuku”.


(Shahih, HR. al- Bukhari (No. 2756), Ahmad (I/ 333, 370), Abu Dawud (No. 2882), at- Tirmidzi (No. 669), an- Nasa-i (VI/ 252- 253), dan al- Baihaqi (VI/ 278), dan lafadz ini milik Ahmad).

Dari Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu bahwa ada seorang laki- laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam,

“Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan meninggalkan harta, tetapi ia tidak berwasiat. Apakah (Alloh) akan menghapuskan (kesalahan) nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya”.

(Shahih, HR. Muslim (No. 1630), Ahmad (II/ 371), an- Nasa-i (VI/ 252), dan al- Baihaqi (VI/ 278)).

Imam asy- Syaukani Rahimahulloh berkata,

“Hadits- hadits bab ini menunjukkan bahwa sedekah dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah kematian keduanya meski tanpa adanya wasiat dari keduanya, pahalanya pun bisa sampai kepada keduanya. Dengan hadits- hadits ini, keumuman firman Alloh Ta’ala berikut ini dikhususkan,


“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. (QS. An- Najm: 39)


Tetapi, di dalam hadits tersebut hanya menjelaskan sampainya sedekah anak kepada kedua orangn tuanya. Dan telah ditetapkan pula bahwa seorang anak itu merupakan hasil usahanya sehingga tidak perlu lagi mendakwa ayat di atas dikhususkan oleh hadits- hadits tersebut. Sedangkan selain dari anak, maka menurut zhahir ayat- ayat Al- Qur’an, pahalanya tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia. Maka hal tersebut tidak perlu diteruskan hingga ada dalil yang mengkhususkannya”. (Nailul Authaar (V/ 184) Cetakan Daar Ibnil Qayyim).


Syaikh al- Albani Rahimahulloh mengomentari pernyataan di atas dengan berkata,

“Inilah pemahaman yang benar yang sesuai dengan tuntunan kaidah- kaidah ilmiah, yaitu bahwa ayat Al- Qur’an di atas tetap dengan keumumannya, sedangkan pahala sedekah dan lain- lainnya tetap sampai dari seorang anak kepada kedua orang tuanya, karena ia hasil dari usahanya, berbeda dengan selain anak..” (Ahkaamul Janaa-iz (Hal. 219)).


ADAPUN pengiriman pahala baca Al- Qur’an, Yasin, Al- Faatihah, kepada orang yang sudah meninggal dunia, MAKA TIDAK AKAN SAMPAI , karena semua riwayat- riwayat hanya menyebutkan tentang SAMPAINYA PAHALA SEDEKAH ANAK KEPADA ORANG TUA (Bukan Bacaan Al- Qur’an), berdasarkan ayat,

“Dan Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. (QS. An- Najm: 39)

Ketika menafsirkan ayat di atas, al- Hafizh Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata,

“Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseorang (tidak dapat dipindahkan/ dikirimkan) kepada orang lain, kecuali apa yang didapat dari hasil usahanya sendiri.

Dari ayat ini, Imam asy- Syafi’i dan orang (pada ulama) yang mengikuti beliau beristinbat (mengambil dalil) bahwa mengirimkan pahala bacaan Al- Qur’an tidak sampai kepada Mayit, karena yang demikian bukanlah amal dan usaha mereka.

Oleh karena itu, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam TIDAK PERNAH MENYUNNAHKAN ummatnya (Mengirimkan pahala Bacaan Al- Qur’an kepada mayit) dan TIDAK PERNAH MENGAJARKAN kepada mereka dengan satu Nash yang sah dan tidak pula dengan isyarat. Dan tidak pernah dinukil ada seorangn Shahabat pun yang melakukan demikian. Seandainya hal itu (menghadiahkan pahala bacaan Al- Qur’an kepada mayit) adalah baik, Semestinya merekalah yang lebih dulu mengerjakan perbuatan yang baik itu. Tentang Bab amal- amal Qurbah ( Amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Alloh) hanya dibolehkan berdasarkan Nash (Dalil/ Contoh dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam ), dan tidak boleh memakai Qiyas atau pendapat”.

(Tafsiir Ibni Katsir (VII/ 465) Tahqiq Sami Bin Muhammad as- Salamah. Dan Lihat Ahkaamul Janaa-iz Wa Bida’Uhaa (Hal. 220) Cetakan Maktabah al- Ma’arif, Riyadh)).

Apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Katsir Rahimahulloh dari Imam asy- Syafi’i itu merupakan pendapat sebagian besar ulama, dan juga pendapat Imam Hanafi, sebagaimana dinukil oleh Imam az- Zubaidi dalam Syarah Ihya’ ‘Ulumuddin (X/ 369)). (Lihat Ahkaamul Janaa-iz, Hal. 220)). Walloohu a'lam.

SUMBER: Sedekah Sebagai Bukti Keimanan dan Penghapus Dosa. Hal 177- 184. Yazid bin abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor.Cet. 2 NOvember 2009.