Senin, 29 Maret 2010

Inilah Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Berikut ini akan kami bawakan risalah yang berisi tanya-jawab dalam hal aqidah Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Dengan mencermati karya beliau ini akan tampaklah bagi kita sebenarnya bagaimana aqidah [keyakinan] beliau yang mungkin bagi sebagian kalangan telah mendapatkan kesan negatif mengenai beliau. Silakan anda telaah dengan pikiran yang jernih dan hati yang tenang. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita.

Tanya : Siapakah Rabbmu?
Jawab : Rabbku adalah Allah yang telah memeliharaku dan memelihara seluruh alam dengan segala nikmat-Nya. Dia lah sesembahanku, tidak ada bagiku sesembahan selain-Nya. Sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala dalam surat al-Fatihah (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”

Tanya : Apakah makna kata Rabb?
Jawab : Yang menguasai dan yang mengatur, dan hanya Dia (Allah) yang berhak untuk diibadahi



Tanya : Apa makna kata Allah?
Jawab : Yaitu yang memiliki sifat ketuhanan dan berhak diibadahi oleh seluruh makhluk-Nya

Tanya : Dengan apa kamu mengenal Rabbmu?
Jawab : Dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya

Tanya : Makhluk apakah yang terbesar yang bisa kamu lihat di antara makhluk ciptaan-Nya?
Jawab : Langit dan bumi

Tanya : Apakah ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang paling besar?
Jawab : Malam dan siang, matahari dan bulan

Tanya : Apakah dalil atas hal itu?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Allah menutupkan malam kepada siang dan mengikutinya dengan cepat, matahari dan bulan serta bintang-bintang semuanya ditundukkan dengan perintah-Nya. Ingatlah, sesungguhnya penciptaan dan pemberian perintah adalah hak-Nya, Maha berkah Allah Rabb seluruh alam.” (QS. al-A’raf : 54).



Tanya : Untuk apakah Allah menciptakan kita?
Jawab : Untuk beribadah kepada-Nya

Tanya : Apa yang dimaksud beribadah kepada-Nya?
Jawab : Mentauhidkan Allah dan menaati-Nya

Tanya : Dalam hal apa kita menaati-Nya?
Jawab : Kita taati perintah-Nya dan kita jauhi segala yang dilarang-Nya kepada kita

Tanya : Apa dalil untuk hal itu?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56).

Tanya : Apa makna ’supaya mereka beribadah kepada-Ku’?
Jawab : Maknanya adalah agar mereka mentauhidkan Allah

Tanya : Apa yang dimaksud dengan tauhid?
Jawab : Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah

Tanya : Apakah perkara terbesar yang dilarang Allah untuk kita?
Jawab : Perkara terbesar yang dilarang Allah adalah syirik yaitu berdoa kepada selain Allah [saja] atau berdoa kepada selain-Nya di samping berdoa kepada-Nya.

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya (dalam beribadah) dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisaa’ : 36).



Tanya : Apa yang dimaksud dengan ibadah?
Jawab : Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi



Tanya : Apa sajakah yang termasuk macam-macam ibadah?
Jawab : Ibadah itu banyak jenisnya, di antaranya adalah : doa, takut, harap, tawakal, roghbah (keinginan), rohbah (kekhawatiran), khusyu’, khas-yah (takut yang dilandasi ilmu), inabah (taubat), isti’anah (meminta pertolongan), isti’adzah (meminta perlindungan), istighotsah (meminta keselamatan dari bahaya), menyembelih, nadzar, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya.

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Seluruh masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyeru bersama-Nya sesuatu pun.” (QS. al-Jin : 18).

Tanya : Apa hukum bagi orang yang mengalihkan ibadah kepada selain Allah?
Jawab : Orang yang melakukannya dihukumi musyrik dan kafir

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa yang menyeru bersama Allah sesembahan yang lain padahal tidak ada bukti baginya, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada akan beruntung.” (QS. al-Mukminun : 117).

Tanya : Perkara apakah yang diwajibkan pertama kali oleh Allah kepada kita?
Jawab : Yaitu mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah

Tanya : Apa yang dimaksud dengan thaghut?
Jawab : Segala sesuatu yang menyebabkan hamba melampaui batas, yang berupa sesembahan, orang yang diikuti atau sosok yang ditaati, maka dia adalah thaghut



Tanya : Ada berapakah thaghut itu?
Jawab : Jumlah mereka banyak, namun pembesarnya ada lima : Iblis -semoga Allah melaknatnya-, orang yang diibadahi dan ridha dengan hal itu, orang yang menyeru orang lain untuk beribadah kepada dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada paksaan dalam agama, sungguh telah jelas antara petunjuk dengan kesesatan. Barangsiapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang dengan buhul tali yang sangat kuat dan tidak akan putus, Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. al-Baqarah : 256).

Tanya : Apa yang dimaksud dengan Urwatul Wutsqa (buhul tali yang sangat kuat)?
Jawab : Maksudnya adalah laa ilaha illallah

Tanya : Apa makna laa ilaha illallah?
Jawab : Laa ilaha adalah penolakan, sedangkan illallah adalah penetapan

Tanya : Apa yang ditolak dan apa yang ditetapkan?
Jawab : Aku menolak segala sesembahan selain Allah dan aku tetapkan bahwa seluruh jenis ibadah harus ditujukan kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya; sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian kecuali dari Dzat yang telah menciptakanku, sesungguhnya Dia pasti menunjuki diriku. Dan Allah menjadikan kalimat itu tetap ada pada keturunannya (Ibrahim) semoga mereka mau kembali (kepada kebenaran).” (QS. az-Zukhruf : 26-28).

Tanya : Apakah agamamu?
Jawab : Agamaku Islam, yaitu menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Yaitu firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam.” (QS. Ali Imran : 19). Dan juga firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat nanti dia pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran : 85).



Tanya : Ada berapakah rukun Islam?
Jawab : Ada lima; syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke rumah Allah yang suci jika memiliki kemampuan.

Tanya : Apakah dalil syahadat laa ilaha illallah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, demikian pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dengan menegakkan keadilan. Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18).

Tanya : Apakah dalil syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sekali-kali Muhammad itu bukanlah ayah salah seorang lelaki di antara kalian, namun dia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab : 40).

Tanya : Apa makna syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Maknanya adalah menaati perintahnya, membenarkan beritanya, menjauhi segala larangannya, dan beribadah kepada Allah hanya dengan syari’atnya

Tanya : Apakah dalil sholat, zakat serta tafsir dari tauhid?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah mereka disuruh melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan penuh ikhlas melakukan amal karena-Nya (tanpa disertai kesyirikan), mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah : 5)

Tanya : Apakah dalil puasa?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah : 183).

Tanya : Apakah dalil haji?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Wajib bagi umat manusia untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah karena Allah, yaitu bagi orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang kufur maka sesungguhnya Allah Maha kaya dan tidak membutuhkan seluruh alam.” (QS. Ali Imran : 97).



Tanya : Apakah pondasi ajaran dan kaidah dalam agama Islam?
Jawab : Ada dua perkara : [Pertama] adalah perintah untuk beribadah kepada Allah semata dan memotivasi manusia untuk melakukannya, membangun loyalitas di atasnya dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya (tidak beribadah kepada Allah). [Perkara Kedua] adalah memperingatkan manusia dari kesyirikan dalam hal ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, bersikap keras dalam hal itu (mengingkari syirik), membangun permusuhan di atasnya, dan mengakfirkan orang yang melakukannya (kemusyrikan).

Tanya : Ada berapakah rukun iman?
Jawab : Ada enam; yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik dan yang buruk

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Bukanlah kebaikan itu kamu memalingkan wajahmu ke arah timur ataupun barat, akan tetapi yang disebut kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab, dan para nabi.” (QS. al-Baqarah : 177).

Tanya : Apakah dalil iman kepada takdir?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan ukuran/takdir.” (QS. al-Qamar : 49).

Tanya : Apa yang dimaksud ihsan?
Jawab : Ihsan terdiri dari satu rukun yaitu; kamu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya dan jika kamu tidak bisa maka yakinlah bahwa Dia senantiasa melihatmu

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Allah akan bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. an-Nahl : 128).

Tanya : Siapakah Nabimu?
Jawab : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim, sedangkan Hasyim berasal dari keturunan Quraisy, Quraisy dari bangsa Arab, sedangkan Arab merupakan keturunan Nabi Ismail putra Ibrahim al-Khalil (kekasih Allah) semoga shalawat dan salam yang paling utama tercurah kepadanya dan kepada nabi kita.

Tanya : Berapakah umur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawab : Enam puluh tiga tahun; empat puluh tahun sebelum diangkat menjadi nabi dan dua puluh tiga tahun sebagai nabi dan rasul



Tanya : Dengan apakah beliau diangkat menjadi Nabi? Dan dengan apa diangkat sebagai rasul?
Jawab : Beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya Iqra’ dan diangkat sebagai rasul dengan turunnya al-Muddatstsir

Tanya : Di manakah negerinya?
Jawab : Beliau berasal dari Mekah lalu berhijrah ke Madinah, dan kemudian beliau wafat di sana -semoga shalawat dari Allah dan keselamatan senantiasa tercurah kepadanya- setelah Allah sempurnakan agama dengan mengutus beliau (beserta ajarannya).

Tanya : Apa yang dimaksud dengan hijrah?
Jawab : Berpindah dari negeri syirik menunju negeri Islam, sementara hijrah itu tetap berlaku hingga tegaknya hari kiamat

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat itu dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri. Maka malaikat bertanya kepadanya; Di manakah dulu kalian berada? Mereka menjawab; Kami dulu berada dalam keadaan tertindas dan lemah di muka bumi. Mereka berkata; bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di atasnya? Mereka itulah orang-orang yang tempat kembalinya adalah neraka Jahannam dan sungguh neraka itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 97).

Tanya : Apakah dalilnya dari Sunnah (Hadits)?
Jawab : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah terputus hijrah sampai taubat terputus, dan tidak akan terputus [kesempatan] bertaubat hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan ad-Darimi).

Tanya : Apakah Rasul masih hidup atau sudah mati?
Jawab : Beliau telah meninggal sedangkan agamanya masih tetap ada hingga hari kiamat tiba

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya kamu pasti mati dan mereka pun akan mati, kemudian nanti pada hari kiamat di sisi Rabb kalian maka kalian pun akan saling bermusuhan.” (QS. az-Zumar : 31).

Tanya : Apakah setelah mati manusia akan dibangkitkan?
Jawab : Iya, benar



Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dari tanah itulah Kami ciptakan kalian dan kepadanya kalian Kami kembalikan, dan dari dalamnya Kami akan mengeluarkan kalian untuk kedua kalinya.” (QS. Thaha : 55).

Tanya : Apakah hukum orang yang mendustakan hari kebangkitan?
Jawab : Orang yang melakukan hal itu adalah kafir

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Orang-orang kafir itu mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan lagi, katakanlah; sekali-kali tidak, demi Rabbku, kalian benar-benar akan dibangkitkan kemudian akan dikabarkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan [di dunia], dan hal itu bagi Allah sangatlah mudah.” (QS. at-Taghabun : 7).

Diterjemahkan dari :
Maa yajibu ‘alal muslim ma’rifatu wal ‘amalu bihi
Oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi rahimahullah

Dengan pengantar Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Alu Jarullah

Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Semoga Bermanfaat.

Selasa, 23 Maret 2010

MENDULANG PAHALA KETIKA HUJAN


MENDULANG PAHALA KETIKA HUJAN
Oleh: Ust. Zaenal Musthofa

Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallohu ‘anha berkata; Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam apabila melihat hujan, beliau berdo’a:
‘Alloohumma Shoyyiban Naafi’aa’

‘Ya Alloh, turunkanlah hujan yang bermanfaat’
(HR. al- Bukhori 1032, Ahmad 6/ 41 dan an- Nasa’I 164)



MAKNA KALIMAT1 :
1. Shoyyiban: bermakna hujan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallohu ‘anhu dan jumhur (mayoritas) ulama. Hanya sebagian kecil saja ulama yang mengartikan mendung (makna majaz).

2. Naafi’aa: bermanfaat, maksudnya tidak membahayakan, karena ada sebagian hujan yang membahayakan serta menimbulkan kerusakan, dan ada juga yang bermanfaat bagi makhluk.

FAEDAH HADITS2 :
1. Disunnahkan berdo’a ketika melihat turunnya hujan. Dan lebih utama menggunakan do’a di atas karena lafadz do’a tersebut adalah shahih dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.



2. Dianjurkan merendahkan diri kepad Alloh ketika hujan turun, dan berharap supaya Alloh menjadikannya sebagai hujan yang membawa rohmat bagi semua makhluk, dan tidak menjadikannya sebagai hujan yang membawa adzab, kerusakan dan banjir.

3. Hujan yang bermanfaat dakan menghidupkan tanah sehingga menyuburkan tumbuhan yang bermanfaat bagi semua makhluk, sebagaimana firman-Nya:


‘Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman, dan sebagian yang lain (menyuburkan) tumbuhan, padanya kalian menggembalakan ternakmu’
(QS. An-Nahl [6]: 10).

4. Hujan yang membawa bencana dan kerusakan diantaranya hujan yang diturunkan pada umat Nabi Nuh ‘Alaihis Salam sehingga menghancurkan segala sesuatu termasuk mereka yang mendurhakai Nabinya.



5. Kapan turun hujan termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Alloh. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

‘Sesungguhnya hanya di sisi Alloh ilmu tentang hari kiamat, dan Dia yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di rahim. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang dikerjakan besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal’
(QS. Luqman [31]: 34).

6. Hadits ini menunjukkan kesempurnaan Islam. Hal-hal yang sering dianggap kecil seperti ini saja diatur dan dijelaskan kepada pemeluknya.



7. Banyak cara untuk memperoleh pahala dari Alloh Subhaanahu wata’ala, diantaranya berdo’a ketika hujan turun.

1. Nailul Author: Imam asy- Syaukani 2: 372, Fiqhussalam Syarah Bulughul Marom: Ibnu Hajar 2: 257
2. Fiqhussalam 2. 273, Nailul Author 2: 372, Taudhihul Ahkam: Syaikh Abdullah al- Bassam 3: 95
--------------------------------------------------------
SUMBER: Majalah al- Mawaddah edisi ke- 7 tahun ke -3: Shofar – Robi’ul Awwal 1431H: Februari 2010 hal. 40 Rubrik: Benteng diri Muslim.

Semoga Bermanfaat--

Selasa, 16 Maret 2010

Begitu Sederhana, Hafalannya Luar Biasa

Begitu Sederhana, Hafalannya Luar Biasa


Syaikh Ibnu Baz adalah seorang yang sangat tidak perhatian dengan dunia sebagaimana yang bisa kita ketahui dari keadaan beliau. Terlebih jika kita tahu bahwa beliau itu tidak memiliki rumah!!!.

Dr Zahrani pernah berupaya untuk meminta izin kepada beliau untuk membeli rumah yang biasa beliau tempati jika berada di Mekah karena rumah tersebut biasanya cuma disewa. Komentar beliau,



“Palingkan pandanganmu dari topik ini. Sibukkan dirimu untuk mengurusi kepentingan kaum muslimin”.

Suatu ketika Raja Faishal berkunjung ke kota Madinah dan Syeikh Ibnu Baz ketika itu adalah rektor Universitas Islam Madinah. Ketika itu raja Faishal berkunjung ke rumah Syeikh Ibnu Baz. Saat itu raja Faishal berkata kepada beliau,

“Kami akan bangunkan rumah yang layak untukmu”.

Menanggapi hal tersebut, beliau hanya diam dan tidak berkomentar. Akhirnya rumah pun dibangun. Ketika panitia pembangunan mau membuat surat kepemilikan rumah atas nama Syeikh Ibnu Baz beliau berkata,

“Jangan. Buatlah surat kepemilikan rumah tersebut atas nama rektor Universitas Islam Madinah sehingga jika ada rektor baru penggantiku maka inilah rumah kediamannya”.

Syeikh Ibnu Baz itu memiliki daya ingat yang luar biasa. Jika kita bertemu dan mengucapkan salam kepada beliau dan kita pernah mengucapkan salam kepada beliau beberapa tahun sebelumnya maka beliau pasti masih mengenal kita.

Bahkan ada orang yang bercerita bahwa dia bertemu dan mengucapkan salam kepada Syeikh Ibnu Baz setelah lima belas tahun ternyata Syeikh Ibnu Baz masih ingat dengan namanya.

Akan tetapi yang lebih mengherankan adalah kemampuan beliau untuk menghafal jilid dan halaman buku. Bahkan beliau bisa mengoreksi beberapa buku dengan bermodalkan hafalan beliau.



Syeikh Syinqithi, penulis Adhwa-ul Bayan, itu tergolong guru Syeikh Ibnu Baz. Beliau adalah seorang pakar dalam ilmu syar’i dengan kekuatan hafalan yang tidak tertandingi. Syeih Ibnu Baz sering menghadiri ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Syiekh Syinqithi. Beliau kagum dengan cepatnya Syeikh Syinqithi dalam penyampaiannya. Dalam salah satu kaset Syeikh Ibnu Baz mengungkapkan kekagumannya dengan mengatakan, “Maa syaallah. Maa syaallah”.

Satu hari Syeikh Syinqithi sejak usai shalat Shubuh sampai watu dhuha mencari-cari sebuah hadits yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir ada dalam sunan Abu Daud. Beliau bolak-balik kitab sunan Abu Daud namun beliau tidak kunjung mendapatkannya. Syeikh Syinqithi berkata,

“Aku tidak menyalahkan Ibnu Katsir namun aku belum mendapatkannya. Ketika aku sedang asyik mencari tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Aku lantas berdiri dan membuka pintu”.

Ternyata Syeikh Ibnu Baz yang datang bertamu.

Ketika Ibnu Baz masih di depan pintu dan belum masuk ke dalam rumah, Syeikh Syinqithi berkata,

“Ya Syekh Abdul Aziz, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa hadits yang bunyinya demikian dan demikian itu ada di Sunan Abu Daud. Sejak usai shalat Shubuh kucari-cari hadits tersebut namun tidak kudapatkan. Di manakah hadits tersebut?”.

Syeikh Ibnu Baz berkata,

“Ada…ada di kitab ini halaman sekian”.

Syeikh Syinqithi,

“Sekarang silahkan masuk ya Syeikh”.

Syeikh Ibnu Baz memiliki daya ingat yang luar biasa. Ini disebabkan tentunya karunia Allah kemudian beliau adalah seorang yang tidak pernah lepas dari berdzikir. Lisan beliau selalu basah untuk berdzikir mengingat Allah. Beliau senantiasa berdzikir. Ini adalah sebuah realita yang bisa disaksikan oleh orang yang bertemu dengan beliau meski sejenak.

Syeih Ibnu Baz mulai mengisi kajian dan menyebaran ilmu sejak belia. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh sebuah majalah yang bernama al Majallah dengan Ibnu Baz terdapat dialog sebagai berikut.

Al Majallah, “Sungguh engkau adalah seorang hakim akan tetapi engkau mendapatkan popularitas yang luas berbagai dengan para hakim yang lain. Apa rahasianya?”
Jawaban beliau,

“Kami bertugas sebagai hakim. Setelah jam kerja berakhir kami mengisi berbagai kajian. Kami adakan berbagai kajian keislaman dan kami terus mengajar dan mengisi pengajian sehingga Allah jadian kami manusia yang bermanfaat bagi banyak orang”.

Beliau memang memiliki pandangan khas tentang tugas seorang hakim peradilan syariah. Beliau berpandangan bahwa seorang hakim tidak cukup dengan menjalankan tugasnya di pengadilan. Beliau mencela para hakim yang bersikap semacam itu.

Beliau pernah mengatakan,

“Jika seorang hakim hanya mencukupkan diri memutuskan sengketa tentang onta, keledai, sapi dan kambing atau semisalnya maka tidak ada kebaikan pada dirinya. Bahkan tugas hakim yang paling penting adalah amar makruf nahi munkar, berdakwah, memperbaiki lingkungan sekitarnya, mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin dan menghubungkan orang-orang yang memerlukan untuk dihubungkan”.

Ketika Ibnu Baz menjadi hakim di daerah Dalm, beliau memiliki kursi terbuat dari tanah di tengah-tengah pasar. Di situlah beliau memutuskan berbagai sengketa yang terjadi di antara kaum muslimin.

SUMBER: http://ustadzaris.com/begitu-sederhana-hafalannya-luar-biasa