Selasa, 31 Januari 2012

Istri Shalihah Wanita Penghuni Surga.

Dari Ibnu Abbas Radhiallohu 'Anhuma, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Maukah kuberitahukan kepada kalian laki- laki penghuni Surga?” Para Shahabat mengatakan, “Tentu Saja kami mau, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Nabi itu di Surga, Lelaki yang sampai derajat Shiddiq itu di Surga. Orang yang gugur sebagai syahid itu di Surga. Bayi yang meninggal ketika belum baligh itu di Surga. Seorang yang mengunjungi rumah saudaranya sesama muslim yang terletak di ujung kota dan kunjungan tersebut semata- mata karena Allah itu di Surga”.

Sedangkan wanita penghuni Surga adalah wanita yang romantis dengan suaminya, subur, suka memberi manfaat kepada suaminya, wanita yang jika suaminya marah kepadanya dialah yang datang menemui suaminya lalu dia letakkan tangannya di tangan suaminya sambil mengatakan, “Aku tidak bisa tidur memejamkan mata hingga engkau ridha kepadaku”.




(HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 8732, dan dinilai Shahih oleh Syaikh al- Albani dalam Silsilah al- Ahaadiits ash- Shahiihah, No. 287).

Sumber: Majalah Al- Furqan. Edisi 7 / XI/ Shafar 1433H. Hal. 26. Rubrik ‘7 Faedah Seputar Pernikahan’ oleh Ust. Aris Munandar Hafizhahullah.

Minggu, 08 Januari 2012

KISAH TENTANG TUKANG BESI YANG TIDAK DAPAT TERBAKAR API

Salah seorang yang shalih menceritakan,

“Aku pernah masuk ke kota Mesir, di sana aku melihat seorang tukang besi sedang mengeluarkan besi dari perapian besar dengan menggunakan tangannya kemudian ia membalikkannya di atas perapian. Anehnya tukang besi tersebut tidak merasakan sakit atau panas sedikitpun!”.


Melihat kejadian yang mengagumkan itu aku berkata kepada diri sendiri, “Dia pasti seorang hamba yang shalih sampai- sampai api pun tidak mampu memusuhinya”. Kemudian aku menyapa tukang besi tersebut dengan mengucapkan salam. Aku berkata kepadanya, “Wahai tuanku, dengan karomah yang engkau miliki ini, maka do’akanlah aku”.

Mendengar perkataanku tukang besi tersebut menangis dan berkata, “Wahai saudaraku, demi Alloh aku tidaklah seperti yang engkau sangka”. Aku menjawab, “Tapi ini adalah sebuah peristiwa yang baru dan sangat mengagumkan. Atau perlihatkan kepadaku agar aku bisa tahu bagaimana engkau bisa melakukan hal itu”. Tukang besi tersebut menjawab, “Baiklah”.

Tukang besi tersebut mulai bercerita:

Dalam beberapa hari aku berada di tempat tukang besi tersebut. (*Sesuai redaksi buku. pemilik toko besi sebelumnya. Red). Hal itu menyebabkan aku banyak bercampur dengan hal- hal yang berkaitan dengan besi. Pada suatu hari ketika sedang duduk di toko besi tersebut, aku dikejutkan oleh kedatangan seorang perempuan yang sangat cantik, aku belum pernah melihat wajah secantik wajahnya.

Perempuan tersebut berkata kepadaku, “Wahai saudaraku, apakah engkau memiliki sesuatu untuk Alloh Subhanahu Wa Ta’ala?” Ketika memandangnya aku merasa terpikat oleh kecantikannya, aku berkata kepadanya, “Apakah kamu mau pergi bersamaku ke rumah? Aku akan membayarmu berapapun yang menurutmu cukup”.

Mendengar perkataanku, perempuan tersebut lama memandang ke arahku, kemudian dia pergi dan tidak menampakkan dirinya dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu perempuan tersebut kembali ke tempatku dan berkata, “Wahai saudaraku, apa yang aku katakan tadi sangat mendesak dan aku sangat membutuhkannya”.

Kemudian aku menutup toko buku tersebut dan mengajaknya menuju rumah. Perempuan tersebut berkata kepadaku, “Sesungguhnya aku memiliki seorang anak yang masih kecil, aku meninggalkannya dalam keadaan kemiskinan dan kefakiran. Jika engkau memberiku sesuatu maka aku akan pergi ke tempat anakku untuk memberikan pemberianmu itu, setelah itu aku akan kembali kepadamu lagi”.

Mendengar hal itu aku langsung melaksanakan perjanjian dengannya dan membayarnya beberapa dirham. Setelah menerima beberapa dirham dariku perempuan tersebut bergegas pergi. Perempuan tersebut kembali lagi menemuiku setelah satu jam dia menghilang. Aku langsung menyuruhnya masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rumah.

Melihat apa yang aku lakukan perempuan tersebut bertanya kepadaku, “Kenapa engkau melakukan hal itu (mengunci pintu)?” Aku menjawab, “Aku takut orang lain akan melihat kita”. Perempuan tersebut berkata, “Kenapa engkau tidak takut terhadap Rabb manusia?”. Dengan enteng aku menjawab, “Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”.

Kemudian aku mendekati perempuan tersebut, namun aku mendapati tubuhnya menggigil dan bergetar hebat seperti bergetarnya dahan pohon kurma pada saat terjadi badai (angin topan), air matanya deras menetes di kedua pipinya. Aku bertanya kepada perempuan tersebut, “Apa yang membuat engkau bergetar hebat dan menangis?”. Perempuan tersebut menjawab, “Sesungguhnya aku takut terhadap Alloh ‘Azza Wa Jalla”. Kemudian dia berkata kepadaku, “Wahai saudaraku, jika engkau mau meninggalkan aku saat ini, aku jamin Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan menyiksamu dengan panasnya api baik di Dunia maupun di Akhirat”.

Mendengar perkataannya, aku berdiri dan memberinya (semua) harta yang aku miliki. Aku berkata kepadanya, “Dengan ini aku akan meninggalkanmu karena takut terhadap Alloh ‘Azza Wa Jalla”.

Ketika aku berpisah dengan perempuan tersebut aku merasa mataku sangat berat karena mengantuk, tidak lama kemudian aku tertidur. Dalam tidur aku melihat seorang perempuan yang sangat cantik, aku belum pernah melihat wajah secantik wajahnya. Di atas kepala perempuan tersebut terdapat mahkota terbuat dari Yaqut berwarna merah. Perempuan tersebut berkata kepadaku, “Semoga Alloh ‘Azza Wa Jalla memberimu kebaikan”.
Aku bertanya kepadanya, “Siapa kamu?”

Perempuan tersebut menjawab,

“Aku adalah seorang ibu dari anak perempuan yang datang kepadamu, dan engkau memutuskan untuk meninggalkannya karena takut terhadap Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Aku menjamin Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan membakarmu dengan panasnya api baik di Dunia maupun di Akhirat”.


Aku berkata kepadanya, “Jelaskan padaku tentang dirimu sebenarnya, engkau berasal dari keturunan mana, sehingga Alloh Subhanahu Wa Ta’ala mengasihimu?”.

Perempuan tersebut menjawab,

“Aku adalah keturunan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, aku akan mengingatkan kepadamu firman Alloh yang artinya adalah,

“Sesungguhnya Alloh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersiihkan kamu sebersih- bersihnya”. (QS. Al- Ahzaab: 33).


“Setelah perempuan tersebut selesai membacakan ayat Al- Qur’an tersebut aku terbangun, dan sejak kejadian itu aku tidak pernah merasa panas oleh api. Aku berharap semoga api di akhirat juga tidak memusuhiku dan tidak menimbulkan panas terhadapku”. [Al- Mawaa’idl Wa al- Majaalis. Karya Ibnu al- Jauzi (159- 160), dengan tahqiq dari Majdi Muhammad asy-Syahawi].

Sumber: ‘Wujudkan Impian Anda Dengan Do’a: 100 Kisah Nyata Kekuatan Do’a yang Seketika Dikabulkan/ Judul Asli: 100 Qishash Min Mujaabi ad- Du’a. Hal. 204- 208. Syaikh Majdi Muhammad Asy- Syahawi. Penerbit: AN-NABA’. Solo.

Catatan: Buku ini bagus. Penerbitnya Insya Alloh berpegang kepada Sunnah yang Shahih. Di dalamnya terdapat : Alasan2 mengapa do’a kita tidak segera dikabulkan, Bagaimana agar do’a kita didengar dan segera dikabulkan oleh Alloh, Syarat dan adab dalam berdo’a, Do’a2 dalam berbagai kondisi, dan Kisah orang2 yang tidak pernah menyerah hingga do’a mereka dikabulkan. Setiap Kisah yang terdapat di dalamnya disertakan juga sumber rujukannya di Footnote-nya.

Rabu, 04 Januari 2012

Barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya dari Allah Ta'ala.

Hak Bertetangga/ Kerabat


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ

نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ




Sesungguhnya diantara keindahan Syari’at Islam adalah memperhatikan keadilan dan memberikan hak kepada setiap pemiliknya dengan tanpa berlebihan dan mengurangi. Sungguh Allah telah memerintahkan keadilan, berbuat baik, dan menunaikan hak- hak kerabat. Dengan keadilan pula para Rasul ‘AlaihimusSholatu Wassalam diutus, Kitab- kitab diturunkan, dan urusan dunia dan akhirat tegak karenanya.

Keadilan adalah memberikan hak kepada setiap pemiliknya dan menetapkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan ini tidak akan sempurna kecuali dengan mengetahui hak- hak mereka, sehingga bisa diberikan kepada pemiliknya. Satu diantara sekian banyak Hak- hak seorang Muslim adalah Hak Bertetangga.

Tetangga adalah orang yang paling dekat rumahnya dengan kita. Ia mempunyai hak yang besar atas kita. Jika ia memiliki hubungan kerabat dengan kita dan seorang muslim, maka ia memiliki tiga hak, yakni hak tetangga, hak kerabat, dan hak sebagai seorang muslim. Jika ia seorang kerabat dan bukan seorang muslim, maka ia memiliki dua hak, hak sebagai tetangga dan hak kerabat. Jika dia bukan seorang kerabat dan bukan seorang muslim, maka ia memiliki satu hak saja, yakni hak sebagai tetangga. (Berdasarkan Hadits yang Diriwayatkan oleh Abu Bakar al- Bazzar dengan Sanadnya, dari al- Hasan, dari Jabir bin Abdillah Radhiallohu 'Anhum. Ibnu Katsir telah menyebutkan dalam Tafsirnya tentang ayat 36 dari Surat An- Nisaa’).



Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu- bapak, karib kerabat, anak- anak yatim, orang- orang miskin, Tetangga yang Dekat, dan Tetangga yang Jauh”. (QS. An- Nisaa’ :36).


Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku terhadap hak tetangga sehingga aku mengira bahwa tetangga akan mendapatkan harta waris”. (Muttafaqun ‘Alaih).


Diantara hak tetangga atas tetangga lainnya adalah berbuat baik kepadanya sesuai kemampuan, baik dengan harta, atau dengan kedudukan lainnya. Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Sebaik- baik orang yang hidup bertetangga di hadapan Allah adalah yang paling baik kepada tetangganya”. (HR. At- Tirmidzi dan beliau berkata, “Hadits Hasan Gharib”).


Beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya”. (HR. Muslim).


Beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam juga bersabda,

“Jika engkau memasak Sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu”.(HR. Muslim).


Termasuk berbuat baik kepada tetangga ialah memberikan hadiah kepada mereka pada beberapa kesempatan. Karena hadiah akan mendatangkan kecintaan dan menghilangkan permusuhan.

Diantara hak tetangga yaitu tidak mengganggu mereka, baik dengan ucapan, ataupun dengan perbuatan. Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Demi Allah tidaklah beriman, Demi Allah tidaklah beriman..!” Mereka bertanya, “Siapakah dia Wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari Gangguannya”.(HR. al- Bukhari).


Dalam sebuah riwayat, “Tidak akan masuk Surga orang yang tetangganya merasa tidak aman dari Gangguannya”.

Yang dimaksud gangguan adalah berupa perbuatan Jahat. Barangsiapa yang tetangganya merasa tidak aman dari kejahatannya, maka tidaklah sempurna imannya, dan ia tidak akan masuk Surga. Kebanyakan orang pada saat ini mereka tidak memperhatikan hak tetangganya, bahkan tetangganya merasa terganggu dari kejahatannya. Kita lihat mereka selalu bertengkar dan merampas hak- hak tetangganya serta mengganggunya dengan Ucapan dan Perbuatan. Semua perbuatan ini menyelisihi perintah Allah dan Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam.,mengakibatkan terpecahnya kaum muslimin dan berjauhannya hati- hati mereka Serta sebagian mereka menodai kehormatan sebagian lainnya. Wallahul Musta’an.

(6+ 7). Sabar atas Sikap Bodoh dan Sabar atas Gangguan Mereka. Berusaha menghadapi Sikap buruk mereka dengan Kebaikan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

“Dan Tidaklah Sama Kebaikan dengan Kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia”. (QS. Fushshilat: 34).


Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfiman,

“Barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah”. (QS. Asy- Syuuraa: 40).


Sumber:

1. “Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu”. Hal. 74.
Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka at- Taqwa. Bogor.

2. ’10 Hak Fitrah Sebagaimana Yang Ditetapkan Oleh Syari’at’. Hal. 63-66. Syaikh Muhammad bin Shalih al- ‘Utsaimin. Rumah Dzikir. Solo.