Selasa, 09 Agustus 2011

Karena Alloh ‘Azza Wa Jalla Maha Tahu akan Perubahan yang Akan Terjadi


Mana Yang Terbaik, Berbuka atau Berpuasa..?
(Majmuu’ Fataawaa Wa Maqaalaatu Mutanawwi’ah, 15/ 237- 238)

Soal: Mana yang lebih baik bagi seorang muslim yang sedang melakukan perjalanan jauh, tetap berpuasa ataukah berbuka..? Terutama dalam perjalanan yang tidak berat, seperti perjalanan dengan menggunakan Pesawat Terbang atau Transportasi Modern lainnya..?

Jawab: Yang terbaik bagi yang melakukan perjalanan itu adalah berbuka, namun kalau ada yang (memilih) tetap berpuasa, maka itu tidak mengapa. Karena kedua- duanya ada riwayatnya dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, begitu juga para Shahabat Radhialloohu 'Anhum. Namun jika cuacanya sangat panas dan beban perjalanan terasa semakin berat, maka (dalam kondisi ini) sangat dianjurkan berbuka dan makruh hukumnya (jika tetap) berpuasa. Karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam ketika dalam sebuah perjalanan dalam cuaca yang sangat panas, beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melihat ada seseorang yang dipayungi karena dia tetap berpuasa, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Tidaklah termasuk sebuah kebaikan: berpuasa dalam perjalanan”.

(HR. al- Bukhari Bab ‘Sabda Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam kepada orang yang dipayungi di saat panas terik, No. 1810 dan HR. Muslim Bab “Jawazis Shaum Wal Fithr Fi Syahri Ramadhan Lil Musafir, No. 1879)

Juga berdasarkan Hadits Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam:

“Sesungguhnya Alloh ‘Azza Wa Jalla Suka Rukhshah (keringanan)- Nya dilakukan sebagaimana Dia benci perbuatan Maksyiat kepada- Nya”. (HR. Ahmad, No. 5600)

Dalam lafazh yang lain:

“Sebagaimana Alloh ‘Azza Wa Jalla Suka ‘Azimah (Kewajiban- kewajiban dari- Nya) dilaksanakan”.

Sama saja, baik perjalanan itu dilakukan dengan menggunakan mobil, unta, kapal laut, ataupun menggunakan pesawat terbang. Semuanya itu masuk dalam kategori Safar (melakukan perjalanan) dan berhak mendapatkan Rukhshah (Dispensasi) Safar. Alloh ‘Azza Wa Jalla telah menetapkan pada masa Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam (masih hidup) dan kaum Muslimin setelahnya, hukum- hukum (berkenaan dengan) Safar bagi para hamba- Nya juga menetapkan hukum- hukum ketika menetap di suatu tempat.

Alloh ‘Azza Wa Jalla (Yang telah menetapkan hukum- hukum ini) Maha Tahu akan perubahan yang akan terjadi, begitu juga dengan alat- alat transportasi. Seandainya hukum akan berbeda (dengan sebab perubahan kondisi dan sarana transportasi itu), tentu Alloh ‘Azza Wa Jalla telah mengingatkannya, sebagaimana firman- Nya (yang artinya):

“Dan Kami turunkan kepadamu Al- Kitab (Al- Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta Rahmat dan kabar gembira bagi orang- orang yang berserah diri”. (QS. An- Nahl (16): 89).

Juga Firman- Nya:

“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bighal (peranakan kuda dengan keledai) dan keledai, agar kamu menungganginya, dan (menjadikannya) perhiasan, dan Alloh menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS. An- Nahl (16): 8).

Sumber: Majalah As- Sunnah Edisi 03/ Thn XV/ Sya’ban 1432H/ Juli 2011/ Hal. 6. Rubrik : Soal- Jawab.

Footnote:

1946. (Dari) muhammad bin Amr bin al- Hasan bin Ali, dari Jabir bin Abdulloh Radhialloohu 'Anhum, ia berkata,

“Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam di saat bepergian pernah melihat kerumunan orang- orang, ada seorang laki- laki yang dipayungi, lalu beliau bertanya, “Kenapa dia?” mereka menjawab, “Dia sedang berpuasa”, maka beliau bersabda, “Bukan termasuk kebaikan: berpuasa saat bepergian”.

Sumber: ‘Shahih al- Bukhari/ II” Kitab Puasa: Bab 36. “Sabda Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam kepada Orang yang Dipayungi karena Cuaca sangat Panas: “Bukan Termasuk Suatu Kebaikan Berpuasa saat Bepergian”. No. 1946. Hal. 317. Muhammad Fuad Abdul Baqi. Pustaka as- Sunnah. Jakarta.

92. (1115) Dari Jabir bin Abdulloh Radhialloohu 'Anhuma, dia berkata,

“Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dalam suatu perjalanan pernah melihat seorang laki- laki dikerumuni oleh orang banyak, dan dinaungi, lalu beliau bertanya, “Mengapa dia?”, mereka menjawab, “Dia berpuasa”, Lalu Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Bukan termasuk perbuatan baik: Kalian berpuasa di perjalanan”.

Sumber: ‘Shahih Muslim/ II” Kitab Puasa: Bab 15. “Bolehnya Berpuasa dan Berbuka di Bulan Ramadhan bagi Orang yang Sedang Bepergian yang Bukan Untuk Kemaksyiatan, Apabil Jarak Perjalanannya sudah memenuhi Ketentuan, dan Berpuasa Lebih Utama bagi Orang yang Mampu Berpuasa Tanpa Kesulitan, Serta berbuka Lebih Utama bagi Orang yang Merasa Kesulitan” No. 92 (1115). Hal 350. Muhammad Fuad Abdul Baqi. Pustaka as- Sunnah. Jakarta.



17. (684) Dari ‘Aisyah, Istri Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, bahwasanya Hamzah bin Amir al- Aslami bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam,

“Apakah saya akan berpuasa ketika bepergian? Dan ia lebih sering berpuasa, Maka Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Bila engkau mau, maka berpuasalah, dan jika tidak: maka tidak ada yang menghalangimu untuk berbuka”. (Muttafaqun ‘Alaih)

Sumber: “al- Lu’lu’ Wal Marjan: Ensiklopedi Hadits Shahih yg Disepakati oleh Bukhari dan Muslim”. Kitab Shiyam: Bab 17. Kebebasan Memillih Bagi Para Musafir untuk Melaksanak dan Puasa, atau Tidak”. No. 684. Hal. 554. Muhammad Fuad Abdul Baqi. Pustaka as- Sunnah. Jakarta.

Imam al- Hafizh al- Mundziri Rahimahulloh berkata,

“Para Ulama berbeda pendapat tentang yang lebih utama di antara keduanya dalam bepergian jauh, apakah puasa atau berbuka?, Anas bin Malik berpendapat bahwa puasa lebih utama, hal ini juga diriwayatkan dari ‘Utsman bin Abul ‘Ash. Pendapat ini diikuti oleh Ibrahim an- Nakha’i, Said bin Jubair, ats- Tsauri, Abu Tsau dan ashab ar- Ra’yi. Malik, al- Fudhail bin Iyadh dan asy- Syafi’i berkata, “Puasa lebih kami Cintai bagi yang Kuat”.

“Sedangkan ‘Abdulloh bin ‘Umar, Abdulloh bin ‘Abbas, Said bin al- Musayyib, asy- Sya’bi, al- Auza’i, Ahmad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rawahaih berkata, “Berbuka Lebih Utama”. Dan Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdul ‘Aziz, Qatadah, dan Mujahid bahwa yang lebih utama adalah yang lebih mudah bagi seseorang, diantara keduanya. Pendapat ini dipilih oleh Hafizh Abu Bakar bin al- Mundzir, dan ia adalah pendapat yang bagus. Wallohu a’lam”.

Syaikh al- Albani Rahimahulloh berkata,

“Imam al- Mundziri telah berkata benar, bahwa yang lebih utama adalah yang paling mudah dari keduanya. Dan manusia adalah berbeda- beda kekuatan dan kondisinya, maka hendaknya masing- masing mengambil apa yang termudah baginya, oleh karena itu telah diriwayatkan dengan Shahih dari Nabi bahwa beliau bersabda kepada penanya tentang berpuasa dalam perjalanan,

“Berpuasalah kalau kamu mau, dan berbukalah kalau kamu mau”. Diriwayatkan oleh Muslim (3/ 145), dan dalam jalan yang lain yang shahih dengan lafazh, “Mana yang lebih mudah bagimu kerjakanlah”. Ia ditakhrij dalam ash- Shahiihah No. 2884”.
Wallohu a’lam.



Sumber: “Shahih at- Targhiib wa at- Tarhiib/ II”. Kitab Puasa: Bab 14: Ancaman Bagi Musafir Yang Berpuasa Apabila Terasa Berat Baginya dan Anjuran untuk Berbuka”. Hal 413- 414. Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani. Pustaka Sahifa. Jakarta.