Selasa, 04 Agustus 2009

HADITS IFTIROQUL-UMMAH

Hadits IFTIROQUL-UMMAH
Oleh Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali A.M

Soal :
Assalamu’alaikum. Dalam ceramahnya, seorang da’i mengatakan bahwa hadits Iftiroqul-Ummah (Perpecahan Umat) dan hadits al-Firqotun Najiyah tidak sah. Dia menukil perkataan Ibnu Hazm Rahimahullah sehingga memperbolehkan adanya jama’ah-jama’ah yang bermacam-macam aliran tetapi satu tujuan, dengan syarat tidak boleh saling menyerang dan menyalahkan. Apakah ini benar? (081230119666)



Jawab :
Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Hadits yang dimaksud adalah hadits dari jalan Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lafadz (yang artinya):

“Ketahuilah, sesungguhnya kaum sebelum kalian dari kalangan ahli kitab terpecah menjadi 72 golongan, dan agama ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan di Neraka, dan satu golongan di Surga, dan ia adalah jama’ah”. (HR. Abu Dawud: 2/503-504, Ahmad: 102, dan dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Ash-Shohihah: 1/1/404).

Hadits ini memiliki beberapa penguat dari jalan Abdullah bin Amr dan Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhuma. Hadits ini sah dari Rasulullah dan yang melemahkannya salah. Hadits ini telah dishahihkan oleh imam at-Tirmidzi, al-Hakim, adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, asy-Syatibi, dan Ibnu Taimiyyah, beliau berkata: “Ini adalah hadits yang shahih lagi masyhur, al-hakim berkata: “Ini adalah hadits yang agung dalam masalah ushul”.



Adapun yang melemahkannya adalah Ibnu Hazm dan imam asy-Syaukani tetapi pendapat keduanya tidak dapat diterima. Hal ini sebagaimana dijelaskan dengan panjang lebar oleh al-Albani dalam Ash-Shohihah. Ditambah lagi, yang menshohihkan hadits ini lebih banyak daripada yang melemahkannya, terlebih beliau dikenal sebagai ulama yang mutasyaddid (terlalu berat syaratnya ketika menshohihkan hadits), perkataannya tidak dijadikan hujjah jika bersendiri, apalagi jika menyelisihi yang lainnya. Beliau (Ibnu Hazm) seorang ulama hafidz dan senantiasa diambil tash-hih dan tadh’if nya oleh para ulama berikutnya. Hanya, dalam tash-hih dan tadh’if, keahlian beliau tidak seperti para pakar hadits lainnya. (Lihat penjelasan masalah ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah karya al-Albaniy : 1/1/402-314).

Sumber : Majalah Al-Furqon edisi 12 tahun VIII, Rajab 1430H [Juni 2009] hal. 4

Tidak ada komentar: