Selasa, 31 Agustus 2010

LAILATUR QODAR [3]End

LAILATUR QODAR [3]End

Kedua, Kesalahan dalam perbuatan dan tingkah laku:
Kesalahan – kesalahan yang dilakukan sebagian orang pada Lailatul Qodar itu banyak sekali. Hampir tidak ada yang selamat , kecuali dijaga oleh Alloh. Di antara kesalahan- kesalahan tersebut:

1. Mencari- cari dan mengamati keberadaannya sehingga sibuk mengintai tanda- tanda Lailatul Qodar, sementara ibadah dan ketaatan terlalaikan.

Kita lihat di antara mereka ada yang sholat, banyak sekali mereka yang lupa membaca Al-Qur’an, dzikir, dan lupa mencari ilmu karena urusan ini. Anda dapati salah seorang yang shalih di antara mereka- menjelang terbitnya matahari- ia memperhatikan matahari, apakah siangnya terik atau tidak? Seharusnya orang- orang ini memperhatikan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Semoga (dengan dirahasiakannya waktu Lailatul Qodar ) menjadi lebih baik bagi kalian”.

Dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa malam itu tetap dirahasiakan.

Para ahli ilmu berkata, menarik kesimpulan dari sabda Nabi bahwa dirahasiakannya waktu Lailatul Qodar itu lebih utama.: “Hikmahnya adalah agar seorang hamba senantiasa bersungguh- sungguh dan memperbanyak amal pada tiap- tiap malam, dengan harapan agar bertepatan dengan Lailatul Qodar. Lain halnya jika Lailatul Qodar itu ditentukan, maka amal- amal itu hanya akan dilakukan pada satu malam itu saja, sehingga ia luput dari beribadah pada malam- malam lainnya, atau berkurang amalnya”.

Bahkan sebagian mereka menyimpulkan: Orang yang mengetahui (bahwa malam itu adalah) Lailatul Qodar, maka sebaiknya ia menyembuyikannya. Hal ini –berdasarkan dalil- bahwa Alloh pun telah mentakdirkan kepada Nabi- Nya untuk tidak memberitakan ketepatan waktunya. Padahal semua kebaikan terletak pada segala sesuatu yang telah ditakdirkan pada Nabi. Maka, disunnahkan untuk mengikuti beliau dalam hal ini, (yakni tidak memberitahukan tepatnya Lailatul Qodar tersebut).

Dari uraian tadi, dapat diketahui kekeliruan banyak orang yang giatnya mereka dalam sholat hanya dikhususkan pada malam ke dua puluh tujuh saja dengan memastikan atau seakan- akan memastikan, bahwa malam kedua puluh tujuh itulah malam Lailatul Qodar (!) kemudian mereka meninggalkan sholat dan tidak bersungguh- sungguh untuk berbuat taat pada malam- malam yang lainnya. Mereka menyangka bahwa hanya dengan menghidupkan malam kedua puluh tujuh ini maka mereka akan mendapatkan ganjaran ibadah lebih dari seribu bulan!!.



Kesalahan ini menjadikan banyak orang yang melampaui batas dalam berbuat ketaatan pada malam tersebut. Anda bisa lihat, sebagian dari mereka ada yang tidak tidur, bahkan mereka tidak bosan- bosannya sholat dengan memaksakan dirinya tidak tidur. Bahkan terkadang ada sebagian dari mereka yang memperlama berdiri dalam sholatnya, sambil berjuang keras melawan rasa kantuknya, Dan sungguh, kami pernah melihat sebagian dari mereka ada yang tidur ketika sujud!!.

Satu sisi, hal ini menyalahi petunjuk Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang memerintahkan kita untuk tidak melakukan ibadah seperti itu. Di sisi lain, memaksakan diri tersebut merupakan beban dan belenggu yang sebenarnya telah diangkat dari kita –dengan karunia dan Nikmat-Nya.

2. Sebagian kesalahan mereka pada malam ini (Lailatul Qodar ),yaitu sibuk mengatur acara seremonial.

Mereka sibuk berpidato, dan memberikan kata sambutan. Sebagian lagi disibukkan dengan lantunan nasyid- nasyid dan puisi, meninggalkan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Alloh ta’ala. Anda saksikan, ada orang yang dengan semangatnya bekeliling ke masjid- masjid menyampaikan berita- berita aktual, serta bagaimana pemecahannya..! kegiatan itu membuat malam yang seharusnya digunakan sesuai dengan apa yang dimaksudkan syari’at, telah keluar dari keharusan yang semestinya.

3. Sebagian dari kesalahan mereka adalah melakukan ibadah yang dikhususkan han ya di malam itu saja. Seperti sholat yang dinamakan sholat Lailatul Qodar.

Sebagian lagi terus- menerus mengerjakan sholat tasbih berjamaah tanpa dalil, sebagian lagi melaksanakan sholat hifdzul Qur’an di malam itu- dengan sangkaan mengambil berkah malam itu padahal tidak ditetapkan dalam Syari’at.

Kesalahan- kesalahan dan kekeliruan yang berkaitan dengan Lailatul Qodar –yang terjadi pada banyak orang- sangat beragam dan banyak sekali. Seandainya kita hitung dan kita bahas, tentu akan menjadi pembicaraan yang panjang.
Apa yang kami kemukakan di sini, hanya secuil saja. Semoga bermanfaat bagi para penuntut ilmu, mereka yang meginginkan kebenaran dan para penliti amal- amal yang tepat sesuai dengan dalil. Wallohu A’lamu.

Sumber: ‘Panduan Praktis Puasa, I’tikaf, Lailatul Qodar, Zakat Fitrah, ‘Idul Fithri, ‘Idul Adh-ha & Kurban berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih: Kompilasi 4 Ulama: Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza-iri, Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani’. Hal. 51-54 Pustaka Ibnu Umar, Bogor



Senin, 30 Agustus 2010

Lailatul Qodar [2]

BEBERAPA KESALAHAN KAUM MUSLIMIN SEPUTAR LAILATUL QODAR

Kesalahan- kesalahan dan kekeliruan- kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam hal puasa dan sholat tarawih sangat banyak, baik dalam hal keyakinan, hukum, maupun prakteknya. Di antara mereka ada yang mengira –bahkan meyakini- beberapa perkara yang bukan dari Islam, dianggap sebagai rukun Islam. Mereka mengganti sesuatu yang rendah (dalam pandangan mereka) dengan sesuatu yang lebih baik (menurut pandangan mereka), seperti sifat orang- orang yahudi [Ketika mereka meminta bawang merah, bawang putih, dan lain- lain yang menurut prasangka mereka lebih baik sebagai pengganti dari Manna dan Salwaa yang menurut pandangan mereka rendah]. Padahal Nabi melarang kaum muslimin untuk menyerupai mereka. Bahkan beliau menekankan agar kaum muslimin senantiasa menyelisihi mereka (dalam segala hal).

Sebagian kesalahan itu terjadi seputar Lailatul Qodar. Ada dua macam kesalahan:
Pertama, kesalahan dalam pola pikir dan keyakinan. Di antaranya:
1.Sebagian orang berkeyakinan bahwa Lailatul Qodar itu memiliki tanda- tanda yang terjadi pada sebagian orang.

Lalu orang- orang ini menyusun khurafat dan fantasi, seakan- akan mereka melihat cahaya dari langit, atau dibukakan bagi mereka satu celah dari langit, dan seterusnya.

Semoga Alloh merahmati Ibnu Hajar, karena beliau menyebutkan dalam Fat-hul Baari (IV/ 266), bahwa hikmah disembunyikannya Lailatul Qodar adalah agar bersungguh-sungguhan dalam meraihnya. Lain halnya jika malam Qodar tersebut telah ditentukan, maka mereka hanya akan bersungguh- sungguh pada malam itu saja.

Kemudian Ia (Ibnu Hajar Rahimahulloh) mencuplik dari ath-Thabari, bahwa beliau memilih pendapat yang menyatakan bahwa tanda- tanda itu bukan syarat mutlak. Seseorang yang meraih keutamaan Lailatul Qodar itu tidak harus melihat tanda atau mendengar sesuatu.



Ath-Thabari berkata: “Dengan dirahasiakannya Lailatul Qodar maka terbuktilah kebohongan orang yang menetapkan bahwa pada malam tertentu akan terlihat apa yang tidak terlihat di malam- malam yang lainnya di tahun itu. Jika benar bahwa Lailatul Qodar itu memiliki tanda- tanda yang terjadi pada sebagian orang, tentu Lailatul Qodar itu akan nampak bagi setiap orang yang menghidupkan malam- malam selama setahun, terutama pada malam Ramadhan”.

2. Sebagian orang mengatakan bahwa Lailatul Qodar itu sudah tidak ada lagi.
Al-Mutawalli, seorang ulama madzhab Syafi’i menghikayatkan dalam kitab at-Tamimah bahwapernyataan itu berasal dari kaum Rafidhah (Syi’ah), sedangkan al-Fakihani dalam Syarhul ‘Umdah menceritakan bahwa faham itu berasal dari madzhab Hanafi.

Pemahaman ini merupakan satu pemahaman yang rusak dan kekeliruan yang busuk, yang berasal dari kesalahpahaman terhadap sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika ada dua orang yang saling mengutuk di malam Lailatul Qodar, di mana beliau bersabda:

“Sesungguhnya Lailatul Qodar itu sudah terangkat”.

Pengambilan kesimpulan dari dalil di atas tertolak dari dua sisi:
Pertama, para ulama mengatakan bahwa maksud ‘terangkat’ di sini adalah dari hati. Beliau lupa karena perhatiannya dialihkan oleh dua orang yang bertengkar. Pendapat lain mengatakan bahwa maksudnya adalah barokahnya pada tahun itu terangkat, bukan Lailatul Qodar itu sendiri yang diangkat.

Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan Imam ‘Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya (IV/ 252), dari ‘Abdulloh bin Yuhnus, dia berkata, “Aku berkata kepada Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu, “Mereka mengira bahwa Lailatul Qodar itu sudah tidak ada lagi”, Maka Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu berkata, “Orang yang mengatakan hal itu telah berbohong”.

Kedua, Kumuman hadits yang berisi motivasi untuk menghidupkan Lailatul Qodar dan penjelasan mengenai keutamaannya. Misalnya hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhori dan lainnya, Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa berdiri (ibadah) di malam Lailatul Qodar dengan iman dan mengharapkan pahala-Nya, maka diampuni dosa- dosanya yang telah lalu. [Muttafaqun ‘Alaih].

Imam an-Nawawi Rahimahulloh berkata, “Ketahuilah, bahwa Lailatul Qodar itu ada. Lailatul Qodar itu terlihat dan dapat dibuktikan oleh siapapun yang dikehendaki dari keturunn Adam. Hal ini terjadi setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana telah dijelaskan oleh hadits- hadits tentang hal ini. Apa yang dilihat oleh orang- orang shalih tersebut mengenai Lailatul Qodar sangat banyak”.

Saya (Syaikh Masyhur) katakan: “Memang, kemungkinan diketahuinya Lailatul Qodar itu ada. Banyak tanda- tanda yang telah diberitahukan oleh Nabi, bahwa Lailatul Qodar adalah satu malam di antara malam- malam Ramadhan, dan mungkin inilah yang dimaksud oleh ‘Aisyah pada hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang dishahihkan oleh beliau.

‘Aisyah Radhialloohu 'Anha berkata: “Aku katakan, ‘Wahai Rasululloh, jika aku mengetahui malam Lailatul Qodar, maka apa yang harus saya ucapkan pada malam itu?’

Dalam hadits ini [sebagaimana dikatakan oleh imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar (III/ 303) terdapat dalil bahwa Lailatul Qodar mungkin diketahui dan dapat dibuktikan keberadaannya”.

Az- Zurqani dalam Syarhul Muwaththa’ (II/ 491) berkata: “Barangsiapa yang menyangka bahwa makna ‘Sudah Terangkat’- yang terdapat dalam hadits di atas, yakni sudah tidak ada lagi, maka dia salah. Karena jika demikian, maka kaum muslimin tidak akan diperintahkan untuk mencarinya”.

Pengertian ini diperkuat oleh pernyataan dalam kelanjutan hadits tersebut, yakni, “...dan barangkali itu akan menjadi lebih baik bagi kalian”. Karena dirahasiakannya waktu Lailatul Qodar itu membawa orang untuk terus menerus melaksanakan Qiyamul Lail sebulan penuh. Berbeda jika pengetahuan tentang waktunya dapat diketahui secara pasti”. Maka Lailatul Qodar tetap ada sampai hari Kiamat, sekalipun mengenai kapan tepatnya, maka hal ini tetap dirahasiakan. Artinya, keberadaannya tidak dapat menghilangkan kesamaran dan ketidakjelasan tentang kapan waktunya.

Meskipun ada pendapat yang kuat bahwa Lailatul Qodar ada pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan adapula dalil- dalil yang kuat bahwa malam tersebut adalah malam kedua puluh tujuh, akan tetapi memastikannya sampai pada derajat yakin adalah sulit. Wallohu A’lam.

Sumber: ‘Panduan Praktis Puasa, I’tikaf, Lailatul Qodar, Zakat Fitrah, ‘Idul Fithri, ‘Idul Adh-ha & Kurban berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih: Kompilasi 4 Ulama: Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza-iri, Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani’. Hal. 45-51 Pustaka Ibnu Umar, Bogor.

Jumat, 27 Agustus 2010

LAILATUL QODAR [1]

LAILATUL QODAR [1]

DEFINISI:
[Syarhun Nawawi ‘Alaa Muslim, Bab: Fadhlu Lailatil Qadr wal Hatstsi ‘Alaa Thalabiha..” (IV/ 187)].

Para Ulama berkata: “Dinamai Lailatul Qodar Karena pada malam itu Malaikat diperintahkan untuk menulis takdir- takdir, rizqy, dan ajal yang ada pada tahun itu”. Sebagaimana diterangkan dalam Firman Alloh Ta’ala:

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”. (QS. Ad-Dukhaan: 4)

[Yang dimaksud dengan urusan yang penuh hikmah adalah perkara- perkara yang ditetapkan, karena Alloh Ta’ala pada malam tersebut menetapkan apa yang akan terjadi di tahun itu, hal-hal yang berkaitan dengan hidup, mati, kelapangan, kesempitan, kebaikan, keburukan, dan lain- lain. Inilah pendapat mujahid, Qatadah, al- Hasan dan selain mereka. Lihat Tafsir Fat-hul Qadiir karya asy-Syaukani].

Dan Firman Alloh Ta’ala:

“Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan”. (QS. Al-Qadar: 4).

Ada juga yang mengatakan bahwa dinamai Lailatul Qodar karena kadar, derajat, atau kemuliaannya yang Agung.

KEUTAMAANNYA:
Malam Lailatul Qodar adalah malam yang paling utama dalam setahun, berdasarkan firman Alloh Ta’ala:



“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. (QS. Al-Qodar: 1-5)

[Malam kemuliaan dikenal dengan malam Lailatul Qodar, artinya suatu malam yang penuh kemuliaan dan kebesaran. Inilah pendapat az-Zuhri. Ada juga yang mengatakan karena ketaatan pada malam itu demikian mulia dan agung, serta mendapatkan pahala yang besar. Lihat Tafsir Fat-hul Qadiir karya asy-Syaukani].

Ibnu Abbas Radhialloohu 'Anhuma mengatakan bahwa Alloh Ta’ala pada malam itu menurunkan Al-Qur’an secara global dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kemudian turun secara berangsur-angsur sesuai dengan keperluan selama 23 tahun kepada Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Apa yang anda ketahui tentang keutamaan malam Lailatul Qodar dan ketinggiannya, maka yang demikian itu hanya Alloh saja yang tahu. Lailatul Qodar adalah malam yang penuh berkah. Pada malam itulah Al-Qur’an pertama kali diturunkan, untuk memulai periode kenabian, cahaya dan petunjuk. Malam itu lebih baik dari seribu bulan di bulan- bulan semasa jahiliyah, yang ketika itu manusia sedang bergelimang gelapnya kemusyrikan dan paganisme. Di malam itulah para Malaikat turun kepada Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Jibril menyerupakan dirinya di hadapan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk menyampaikan wahyu. Dan penyerupaan ini dengan izin Alloh Ta’ala. Malam itu seluruhnya adalah keselamatan, keamanan, dan kebaikan bagi para kekasih Alloh dan ahli ketaatan. Begitulah sejak awal malam hingga terbit fajar. [Aisarut Tafaasiir (I/ 603)].

WAKTU

Al-Qadhi berkata: “Para ulama berbeda pendapat mengenai waktunya. Sekelompok mengatakan bahwa waktunya berbeda- beda dari tahun ke tahun, dan dengan pemahaman seperti ini, maka hadits- hadits yang menerangkan waktunya dapat dipertemukan. Setiap hadits membawakan salah satu dari waktu- waktu tersebut, sehingga tidak saling bertentangan antara hadits yang satu dengan hadits lainnya. Seperti inilah pendapat Malik, ats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan yang Lainnya.Mereka mengatakan bahwa waktu tersebut berpindah-pindah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Ada juga yang berpendapat bahwa setiap tahun Lailatul Qodar itu tetap pada malam tertentu tidak berubah-ubah...” [Syarhun Nawawi ‘Alaa Muslim, Bab Fadhlu Lailatil Qadr Wal Hatstsi ‘Alaa Thalabiha..(IV/ 187)].



An-Nawawi Rahimahulloh mengemukakan pendapat yang sangat banyak. Yang dalam hal ini memperkuat kesimpulan bahwa waktu Lailatul Qodar itu dirahasiakan oleh Alloh. Banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan waktu tertentu, dan tidak menetapkan salah satunya saja, menunjukkan bahwa tujuan utama adalah agar kaum muslimin senantiasa bersungguh- sungguh untuk beribadah di setiap waktu. Di antara dalil- dalil tersebut adalah sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:

“Carilah Lailatul Qodar pada sepuluh hari terakhir”. (HR. Muslim).

TANDA-TANDANYA
Ubay bin Ka’ab Radhialloohu 'Anhu berkata:
“Demi Alloh, saya sungguh mengetahui malam yang mana itu. Yakni malam Lailatul Qodar yang Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan kita untuk berdiri shalat padanya. Yakni malam keduapuluh tujuh. Adapun tandanya, matahari terbit pada esok harinya berwarna putih, tidak ada pancarannya”. (HR. Muslim).

DZIKIR YANG DIBACA
‘Aisyah Radhialloohu 'Anha berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasululloh, bagaimana pendapatmu, jika saya mengetahui malam yang mana Lailatul Qodar tersebut, apa yang harus aku ucapkan?’ Maka Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Katakanlah:

ALLOOHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNIIY
“Ya Alloh, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, dan menyukai memaafkan, Maka maafkanlah aku”.
[Muttafaqun ‘Alaih].

HIKMAH DIRAHASIAKANNYA LAILATUL QODAR
Hikmah terpenting dirahasiakannya Lailatul Qodar adalah agar seorang muslim senantiasa tetap bersemangat untuk mencarinya dengan menghidupkan seluruh malam bulan Ramadhan, terutama di sepuluh malam terakhir.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhialloohu 'Anha, ia berkata: “Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam apabila memasuki sepuluh hari terakhir bukan Ramadhan, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya”. [Muslim, No. 2844].

Diriwayatkan pula dari ‘Aisyah Radhialloohu 'Anha, ia berkata: “Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, melebihi dari biasanya di hari-hari yang lain”. [Muslim, No. 2845].

Dalam hadits Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda:
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala-Nya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa berdiri (ibadah) di malam Lailatul Qodar dengan iman dan mengharapkan pahala-Nya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. [Muttafaqun ‘Alaih].

Sumber: ‘Panduan Praktis Puasa, I’tikaf, Lailatul Qodar, Zakat Fitrah, ‘Idul Fithri, ‘Idul Adh-ha & Kurban berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih: Kompilasi 4 Ulama: Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza-iri, Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani’. Hal. 39-45. Pustaka Ibnu Umar, Bogor.

Kamis, 26 Agustus 2010

ANJURAN MENERIMA PENGEMBALIAN BARANG DARI PEMBELI YANG MENYESAL

ANJURAN MENERIMA PENGEMBALIAN BARANG DARI PEMBELI YANG MENYESAL

Dari Abu Hurairoh Radhiallohu ‘anhu, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang memafkan seorang muslim atas pembatalan pembeliannya, niscaya Alloh mengampuni kesalahan-kesalahannya pada Hari Kiamat”.

Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, dan ini adalah lafadz riwayatnya. Dan juga oleh al-Hakim dan ia mengatakan, “Shahih berdasarkan syarat Muslim”.

Dan di dalam riwayat lain milik Ibnu Hibban disebutkan:

“Barangsiapa yang memaafkan seorang muslim akan kekhilafan- kekhilafannya, niscaya Alloh memaafkan kehilafan- kehilafannya pada Hari Kiamat”.

Shahih, Sumber: Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Kitab Jual Beli. Hadits No. 1758 1A-B. Hal. 80.

Dari Abi Syuraih Radhiallohu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda,

“Barangsiapa yang memaafkan saudaranya karena pembatalan atas pembeliannya, niscaya Alloh memaafkan kehilafan- kekhilafannya pada hari Kiamat”.

Shahih Lighairihi, Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al- Mu’jam al- Ausath, sedangkan para perawinya Tsiqah.

Sumber: Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Kitab Jual Beli. Hadits No. 1759- 2. Hal. 81.


Rabu, 25 Agustus 2010

DO'A- DO'A KETIKA DALAM KESULITAN

DO'A- DO'A KETIKA DALAM KESULITAN

Rasululloh shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Apabila salah seorang diantara kalian dilanda kecemasan/ kesempitan hidup, maka hendaklah ia berkata:

ALLOOHU ROBBII LAA USYRIKU BIHI SYAI-AA

'Alloh Tuhanku, aku tidak mempersekutukan Engkau dengan sesuatupun'

Hasan, HR. Thabrani dalam al-Ausath dari 'Aisyah, Jami'ush Shaghir: 348.


‎"Barangsiapa merasa cemas, sedih, sakit, atau kekurangan lalu mengucapkan:

ALLOOHU ROBBII LAA SYARIIKA LAHU

'Alloh Tuhanku, tiada sekutu bagi-Nya'

maka Alloh akan melenyapkan perasaan2 tersebut dari dirinya"

Hasan, HR. Thabarani dari Asma' binti 'Umais, Jami'ush Shaghir: 6040.



‎"Apabila kecemasan dan kesedihan menimpa, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdo'a:

YAA KHAYYU YAA QOYYUUMU BIROHMATIKA ASTAGHIITSU

'Wahai Tuhan yg Maha Hidup, Wahai Tuhan yg Maha Berdiri Sendiri, hanya dengan Rahmat-Mu aku memohon perlindungan".

Hasan, HR. Hakim dari Ibnu Mas'ud, Jami'ush Shaghir: 4791.



‎"Apabila disusahkan oleh suatu perkara, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdo'a:

YAA KHAYYU YAA QOYYUUMU BIROHMATIKA ASTAGHIITSU

'Wahai Tuhan yg Maha Hidup, Wahai Tuhan yg Maha Berdiri Sendiri, hanya dengan Rahmat-Mu aku memohon perlindungan'

Hasan, HR. Tirmidzi dari Anas bin Malik, Jami'ush Shaghir: 4777.

Sumber: Dzikir Do'a Shahih dari Shahih Adabul Mufrad - Jami'ush Shaghir. Hal 96- 97. Syaikh al-Albaniy. Media Hidayah.

Senin, 16 Agustus 2010

Keutamaan Silaturahmi [Resume]

Keutamaan Silaturahmi

Rasululloh Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”.

Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhori No. 5986, dan Muslim No. 2557 (21), dari shahabat Anas bin Malik Radhialloohu ‘anhu.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari Radhialloohu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasululloh Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, “Wahai Rasululloh, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang dapat memasukkanku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari Neraka,” Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Engkau beribadah kepada Alloh dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menyambung Silaturahmi”.

Shahih, Diriwayatkan oleh al-Bukhori No. 1396, Muslim No. 13.


Sumber: Wasiat Nabi kepada Abu Dzarr al-Ghifari Radhiallohu 'anhu, Hal. 68-70. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at-Taqwa.



Imam Ibnu Manzhur Rahimahulloh berkata tentang Silaturahmi, “al-Imam Ibnul Atsir Rahimahulloh berkata,

“Silaturahmi adalah ungkapan mengenai PERBUATAN BAIK KEPADA KARIB KERABAT KARENA HUBUNGAN SENASAB ATAU PERKAWINAN, berlemah lembut kepada mereka, menyayangi mereka, memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga kita harus berbuat baik kepada mereka meskipun mereka jauh dan mereka berbuat jahat kepada kita. Sedangkan yang dimaksud dengan memutus Silaturahmi adalah lawan dari hal itu semua.

(Lisaanul ‘Arab (XV/ 318) Asalnya beliau menukil dari an-Nihayah Fii Ghariibil Hadiits (V/ 191-192).

Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

“Orang yang menyambung kekerabatan bukanlah orang yang membalas kebaikan, tetapi orang yang menyambungnya adalah orang yang menyambung kekerabatannya apabila diputus”.

Shahih, Diriwayatkan oleh al-Bukhori No. 5991, Abu Dawud No. 1697, dan at-Tirmidzi No. 1908, dari Shahabat ‘Abdulloh bin ‘Amr Radhiallohu 'anhuma.

Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

“Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang berbuat jahat (memusuhi) kepada kita”.

Shahih, Diriwayatkan oleh al-Humaidi No. 328, Ibnu Khuzaimah No. 2386, dan al-Hakim (I/ 406) dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abi Mu’ath Radhiallohu 'anha. Lihat Irwaa-ul Ghaliil No. 892.

Sumber: Wasiat Nabi kepada Abu Dzarr al-Ghifari Radhiallohu 'anhu, Hal. 51-53. Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at-Taqwa

Sabtu, 14 Agustus 2010

Anjuran Bersabar di Saat Senang Maupun Susah. [Wasiat 21]


Anjuran Bersabar di Saat Senang Maupun Susah. [Wasiat 21]

Diriwayatkan dari Shuhaib bin Sinan Radhialloohu 'anhu, ia berkata Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin, semua urusannya baik baginya dan hal ini tidaklah dimiliki oleh selain dia. Apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya".

[Shahiih, diriwayatkan oleh Muslim No. 2999, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. VIII/ 130, Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd no. II/ 92, Ahmad no. V/ 24, Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir no. III/ 39, asy-Syuyuthi dalam ad-Durr al-Mantsur no. I/ 154.]

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhialloohu 'anhuma, ia berkata: Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Seorang muslim yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada muslim yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak sabar atas gangguan mereka"

Dalam wasiat ini Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa sabar kedudukannya sangat agung dalam agama. Bagaimana tidak, semua perkara agama hanya bisa ditegakkan dengan kesabaran. Sabar dalam hal melaksanakan ketaatan kepada Alloh, dan sabar dalam menjauhi perkara-perkara yang diharamkan oleh Alloh, dan sabar dalam menerima takdir Alloh.

Orang sabar adalah orang yang beruntung karena ia telah mentaati Alloh dan mengharap pahala di sisi-Nya. Keluh kesah dan kekesalan tidaklah dapat merubah takdir serta hanya merugikan diri sendiri.



Sungguh Indah apa yang dikatakan oleh 'Ali bin Abi Thalib Radhialloohu 'anhu berikut ini:

"Janganlah kalian tertipu dengan kehidupan dunia. Karena dunia hanyalah tempat yang dikelilingi dengan bala' dan ujian, dikenali dengan kefanaan, disifati dengan tipu daya. Semua yang ada di atasnya akan hilang. Kenikmatannya dipergulirkan kepada penghuninya, terus berganti peristiwanya, tak seorangpun yang akan luput dari keburukannya. Kebahagiaan dan kesenangan penghuninya akan berganti dengan bala' dan musibah. Keadaannya terus berubah-ubah. Berputar bagaikan roda pedati. Kehidupan di dalamnya tercela, harapan di dalamnya tidak abadi. Penghuninya hanyalah sebagai target sasaran panah dunia dan merenggut mereka dengan kematiannya. Setiap kematian di dalamnya sudah ditakdirkan oleh Alloh dan seluruh langkah di dalamnya sudah ditentukan". Walloohu a'lamu.

Sumber: 58 Wasiat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepada setiap Muslim. Hal. 74-76. Syaikh Usamah Na'im Musthafa. Terjemah: Ust. Abu Ihsan al-Atsary. Daar An-Naba'

Jumat, 13 Agustus 2010

Sebab-sebab masuk Surga Dalam Tuntunan as-Sunnah [1]

Sebab-sebab masuk Surga Dalam Tuntunan as-Sunnah [1]

[1] Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dan beramal sesuai dengan tuntutan kandungannya.

Dari 'Ubadah bin ash-Shamit, Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Alloh semata, yang tiada sekutu baginya, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa 'Isa adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan roh dari-Nya, dan bahwa Surga itu benar, dan Neraka itu benar, niscaya Alloh akan memasukkannya ke dalam Surga dengan perbuatan yang telah dikerjakannya".

(HR. al-Bukhori dan Muslim dalam Shahiihul Bukhori, Kitab 'Ahaadiitsul Anbiyaa', Bab: 'Firman Alloh Subhaanahu wa Ta'ala: "Wahai Ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agama kalian". (VI/ 474, No. 3455), dan Shahiih Muslim, Kitab 'Al-Iimaan', Bab "Ad-Daliil 'ala man Maata 'Alat Tauhiid Dakholal Jannah". (I/ 57, No. 28).




Dari Abu Dzarr, Ia berkata bahwa Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba yang mengatakan 'Laa Ilaaha Illallaah" kemudian ia wafat atas kalimat tersebut, melainkan ia akan masuk Surga. Aku (Abu Dzarr) bertanya: 'Walaupun Ia berzina dan mencuri?!' Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Walaupun ia berzina dan mencuri". Aku berkata lagi: 'Walaupun Ia berzina dan mencuri?!' Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Walaupun ia berzina dan mencuri".- demikian sebanyak tiga kali- kemudian pada kali yang keempat Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Walaupun ia berzina dan mencuri, meskipun Abu Dzarr tidak menyukainya". (HR. al-Bukhori, Muslim).

Dalam Kitab Fathul Baari, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan :'Maksud dari kalimat 'Laa Ilaaha Illallaah" dalam hadits ini dan pada hadits yang lainnya adalah dua kalimat syahadat. Dalam hal ini tidak disebutkannya Syahadat Risalah (Yaitu bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sebagai Rasululloh) bukanlah sebuah masalah. Ibnul Munir berkata: 'Kalimat Laa ilaaha Illallaah adalah sebuah istilah yang dipakai untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dalam syari'at".

Sumber: 62 Amalan Pembuka Pintu Surga. Bab 1. Hal. 8 -11. 'Abdulloh bin 'Ali al-Ju'aitsin. Pustaka Imam Asy-Syafi'i.


Selasa, 10 Agustus 2010

Keutamaan Ridho Kepada Alloh 'Azza Wa Jalla Dan Rasul- Nya Shalallaahu 'Alaihi Wa Sallam Serta Agama Islam

Keutamaan Ridho Kepada Alloh 'Azza Wa Jalla Dan Rasul- Nya Shalallaahu 'Alaihi Wa Sallam Serta Agama Islam.

Dari 'Abbas bin 'Abdil Muththalib Radhialloohu 'anhu, bahwa dia telah mendengar Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Akan merasakan kelezatan/ kenikmatan iman, orang yang ridho kepada Alloh 'azza Wa Jalla sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (Nabi) Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasul-Nya". (Shahih, HR. Muslim No. 34)



Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan ridho kepada Alloh 'Azza Wa Jalla, Rasul-Nya, dan agama Islam, bahkan sifat ini merupakan pertanda benar dan sempurnanya keimanan seseorang. (Lihat Kitab 'Syarh Shahih Muslim' (2/2) dan 'Tuhfatul Ahwadzi' (7/ 311).

Imam an-Nawawi Rahimahulloh ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata:


'Orang yang hanya menghendaki (ridho) Alloh Subhanahu wa ta'ala, dan hanya menempuh jalan agama Islam, serta tidak beribadah kecuali dengan petunjuk syari'at (yang dibawa oleh) Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam , tidak diragukan lagi orang yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata). (Lihat Kitab 'Syarh Shahih Muslim' (2/ 2).

Beberapa Faedah penting yang terkandung di dalam hadits ini:
1. Arti 'Ridho kepada sesuatu' adalah merasa cukup dan puas dengannya, serta tidak menginginkan selainnya. (Lihat Kitab 'Syarh Shahih Muslim' (2/ 2).

2. Arti 'Merasakan kelezatan/ kemanisan iman' adalah merasakan kenikmatan ketika mengerjakan ibadah, dan ketaatan kepada Alloh 'Azza Wa Jalla, bersabar dalam menghadapi kesulitan dalam (mencari) ridho Alloh dan Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan mengutamakan semua itu di atas balasan duniawi, disertai dengan kecintaan kepada Alloh 'Azza Wa Jalla dan Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan melakukan (segala) perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (Lihat Kitab 'Tuhfatul Ahwadzi' (7/ 312)).



3. Makna 'Ridho kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala Sebagai Rabb' adalah ridho kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan dicegah-Nya. Inilah syarat untuk mencapai tingkatan ridho kepada-Nya sebagai Rabb secara utuh dan sepenuhnya. (Lihat Kitab 'Fiqhul Asma-il Husna' Hal. 81)

4. Makna 'Ridho kepada Islam sebagai agama' adalah merasa cukup dengan mengamalkan syariat Islam dan tidak akan berpaling kepada selain Islam. Demikian pula Ridho kepada Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasul, artinya hanya mencukupkan diri dengan mengikuti petunjuk dan Sunnah Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Alloh 'Azza Wa Jalla, serta tidak menginginkan petunjuk selain petunjuk dan Sunnah beliau Shallallaahu 'alaihi wa sallam. ( Lihat Kitab 'Faidhul Qadiir' (3/ 557).

5. Sifat yang mulia inilah yang dimiliki oleh para Shahabat Rasululloh Shallallaahu 'alaihi wa sallam , generasi terbaik ummat ini, yang semua itu mereka capai dengan taufik dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala sebagai mana dalam firman-Nya:



"Tetapi Alloh menjadikan kamu sekalian (wahai para shahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan perbuatan maksyiat. Mereka itulah orang- orang yang mengikuti jalan yang lurus". (QS. Al- Hujurot: 7).

Juga mereka yang disebutkan dlaam hadits Shahih:
"Memang demikian (keadaan) iman ketika kemanisan/ kelezatan iman itu telah masuk dan menyatu ke dalam hati manusia (para Shahabat)". (Shahih, HR. al-Bukhori No. 07).


Sumber: Majalah As-Sunnah Rubrik: Fadhoil_ Baituna. Hal 06-07. Edisi Agustus - September 2010/ Ramadhan -Syawwal 1431H.