Selasa, 29 November 2011

Pembatal- Pembatal Sedekah

Pahala Sedekah Dapat terhapus dan Batal apabila dilakukan pembatal- pembatalnya. Di antara pembatal- pembatal sedekah ialah:

1.Riya’

Riya’ dapat membatalkan sedekah jika ia menyertai sedekah tersebut. Dan allah Ta’ala telah mencela orang- orang yang bersedekah karena riya’ dalam firman- Nya (Yang Artinya):

“Dan (juga) orang- orang yang menginfakkan harnyata karena riya’ kepada orang lain (ingin dilihat dan dipuji), dan orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai temannya, maka (ketahuilah) dia (Setan itu) adalah teman yang sangat jahat. Dan apa (keberatan) bagi mereka jika mereka beriman kepada Allah dan hari Kemudian dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadanya? Dan Allah Maha Mengetahui keadaan mereka”. (QS. An- Nisaa’ : 38-39).


Dari Abu Hurairah Radhiallohu 'Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Allah Berfirman,

“Aku adalah Dzat yang paling tidak butuh sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amal di mana ia mempersekutukan Aku di dalamnya dengan selain- Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya itu”. (Shahih, HR. Muslim (No. 2985)).


Ada sebagian orang yang bersedekah karena Riya’ (ingin Dilihat manusia), Sum’ah (Ingin didengar manusia), dan berbangga- bangga dengan sedekahnya. Semua ini dapat menyebabkannya mendapatkan hukuman yang sangat keras pada hari Kiamat. Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda tentang tiga orang yang pertama kali Api Neraka dipanaskan untuknya, Salah Satunya adalah orang yang bersedekah, dan berinfak karena Riya’. Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“...Dan Orang yang diberikan kelapangan Rezeki dan berbagai macam harta bendam ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan- kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat- nikmat itu?’ ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan aku pasti melakukannya semata- mata karena-Mu’. Allah berfirman, “Engkau Dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)’. Kemudian (Malaikat) diperintahkan untuk menyeretnya di atas mukanya, lalu ia pun dilemparkan ke dalam Neraka”. (Shahih, HR. Muslim (No. 1905), Ahmad (II/ 322), an- Nasa-i (VI/ 23-24), al- Baihaqi (IX/ 168), dan al- Hakim (I/ 418-419)).



2. Menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan penerima Sedekah dapat membatalkan sedekah.

Allah Ta’ala berfirman,

“Perkataan yang Baik dan Pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun. Wahai orang- orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut- nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfaqkan hartanya karena riya’ (pamer) kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang kafir”. (QS. Al- Baqarah: 263- 264).


Dari Abu Dzarr Radhiallohu 'Anhu, dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda,

“Tiga Orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak melihat kepada mereka, tidak mensucikan mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih”.
Abu Dzar berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam membacakannya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Merugilah mereka. Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab,

“(Mereka adalah) Orang yang melabuhkan kainnya (sampai melewati mata kaki), Orang yang mengungkit- ungkit (Kebaikan), dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. (Shahih, HR. Muslim, No. 106)).


3. Sedekah dari Harta Ghulul (Harta rampasan perang yang diambil sebelum dibagikan oleh imam kaum muslimin) Tidak Diterima.

Dari Ibnu ‘Umar Radhiallohu 'Anhuma, dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda,

“Tidak diterima Sholat tanpa bersuci, dan sedekah dari Ghulul”. (Shahih, HR. Muslim, No. 224).


4. Sedekah dari Harta yang Haram.

Dari Abu Hurairah Radhiallohu 'Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa mengumpulkan harta yang Haram kemudian berseekah dengannya, maka tidak ada Ganjaran pahala di dalamnya, dan dia yang menanggung dosa (hukuman)nya”. (Hasan, HR. Ibnu Khuzaimah (No. 2471), Ibnu Hibban (No. 797 –Mawaariduzh Zham-aan), dan al- Hakim (I/ 390). Dihasankan oleh Syaikh al- Albani Rahimahullah dalam Shahiih at- Targhiib war Tarhiib (I/ 527. No. 880)).


Sumber: ‘Sedekah Sebagai Bukti Keimanan & Penghapus Dosa”. Hal. 125- 130. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor.

Rabu, 16 November 2011

Karena ziarah kubur dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, mengingat akhirat,

53. Bab: Ziarah Kubur

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menganjurkan untuk Ziarah kubur ke Pemakaman kaum Muslimin, karena Ziarah kubur mengandung banyak manfaat. Manfaat ziarah kubur antara lain: akan melembutkan hati, mengingatkan diri kita kepada kematian, dan mengingatkan negeri akhirat, sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam,

“Dahulu aku pernah melarang kalian untuk Ziarah kubur, sekarang Ziarahilah kubur, karena ziarah kubur dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, mengingat akhirat, dan janganlah kalian mengucapkan kata- kata kotor (di dalamnya)”.

HR. Al- Hakim (1/ 376) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiallohu 'Anhu dengan sanad yang Hasan. Lihat keterangan lebih lengkap dalam Ahkaamul Janaa-iz Wa Bidaa’uha (Hal. 227- 229) oleh Syaikh al- Albani Rahimahullah.


“Sesungguhnya dulu aku telah melarang kalian dari berziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, sesungguhnya pada ziarah kubur itu ada pelajaran (bagi yang hidup)”.

HR. Ahmad (III/ 38), al- Hakim (I/ 374- 375), dan al- Baihaqy (IV/ 77). Al- Hakim berkata, “Hadits Shahih sesuai dengan Syarat Muslim”, dan disepakati oleh adz- Dzahabi.


Mengenai perbuatan yang dilakukan orang di kuburan, dan ketika ziarah kubur ada tiga (3) macam (Mujmal Ushuul Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Fil Aqiidah, Hal. 16):

1. Ziarah yang disyari’atkan, yaitu Ziarah kubur dengan tujuan mengingat mati, akhirat, untuk memberikan Salam kepada ahli kubur, dan mendo’akan mereka atau memohonkan ampun untuk mereka. (# Peringatan: Tidak boleh memohonkan ampunan untuk orang Kafir, meskipun orang tua sendiri/ kerabat. Lihat dalilnya di QS. At- Taubah: 113)


2. Ziarah yang Diada- adakan (Bid’ah), tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid. Ini merupakan salah satu sarana perbuatan Syirik, di antaranya adalah ziarah ke kuburan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada- Nya di sisi kuburan., atau bertujuan untuk mendapatkan berkah, menghadiahkan pahala kepada ahli kubur, membuat bangunan di atas kuburan, mengecat, menembok, memberinya lampu penerang serta menulis nama di atas papan nisan.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

“Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melarang untuk menembok kuburan, duduk- duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya (atau ditambah tanahnya) (atau ditulis atasnya- ditulis nama pada nisannya).

HR. Muslim (No. 970 (94)), Abu Dawud (No. 3225), at- Tirmidzi (No. 1052), an- Nasa-i (IV/ 86), Ahmad (III/ 339, 399), al- Hakim (I/ 370), al- Baihaqy (IV/ 4) dari Shahabat Jabir bin ‘Abdullah Radhiallohu 'Anhuma. Tambahan pertama dalam kurung diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an- Nasa-i, tambahan kedua dalam kurung diriwayatkan oleh at- Tirmidzi dan al- Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh at- Tirmidzi dan al- Hakim. Lihat Ahkaamul Janaa-iz (hal. 260).


Juga termasuk perbuatan bid’ah bila menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan sengaja bepergian jauh untuk mengunjunginya. (Tentang masalah ini lebih lengkap dapat dilihat dalam Kitab Ahkaamul Janaa-iz wa Bida’uha Hal. 259- 294 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Rahimahullah, Fathul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh).

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda tentang larangan untuk mengadakan perjalanan dengan tujuan ibadah ke tempat- tempat selain dari tiga (3) tempat:

“Tidak boleh mengadakan Safar/ perjalanan (dengan tujuan beribadah) kecuali ke tiga masjid, yaitu: Masjidil Haram, dan Masjidku ini (Masjid Nabawi) Serta Masjid al- Aqsha”.

HR. Al- Bukhari (No. 1197, 1864, 1995), Muslim (No. 827), dan yang lainnya dari Shahabat Abu Sa’id al- Khudri Radhiallohu 'Anhu. Terdapat juga di Shahiih al- Bukhari (No. 1189), Muslim (No. 1397), dan yang lainnya dari Shahabat Abu Hurairah Radhiallohu 'Anhu. Hadits ini Shahih, Diriwayatkan dari beberapa Shahabat yang derajatnya Mutawatir, Lihat Irwaa-ul Ghaliil (III/ 226 No. 773).


3. Ziarah Kubur yang Syirik, yaitu Ziarah yang bertentangan dengan tauhid, misalnya mempersembahkan suatu macam ibadah kepada ahli kubur, seperti berdo’a kepadanya sebagaimana layaknya kepada Allah, meminta bantuan dan pertolongannya, berthowaf di sekelilingnya, menyembelih kurban, dan bernadzar untuknya dan lain sebagainya.

Seorang mukmin tidak boleh memalingkan ibadahnya kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, perbuatan ini adalah Syirkun Akbar dan mengeluarkan seseorang dari Islam bila sudah terpenuhi syaratnya dan tidak ada penghalangnya. Seluruh ibadah harus kita lakukan hanya kepada Allah Saja dengan ikhlas tidak boleh menjadikan kubur sebagai perantara menuju kepada Allah, karena ini adalah perbuatan orang Kafir Jahiliyah. (# Orang- orang Kafir menjadikan berhala sebagai perantara kepada Allah, lihat QS. Az- Zumar: 3).

Sesuatu yang menjadi Wasaa-il (Sarana) dihukumi berdasarkan tujuan dan sasaran. Setiap sesuatu yang menjadi sarana menuju Syirik dalam ibadah kepada Allah atau menjadi Sarana menuju bid’ah, maka wajib dihentikan dan dilarang. Setiap perkara baru (Dalam Agama, yang tidak ada dasarnya, tidak ada contohnya dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dan Para Shahabatnya) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.

Di muka bumi ini, tidak ada satu pun Kuburan yang mengandung berkah sehingga sia- sia orang yang sengaja ziarah menuju kesana untuk mencari berkah. Dalam Islam tidak dibenarkan sengaja mengadakan safar (perjalanan) siarah (dengan tujuan ibadah) ke kubur- kubur tertentu, seperti kuburan Wali, Kyai, Habib, dan lainnya dengan niat (tujuan) mencari keramat dan berkah serta mengadakan ibadah di sana. Hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan di dalam Islam, karena perbuatan ini adalah bid’ah merupakan sarana yang menjurus kepada kemusyrikan. Wallohu a’lam.

Sumber: Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah: Bab. 53: Ziarah Kubur. Hal. 439- 442. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka Imam Asy- Syafi’i. Jakarta.

(2). Ziarah Kubur Yang Disyari’atkan Oleh Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam.

Ziarah Kubur yang diSyari’atkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam kepada ummatnya meliputi: Pergi Ke Kuburan, membaca Salam kepada Ahli Kubur, dan mendo’akan mereka. Ziarah ini sama kedudukannya dengan Sholat Jenazah. Orang yang melakukan Sholat Jenazah pun bermaksud untuk mendo’akan mayit agar memperoleh Rahmat dan ampunan Alloh., dan ia mendapatkan pahala atas kebaikannya terhadap mayyit atau ahli kubur.

Adab- adab dan tatacara Ziarah kubur yang disyari’atkan di antaranya:

Peziarah disunnahkan keluar rumah menuju pekuburan dengan niat Ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala, tunduk hati dan merasa diawasi oleh Allah Azza Wa Jalla. Ia mengambil pelajaran dari orang- orang yang telah terlebih dahulu meninggal. Dengan demikian maka bacaan salam dan do’anya bagi mayyit untuk mendapatkan rahmat dan ampunan akan bermanfaat (bagi mayyit tersebut). Disunnahkan pula untuk tidak mengeraskan suara di kuburan, tidak banyak berkata- kata mengenai urusan dunia dan berbagai kesibukannya.

Begitu tiba di pekuburan, bersegeralah mengucapkan Salam kepada penghuninya dengan ucapan Salam yang diajarkan dalam hadits- hadits Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam yang Shahih, di antaranya:

Diriwayatkan dari Buraidah Radhiallohu 'Anhu,

السلام عليكم آهل الديار من المؤمنين والمسلمين

-

وانا ان شْآ الله بكم لاحقون –



نسأل الله لنا ولكم العافية


“Kesejahteraan atas kalian wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami Insya Allah akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah agar menyelamatkan kami dan kalian”.


HR. Muslim, Kitab al- Janaa-iz (35), Bab Maa Yuqaalu ‘inda Dukhuu-lil Qubuur Wad Du’aa-i li Ahlihaa (II/ 61, No. 975), Ahmad dalam al- Musnad (V/ 353, 359).


Atau dari jalur yang lain,

Riwayat Ibnu ‘Abbas Radhiallohu 'Anhuma,

السلام عليكم يا أهل القبور يغفرالله لنا ولكم أنتم سلفنا ونحن بالأثر

“Kesejahteraan atas kalian wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian adalah para pendahulu kami, sedangkan kami akan mengikuti jejak kalian”.

HR. At- Tirmidzi, kitab Al- Janaa-iz (59), bab Maa Yaquulur Rajulu idzaa Dakhal Maqaabira (III/ 369, No. 1053).


Atau dari

Riwayat ‘Aisyah Radhiallohu 'Anha,

السلام عليكم دار قوم مؤمنين – انتم لنا فرط – ونحن بكم لاحقون

اللهم لاتخرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم

“Kesejahteraan atas kalian wahai penghuni negeri kaum Mukminin, bagi kami, kalian adalah para pendahulu, dan kami akan menyusul kalian. Ya Allah, jangan halangi kami mendapatkan pahala (semisal) yang mereka dapatkan, dan janganlah Engkau turunkan fitnah kepada kami sepeninggal mereka”.

HR. Ibnu Majah dalam kitab Al- Janaa-iz (36), Bab Maa Jaa-a Fiimaa Yuqaalu idzaa Dakhalal Maqaabira (I/ 493, No. 1546). Wallahu a’lam.




Sumber: Tuntunan Praktis Ta’Ziyah dan Ziarah Kubur, Hal. 14- 22. Abu Muhammad Ibnu Shalil bin Hasbullah. Pustaka Ibnu Umar. Bogor.