Senin, 10 September 2012

TUMBUH DALAM ASUHAN IBUNDA [5]


TUMBUH DALAM ASUHAN IBU
5. Ibunda Imam asy- Syafi’i Rahimahullah.

[oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran [Secara Ringkas- Edt]

Dia adalah Seorang Ibu dengan cita- cita mulia bagi putranya yang yatim. Kemiskinan hidup tak menyurutkan keinginannya agar putranya menjadi seorang yang berilmu. Dia pun menyerahkan asy- Syafi’i kecil ke kuttab (semacam tempat pendidikan anak- anak di masjid).

Karena sang ibu tak memiliki apa- apa yang bia diberikan kepada gurunya, asy- Syafi’i kecil rela belajar sambil berdiri. Ketika gurunya berdiri, asy- Syafi’i kecil menempati tempatnya dengan keridhaan sang guru. Demikian keadaannya hingga al- Imam asy- Syafi’i menyelesaikan hafalan al- Qur’an ketika masih berusia kanak- kanak. Setelah itu, barulah al- Imam asy- Syafi’i Rahimahullah duduk di majelis para ulama di masjid untuk mendengar pembahasan berbagai masalah dan menghafal hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam.

Saat itu pun sang Ibu belum memiliki biaya untuk keperluan puteranya menuntut ilmu. Al- Imam asy- Syafi’i kemudian mengumpulkan tulang, tembikar, kulit unta, dan pelepah kurma untuk menuliskan hadits yang dia dapatkan. Setelah penuh tulisan, tulang, tembikar dan yang lainnya itu disimpan dalam tempayan. Ibunya pun merelakan rumahnya yang kecil untuk meyimpan tempayan itu.

Suatu ketika tempayan- tempayan itu telah menyempitkan rumah mereka, hingga akhirnya al- Imam asy- Syafi’i menghafal semua hadits- hadits yang ditulis dan disimpannya. Kemudian Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memberikan kelapangan kepada imam asy- Syafi’I Rahimahullah untuk menuntut ilmu ke Negeri Yaman, (Waratsatul Anbiya’ Hal. 36).

--------------------------------------------------

Inilah kiprah beberapa ibu yang shalehah dalam membesarkan dan mendidik buah hatinya. Semoga menjadi teladan yang baik bagi kita dalam hal keikhlasan, kemuliaan cita- cita, kesungguhan, dan kesabaran hingga berbuah kemuliaan dan kebahagiaan bagi anak- anak kita di dunia ini dan akhirat nanti. Wallahu a'lam.

Sumber: “Majalah Asy Syariah- Rubrik Permata Hati- ‘Tumbuh Dalam Asuhan Ibu- Oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran- Hal. 90- 99. Edisi VIII/1433H/ 2012 N0. 85.

Referensi lainnya :

1. ‘Mereka Adalah Para Shahabiyah’ Hal. 165- 168, “Shafiyyah bintu ‘Abdul Muththalib, Bibi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam./ Dr.Abdurrahman Ra’fat Basya. Pustaka at- Tibyan.

2. ’10 Shahabat Nabi yang Dijamin Surga’, Hal. 327- 334. ‘az- Zubair bin al- ‘Awwam. /Muhammad Ahmad Isa. Pustaka imam asy- Syafi’i

3. “Mereka adalah Para Tabi’in” 125- 138, Ar- Rabi’ah Ar- Ra’yi/ Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya. Pustaka at- Tibyan.

4. “60 Biografi Ulama Salaf” Hal. 212- 230. Imam Sufyan Ats- Tsauri. / Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar.

5. “60 Biografi Ulama Salaf” Hal. 258- 276. “Malik bin Anas, Imam Daar al- Hijrah”/ Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar.

6. “60 Biografi Ulama Salaf: ‘Muhammad bin Idris asy- Syafi’i- Nashir al- Haq wa as- Sunnah- Hal. 355- 384. Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar.

TUMBUH DALAM ASUHAN IBUNDA [4]


TUMBUH DALAM ASUHAN IBU
4. Ibunda al- Imam Malik bin Anas Rahimahullah (Wafat th. 179H)
.
[oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran [Secara Ringkas- Edt]

Ibunda seorang imam besar yang mendapat gelar Imam Daarul Hijrah (Madinah). Seorang imam yang dikenal dengan kefakihannya dan kebagusan penampilannya saat hadir di majelis ilmu.

Setiap kali hendak keluar di hadapan murid- muridnya untuk menyampaikan hadits, Imam Malik terlebih dahulu berwudhu seperti berwudhu untuk SHalat. Lalu beliau mengenakan pakaiannya yang terbagus, mengenakan qalansuwah (kopiyah), menyisisr jenggotnya, serta memakai wangi- wangian. “Dengan ini semua, aku memuliakan hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam”. Demikian kata beliau.

Siapakah gerangan yang turut berperan dalam membentuk pribadi al- Imam Malik Rahimahullah yang sedemikian bagusnya?

Imam Malik menceritakan kisah di masa kecilnya,

“Aku pernah berpemitan kepada ibuku, “Ibu, aku hendak pergi belajar” Ibuku menahanku,

“Kemarilah dahulu! Kenakan pakaian Ilmu!” lantas ibuku memakaikanku mismarah, memasangkan kopiah di kepalaku, dan melilitkan serban di atasnya. Barulah ibuku mengatakan, “Nah, Sekarang berangkatlah dan belajarlah”.

Ibunya pula yang senantiasa memberikan nasihat kepadanya. Pernah sang ibu menasehatkan, “Pergilah ke Majelis Rabi’ah (guru Imam Malik), pelajarilah adab nya sebelum kau pelajari ilmunya!”. (Tahdzibul Kamal, Biografi Malik bin Anas, Waratsatul Anbiya’ Hal. 39).

TUMBUH DALAM ASUHAN IBUNDA [3]


TUMBUH DALAM ASUHAN IBU
3. Ibunda Sufyan ats- Tsauri (Sufyan ats- Tsauri Rahimahullah adalah seorang Tabi’in. beliau lahir tahun 97 H dan wafat di Bashrah tahun 161H. Guru dari imam Abdullah Ibnu al- Mubarak, Fudhail bin Iyadh, Abu Ishaq al- Fazari , Al- Faryabi dkk).
[oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran [Secara Ringkas- Edt]

Ibu yang shalehah inilah yang memompa semangat kepada putranya untuk menuntut ilmu. Dengan penuh kesabaran, dia membimbing putranya agar selalu mengambil faedah dari ilmu yang didapatkan dan dari majelis para ulama. Dia menasehatkan pula kepada putranya, bahwa semestinya ilmu yang didapatkan akan berpengaruh pada perilaku, adab, dan pergaulannya para orang sekelilingnya. Jika tidak, tak ada gunanya ilmu itu.

Ibu yang baik ini mendorong putranya untuk hadir di majelis ilmu di hadapan para ulama, sembari mengatakan,

“Wahai anakku, ambillah sepuluh dirham ini dan pelajari 10 hadits! Jika hadits- hadits itu bisa mengubah perilaku dan ucapanmu pada manusia, ambillah hadits itu. Aku akan membantumu dengan alat pintalku ini. Jika tidak, tinggalkan hadits itu, karena aku takut hal itu hanya akan menjadi kebinasaan bagimu di hari Kiamat”. (Waratsatul Anbiya’ hal. 37).


Dari pendidikan ibu yang shalehah ini- dengan izin Allah 'Azza Wa Jalla – Sufyan ats- Tsauri Rahimahullah menjadi seorang imam, tokoh agama di zamannya. Dirinya dihiasi dengan kekokohan hafalan, sifat wara’ (kehati- hatian) dan zuhud, serta tidak pernah merasa butuh kepada pujian.

TUMBUH DALAM ASUHAN IBUNDA [2]



TUMBUH DALAM ASUHAN IBU
2. Ibunda Rabi’ah (Guru al- Imam Malik Rahimahullah, wafat di Madinah pada 136H).
[oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran [Secara Ringkas- Edt]

Seorang Ibu bagi putranya yang alim, fakih, banyak menghafal hadits dan fikih. Bagi seorang ibu seperti dia, nilai seorang anak yang shaleh dan berilmu lebih berharga daripada sejumlah besar harta. Di tengah kepergian suaminya, ibu yang sholehah ini membesarkan putranya seorang diri, hingga Allah ta’ala memberikan anugerah Indah, Putranya menjadi seorang imam besar ketika dewasa.

Kala Rabi’ah masih berada dalam rahim ibunya, sang ayah, Farrukh Abu ‘Abdirrahman, berpamitan hendak pergi ke Khurasan untuk berperang pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Farrukh menitipkan uang sebesar 30.000 dinar kepada ibu Rabi’ah. Setelah itu, berangkatlan Farrukh meninggalkan negerinya, Madinah, menuju negeri yang jauh.

27 Tahun kemudian, barulah Farrukh kembali ke Madinah. Dengan menunggang kuda dan menggenggam tombaknya, Farrukh menuju ke rumahnya. Di depan rumahnya, dia turun dari kudanya, dan mendorong daun pintu rumahnya dengan tombaknya untuk masuk.
Tiba- tiba muncul Rabi’ah yang saat itu telah dewasa, menghadang Farrukh.

Farrukh marah besar melihatnya, “Hai musuh Allah! Kamu berani- berani masuk ke rumahku!”

“Tidak!” jawab Rabi’ah tak kalah berang.

“Hai musuh Allah! Kamu ini laki- laki yang lancing masuk menemui istriku!” ujar Farrukh.

Pertengkaran ini pun berlanjut dengan adu fisik hingga mengundang perhatian tetangga, mereka pun berdatangan. Berita ini terdengar oleh al- Imam Malik dan para tokoh lainnya. Mereka pun segera datang untuk menolong Rabi’ah. Saat mereka datang, perseteruan masih berlangsung.

“Demi Allah! Aku tak akan melepaskanmu selain ke hadapan Sulthan!” kata Rabi’ah.

“Demi Allah! Aku juga tak akan melepaskanmu selain di hadapan Sulthan, sementara kamu ada bersama istriku!” balas Farrukh.

Keributan masih terus berlangsung. Ketika melihat al- Imam Malik, barulah mereka semua diam. Dalam suasana tenang, al- Imam Malik mengatakan kepada Farrukh, “Wahai Syaikh, anda bisa mencari tempat lain selain di rumah ini”.

“Tetapi ini rumahku! Aku ini Farrukh maula Bani Fulan!”

Ibu Rabi’ah mendengar ucapan itu dari dalam rumah, bergegas dia keluar, “Benar, dia Suamiku dan ini anakku yang dia tinggalkan saat masih dalam kandungan”. Jelas Ibu Rabi’ah.

Mendengar penjelasan itu, mereka berdua saling berpelukan sambil menangis haru. Lantas mereka masuk ke dalam rumah.

“Ini anakku?” ujar Farrukh.

“Ya” Jawab ibu Rabi’ah.

“Mana Harta yang dahulu aku titipkan kepadamu? Aku membawa 4,000 dinar lagi” Tanya Farrukh.

“Harta itu sudah ku kubur, Nanti beberapa hari lagi aku keluarkan! Jawab ibu Rabi’ah.

Setelah itu Rabi’ah pergi keluar menuju masjid Nabawi. Di sana dia duduk di Halaqah Ilmu. Al- Imam Malik Rahimahullah dan para tokoh Madinah datang di majelisnya pula.

Di Rumahnya, ibu Rabi’ah berkata kepada Suaminya, “Pergilah! Shalatlah di Masjid Nabi Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam!”

Farrukh pergi Sholat di Masjid Nabawi. Di sana ia melihat majelis yang didatangi banyak orang. Dia datang mendekat. Orang- orang pun memberikan tempat baginya.

Rabi’ah menundukkan kepalanya agar tak terlihat oleh ayahnya. Saat itu ia memakai kopyah. Farrukh sedikit ragu melihatnya, “Siapa orang itu?” tanyanya kepada orang- orang di sebelahnya.

“Itu Rabi’ah bin Abi ‘Abdirrahman!” Jawab mereka.

“Allah telah memuliakan anakku” gumam Farrukh.

Lalu dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Farrukh berkata, “Aku telah melihat anakmu dalam keadaan yang belum pernah ku lihat dari seorang ahli ilmu dan fikih seperti itu”.

“Nah, mana yang lebih kau sukai, uang 30,000 dinar atau anak yang mempuanyai kedudukan seperti itu? Tanya Ibu Rabi’ah.

“Demi Allah! Tentu saja aku lebih menyukai anak itu!” Jawab Farrukh dengan pasti.

“Sesungguhnya aku telah menghabiskan uang itu untuk keperluan anakmu itu” kata Ibu Rabi’ah.

Farrukh pun mengatakan, “Demi Allah, engkau tidak menyia- nyiakannya!” (Tahdzibul Kamal, Biografi Rabi’ah bin Abi ‘Abdirrahman).

TUMBUH DALAM ASUHAN IBUNDA




TUMBUH DALAM ASUHAN IBU :
1. Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththalib Radhiyallahu 'Anha.
[oleh Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran [Secara Ringkas- Edt]

Ibu mempunyai peranan yang amat besar dalam perjalanan pembentukan pribadi anak. Karena itulah, Islam menganjurkan kepada para calon ayah untuk mencari istri- istri yang shalehah. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam bersabda,

“Utamakanlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan celaka”. (HR. al-Bukhari no. 5090, dan Muslim no. 1466).

Ibu yang Shalehah ini adalah seorang wanita yang mengerti hak- hak Rabb- nya, hak- hak Suami, dan anak- anaknya. Dia memahami peran dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini. Ibu yang shalehah inilah yang akan menjadi madrasah pertama bagi anak- anaknya. Dia akan menghiasi anak- anak dalam buaiannya dengan pembawaan dan akhlak yang mulia. Semua kebaikan pribadinya –dengan izin Allah ta’ala- akan membias dan memberikan pengaruh kepada anak- anaknya. Ia akan mengajarkan mereka Kitabullah, mengajak mereka berpegang dengan Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam.

Banyak Ibu yang Shalehah di masa para Shahabat dan para Salafush Shalih terdahulu, dan berikut ini hanya kami bawakan sebagiannya saja,

1. Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththalib Radhiyallahu 'Anha.

Inilah ibunda hawari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam, Zubair ibnul Awwam Radhiyallahu 'Anhu, Salah seorang Shahabat yang dijanjikan Surga oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam.

(Ketika terjadi perang Khandaq menghadapi Yahudi bani Quraizhah, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam mengatakan pada para Shahabat, “Siapa yang bisa mencari berita bani Quraizhah?” Seketika itu az- Zubair Radhiyallahu 'Anhu menjawab, “Saya!” . Dia pun pergi menunggang kudanya, lalu beberapa lama kemudian datang membawa berita tentang keadaan bani Quraizhah. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam menawarkan hal yang sama untuk kedua kalinya, lagi- lagi az- Zubair menjawab, “Saya!” begitu pula yang ketiga kalinya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam pun mengatakan, Setiap Nabi memiliki hawari (Shahabat Setia), dan hawariku adalah az- Zubair”. (HR. al-Bukhari no. 3719, dan Muslim no. 2415)).

Az- Zubair dikenal sebagai sosok yang pemberani sejak kecil, pernah suatu ketika terdengar desas- desus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam tertangkap oleh kaum musyrikin di dataran tinggi- Makkah. Desas- desus itu pun didengar oleh az- Zubair Radhiyallahu 'Anhu. Tanpa ragu az- Zubair yang saat itu masih berusia 12 tahun menghunus pedangnya, menuju tempat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam berada.

Orang- orang melihatnya dengan heran dan kagum, “Anak kecil menghunus pedang?” gumam mereka.

Di sana az- Zubair Radhiyallahu 'Anhu bertemu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam dalam keadaan tak kurang suatu apapun, justru beliau heran melihat az- Zubair tergopoh- gopoh sambil menghunus pedang, “Ada apa denganmu, wahai az- Zubair?”

“Aku mendengar engkau tertawan di dataran tinggi Makkah. Aku akan menebas orang yang menangkapmu dengan pedangku ini!” ujar az- Zubair.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam merasa kagum dengan jawaban az- Zubair, lalu beliau mendo’akan az- Zubair dan pedangnya.

Sifat pemberani ini terus melekat dalam diri az- Zubair Radhiyallahu 'Anhu hingga ia dewasa. Lebih- lebih saat az- Zubair berhadapan dengan musuh dalam medan pertempuran. Sifat yang selalu ditanamkan sejak kecil oleh sang ibu, Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththalib Radhiyallahu 'Anha.

Terkadang, Shafiyyah tak segan memukul az- Zubair untuk mendidiknya. Orang- orang yang melihatnya pun berkomentar, “kamu bisa membunuh anakmu! Kamu bisa membinasakan anakmu!” Shafiyyah menjawab, “Aku memukulnya semata- mata agar ia merangkak dan menghela pasukan yang menuju medan perang”.

(Siyaar a’laamin Nubalaa’- Biografi az- Zubair Ibnul Awwam Radhiyallahu 'Anhu).

To Be Continued..

ANJURAN MEMPERBANYAK BERDO'A KEPADA ALLAH




Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam bersabda,

“Tidaklah seorang muslim berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a yang di dalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan Silaturahmi, melainkan Allah akan memberikan kepadanya Salah satu dari 3 (tiga) kemungkinan, (yaitu)
(1) Dikabulkan segera do’anya itu, atau
(2) Dia akan menyimpan baginya di akhirat kelak, atau
(3) Dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya”.

Maka Para Shahabat pun berkata, “Kalau begitu kita memperbanyaknya”. Beliau bersabda, “Allah lebih banyak (memberikan pahala)”.

(HR. Ahmad III/ 18, al- Bukhari dalam al- Adabul Mufrad no. 710, al- Hakim I/ 493 dari Abu Sa’id al- Khudri, dishahihkan oleh Syaikh al- Albani dalam Shahiih al- Adabil Mufrad no. 547. Diriwayatkan juga oleh at- Tirmidzi no. 3573, dari ‘Ubadah bin ash- Shamit, Shahiihul Jaami' Bayaanil 'Ilmi Wa Fadhlihi (5678) dan Shahiih at- Tirmidzi III/ 181, Hasan Shahih).

Seorang hamba Sangat membutuhkan do’a setiap waktu untuk kepentingan dunia dan akhiratnya, karena itu setiap muslim dianjurkan untuk selalu berdo’a kepada Allah setiap Hari, Siang dan Malam.

Mudah- mudahan dengan kita berdo’a kepada Allah dengan ikhlas dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam, akan dimudahkan semua urusan kita, dijauhkan dari berbagai malapetaka, dan diberkahi usaha kita. Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin.

رَبّنَا ءَاتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّاَرِ

“Yaa Rabb kami, Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari Siksa Neraka” (QS. Al- Baqarah: 201) #sms- T#