Selasa, 15 Mei 2012

SEKILAS BIOGRAFI IMAM AL- BUKHARI RAHIMAHULLAH

Beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al- Bukhari, penulis Kitab Hadits terbaik yang dinobatkan oleh para ulama, yaitu al- Jaami' Bayaanil 'Ilmi Wa Fadhlihi al- Musnad ash- Shahiih al- Mukhtashar Min Umuuri Rasuulillaah Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam Wa Sunanihi Wa Ayyaamihi yang kemudian mashur dengan Sebutan ‘Shahiih al- Bukhaari’ yang beliau Susun selama 16 tahun.

Imam al- Bukhari Dilahirkan di Bukhara selepas Sholat Jum’at, tepatnya tanggal 13 Syawal 194H. Ayah Imam al- Bukhari yaitu seorang yang bertakwa dan wara’, sempat belajar dari Imam Malik Rahimahullah dan berjumpa dengan Hammad bin Zaid dan Abdullah Bin Mubarak Rahimahullah, namun Allah Ta’ala berkehendak mewafatkannya saat Imam al- Bukhari masih kanak- kanak. Karena itu beliau tumbuh dan berkembang dalam tarbiyah dan asuhan sang Ibu.


Al Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalani berkata,

“Ketika Ismail bin Ibrahim meninggal, Muhammad bin Ismail masih kecil. Oleh karena itu, Muhammad bin Ismail tumbuh dalam asuhan ibunya. Ibu Muhammad adalah seorang perempuan yang taat beribadah yang dikaruniai karomah.

Dikisahkan dari Ghunjar dalam Tarikh Baghdad dan al- Ilka’I dalam Syarh as- Sunnah, Bab Karamatu al- Auliya’ bahwa pada waktu kecil, kedua mata Muhammad bin Ismail telah buta. Kemudian ibu Muhammad dalam tidur melihat Nabi Ibrahim al- Khalil ‘Alahissalaam berkata kepadanya, “Wahai kaum perempuan, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena kamu sering berdo’a kepadanya/ karena engkau banyak menangis (banyak berdo’a) kepada- Nya”.

Perawi menambahkan, “Di pagi harinya, Sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata Imam al- Bukhari”. (Hadyu as- Sari (Muqaddimah Fat-hul baari, 502)).





Imam al- Bukhari Rahimahullah memulai perjalanan ilmiahnya sejak dini. Beliau juga telah menghafalkan al- Qur’an semenjak kecil. Inilah salah satu factor yang menyebabkan beliau senang dan suka menghafalkan hadits- hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi Wa Sallam. Kegemaran yang didukung oleh kecerdasan dan taufiq dari Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, beliau menjadi orang yang sangat menonjol dalam ilmu hadits.

Imam al- Bukhari menimba ilmu bersama lebih dari Seribu (1000) guru. Sebelum meninggal imam al- Bukhari menyatakan,

“Aku menulis (hadits) dari seribu lebih Syaikh. Dari setiap Syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah ada hadits padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga)”. (LIhat as- Siyaar 12/ 407, al- Bidaayah, 11/ 12))..


Di antara nama Ulama besar yang menjadi guru beliau adalah Imam Ishaq bin Rahuyah, Imam Muhammad bin Yusuf al- Firyaabi, Imam Abu Nu’aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam ‘Ali bin al- Madini, Imam Yahya bin Ma’in, Imam Makki bin Ibraahim al- Balkhi, Abdaan bin ‘Ustman, Imam Abu Ashim an- Nabiil, Muhammad bin ‘Isa ath- Thabbaa’, ..dan masih banyak lagi.

Di antara sebagian murid- murid imam al- Bukhari yang terkenal beliau adalah Imam Muslim Rahimahullah, Imam at- Tirmidzi Rahimahullah, Imam Abu Hatim Rahimahullah, Imam Ibnu Khuzaimah Rahimahullah, Imam Ibnu Abi Dunya Rahimahullah, Imam Ibrahim bin Ishaq al- Harbi Rahimahullah.

Pujian Ulama terhadap imam al- Bukhari baik dari para Guru maupun teman- temannya juga murid- muridnya yang sangat banyak.

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah (wafat 241H) –Salah satu guru Imam al- Bukhari- berkata,

“Belum pernah ada di Khurasan orang yang melahirkan anak seperti Muhammad bin Isma’il (al- Bukhari)”. (Siyaar a’laamin Nubalaa’ (XII/ 419)).


Imam Abu Hatim ar- Raazi Rahimahullah (wafat 277H) berkata,

“Tidak ada orang yang keluar dari Khurasan yang lebih hafal dari Muhammad bin Isma’il (al- Bukhari), dan tidak ada yang datang ke Iraq yang lebih ‘alim dari al- Bukhari Rahimahullah”. (Muqaddimah Fat-hul Baari, hal. 484- cet. Darul Fikri)).


‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Fadhl bin Bahram ad- Daarimi Rahimahullah (wafat 255H) berkata,

“Saya melihat ulama di Haramain, Hijaaz, SYam dan Iraq, dan tidak ada yang lebih sempurna (ajma’) daripada Muhammad bin Isma’il. Beliau (al- Bukhari) adalah orang yang paling ‘alim diantara kami, dan paling faqih serta paling banyak muridnya”. (Muqaddimah Fat-hul Baari, hal 484)).


Imamnya para imam, yaitu Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah Rahimahullah (wafat 311H) berkata,

“Tidak ada di bawah langit ini orang yang lebih ‘alim tentang hadits daripada Muhammad bin Isma’il”. (Muqaddimah Fat-hul Baari, Hal. 485, dan SYarah ilal at- Tirmidzi, I/ 494 karya Ibnu Rojab al Hanbali).


Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at- Tirmidzi Rahimahullah (wafat 279H) berkata,

“Saya tidak melihat di Iraq dan Khurasan orang yang lebih ‘alim tentang ‘illat-illat hadits, tarikh, dan Sanad- sanad daripada Muhammad bin Isma’il al- Bukhari”. (Muqaddimah Fat-hul Baari, Hal. 485, dan SYarah ilal at- Tirmidzi, I/ 494 karya Ibnu Rojab al Hanbali).


Dan masih banyak lagi yang lainnya. Imam al- Bukhari wafat pada malam Sabtu, malam hari raya idul Fithri tahun 256H daalam Usia 62 Tahun. Semoga Rahmat Allah 'Azza Wa Jalla senantiasa tercurahkan pada seluruh ulama Islam di setiap masa dan tempat. Wallaahu a’lam. Semoga bermanfaat.

Sumber:

Imam al- Bukhari, Satu Tanda Kekuasaan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala’. Ust. Abu Minhal Lc Hafizhahullah. Rubrik Mabhats Majalah Assunnah Edisi 01/ thn XVI/ Jumadil Akhir 1433H/ Mei 2012M. Hal 1-43. (Resume).

[34]- Muhammad bin Isma’il- Syaikh al- Muhadditsiin. 60 Biografi Ulama Salaf. Hal. 467- 510. Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar. Jakarta

Kekuatan Hafalan Imam al- Bukhari Rahimahullaah (Wafat th 256H)

Kekuatan hafalan imam al- Bukhari Rahimahullah sudah terakui oleh para ulama di masanya, bahkan banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suatu kitab hanya dengan membacanya sekali saja.

Hasyid bin Ismail pernah menceritakan,

“Dahulu Abu ‘Abdillah (Imam al- Bukhari) bersama kami mendatangi para guru di Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya,

“Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya?

Enam belas hari kemudian, imam al- Bukhari Rahimahullah akhirnya menjawab, “Kalian telah sering bertanya dan mendesakku. Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis”.

Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan- catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, “Apa kalian menyangka aku bersama kalian hanya main- main saja dan menyia- nyiakan hari- hariku?!” Maka kami pun sadar, tidak ada seorangpun yang melebihinya”. (as- Siyaar: XII/ 407).




Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan kedatangan Abu ‘Abdillah (Imam al- Bukhari) ke kota mereka,.dengan sengaja mereka mempersiapkan seratus hadits, dan kemudian menukar dan merubah matan dan sanadnya. Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan dilontarkan kepada Abu ‘Abdillah sebagai bahan ujian kekuatan hafalannya.


Orang- orang pun berkumpul di dalam majelis, orang pertama menanyakan kepada Imam al- Bukhari Rahimahullah sepuluh hadits yang ia miliki satu per satu. Setiap kali ditanya, imam al- Bukhari menjawab sampai hadits yang kesepuluh, “Saya tidak mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan)”. Para ulama yang hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, “Orang ini (benar- benar) paham”. Sementara orang yang tidak tahu tujuan majelis itu diadakan menilai imam al- Bukhari Rahimahullah sebagai orang yang lemah hafalannya.

Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama, dan setiap kali mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, “Aku tidak mengenalnya”. Selanjutnya tampil orang ketiga sampai terakhir. Dan komentar beliau pun tidak lebih dari ucapan, “Aku tidak mengenalnya”.

Setelah semua selesai menyampaikan hadits- haditsnya, imam al- Bukhari Rahimahullah menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan, “Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang ketiga mestinya demikian, .. “ sampai membenarkan hadits yang kesepuluh.

Setiap hadits beliau satukan dengan matan- matannya yang benar. Beliau melakukan hal yang sama kepada para ‘penguji’ lainnya sampai pada orang yang terakhir. Akhirnya orang- orang pun betul- betul mengakui akan kehebatan hafalan beliau Rahimahullah. (lihat al- Bidayah Wan Nihaayah: 11/12, as- Siyaar 12/ 409 hal. 62-63)).

Di Samarkand beliau juga menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan hadits- hadits yang sanad- sanad dan nama rijaal (para perawi) yang telah dicampuradukkan, menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan hadits bukan pada sanadnya. Kemudian mereka membacakan hadits- hadits dan sanad- sanadnya yang sudah campur aduk ini ke hadapan Imam al- Bukhari Rahimahullah. Dengan sigap beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. Para ulama yang menyaksikan hal itu tidak mampu menjumpai satu kesalahan pun dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para perawi. (Lihat as- Siyaar 12/ 411, al- Bidayah 11/ 12)).


Abu Bakar bin al- Munir berkata, “Aku telah mendengar imam al- Bukhari berkata, “Sewaktu aku sedang bersama Abu Hafsh Ahmad bin Hafsh, aku telah mendengar kitab Al- Jaami' karya imam Sufyan ats- Tsauri. Lalu Abu Hafsh membacakannya, sementara yang dibaca itu tidak ada padaku. Ketika aku mengulangi bacaan Abu Hafsh, dia berkata, “Kedua, Ketiga?” dan aku mengulangi bacaan hadits yang telah aku hafal tersebut sampai dia terdiam. Kemudian Abu Hafsh bertanya, “Siapakah orang ini?” mereka yang hadir menjawab, “Ibnu Ismail (imam al- Bukhari)”. Lalu Abu Hafsh berkata,

“Hadits yang benar adalah hadits yang telah dibaca Ibnu Ismail dan kalian hafalkanlah hadits yang tadi ia baca. Sesungguhnya orang ini (Muhammad bin Ismail) kelak akan menjadi ulama Besar”.

(Taghliq at- Ta’liq, 5/ 387 dan al- Qishshah al- Musannadah Fii Tarikh Baghdad, 2/ 11)).



Beberapa kejadian tersebut sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat imam al- Bukhari Rahimahullah, sebab tanpa persiapan sedikitpun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi, ternyata beliau mampu melewati ‘ujian’ tersebut.

Abu Ja’far pernah menanyakan kepada Abu ‘Abdillah, “Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?” beliau menjawab, “Tidak ada yang kabur pada (hafalan)ku seluruhnya” (As- Siyaar: 12/ 403)).

Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi untuk menguatkan hafalannya, beliau berkata, “Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan)”. (As- Siyaar: 12/ 406)).

Sumber:

Imam al- Bukhari, Satu Tanda Kekuasaan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala’. Ust. Abu Minhal Lc Hafizhahullah. Rubrik Mabhats Majalah Assunnah Edisi 01/ thn XVI/ Jumadil Akhir 1433H/ Mei 2012M. Hal 1-43. (Resume).

[34]- Muhammad bin Isma’il- Syaikh al- Muhadditsiin. 60 Biografi Ulama Salaf. Hal. 467- 510. Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar. Jakarta

Rabu, 09 Mei 2012

Kisah Keajaiban Hafalan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah

Imam Yusuf bin Muhammad as- Surmurri al- Hambali Rahimahullah (wafat th. 776H) berkata dalam kitab Amaali karya beliau dalam masalah hafalan,

“Di antara keajaiban yang ada dalam masalah menghafal dari orang yang hidup di zaman kita adalah Syaikhul Islam Abul Abbas Ahmad bin Abdul Hakim bin Taimiyyah. Sesungguhnya beliau pernah mendapatkan suatu kitab lalu membacanya sekali, maka terukirlah (isi kitab itu) dalam benaknya, dan ia dapat mengingatnya kembali dan mampu memindahkannya ke dalam kitab karyanya dengan lafal dan maknanya”.

“Di antara kejadian paling menakjubkan yang pernah aku dengar tentang dirinya adalah peristiwa yang disampaikan kepadaku oleh sebagian teman- temannya.

“Ketika ia masih kecil, pada suatu hari ayah beliau ingin mengajak anak- anaknya pergi ke taman untuk bertamasya, ia berkata kepada anaknya ini, “Ahmad, hendaknya engkau ikut pergi bersama saudara- saudaramu untuk beristirahat”.

Lalu beliau mengemukakan alasannya untuk tidak ikut serta.



Setelah itu ayah beliau mendesak dirinya untuk ikut pergi. Tapi beliau bersikeras tidak mau dan berkata, “Aku harap ayah mengizinkanku untuk tidak ikut”.

Akhirnya beliau ditinggal. Lalu ayahnya keluar bersama anak- anaknya yang lain. Dan pada hari itu, mereka terus berada di taman dan kembali menjelang Sore hari.

Ayah beliau berkata, “Wahai Ahmad, hari ini engkau membuat saudara- saudaramu murung dan menyusahkan mereka, sebab engkau tidak ikut bersama mereka, bagaimana ini?”

Ia menjawab, “Wahai ayahku, sesungguhnya hari ini aku telah menghafal kitab ini”.

Ayahnya menjawab, “Engkau telah menghafalnya?!” (seperti orang yang mengingkari dan kagum).

Lalu ia berkata, “Paparkanlah kepadaku”.

Maka beliau pun menyetorkannya. Dan ternyata kitab itu telah selesai dihafal semuanya.

Kemudian ayahnya mencium kening yang berada di antara kedua matanya, lalu mengatakan, “Wahai anakku, jangan kau katakan kepada seorangpun apa yang telah engkau lakukan, karena khawatir ain (penyakit yang ditimbulkan orang yang hasad) akan menimpanya”.


[ar- Radd al-Wafir ‘Ala Man Za’ama Anna Man Samma Ibna Taimiyyat Syaikh al- Islam Kafir, Karya Ibnu Nashiruddin ad- Dimasyqi, Hal. 133. Maktab Islami, Cet.I, Beirut 1393H].

Sumber: ‘Majalah adz-Dzakhiirah. Vol 8 Edisi 58, No.04 Th. 1431H/2010. Hal.59- Ragam Faedah.

Biografi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah lebih lengkap dapat dilihat pada buku ’60 Biografi Ulama Salaf’ Hal. 780- 811. Oleh Syaikh Ahmad Farid. Pustaka Al-Kautsar.

Senin, 07 Mei 2012

Mendengarkan Murottal Sambil Beraktivitas


Syaikh Shalih al- Fauzan Hafizhahullah pernah ditanya,

“Terkadang saya menghabiskan banyak waktu di dapur untuk menyiapkan masakan suamiku. Untuk memanfaatkan waktu, aku mendengarkan Al-Qur’anul Karim, baik melalui Siaran atau dari tape. Apakah perbuatanku ini benar? Ataukah tidak sepantasnya aku melakukan hal ini? Sebab Allah Ta’ala berfirman,

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik- baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al- A’raf: 204).


Syaikh Shalih al- Fauzan hafizhahullah menjawab,

“Tidak mengapa mendengarkan Al-Qur’an dari radio atau dari tape sambil mengerjakan suatu kesibukan, hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah,

“Maka dengarkanlah baik- baik dan perhatikanlah” (QS. Al-A’raf: 204)

Sebab Inshat (mendengarkan dengan baik) yang diminta (pada ayat ini- red) disesuaikan dengan kemampuan. Orang yang sibuk, ia boleh mendengarkan Al-Qur’an sesuai kemampuannya”. [al- Mutaqa Min Fatawa Syaikh Fauzan, Jilid 3. Hal 298]. Wallaahu a'lam.

Sumber: Majalah adz-Dzakhiirah, Vol.8 No. 9 Edisi 63 Thn.1431H/ 2010. Hal 49.