Minggu, 13 Juni 2010

PETUNJUK NABI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM MEREDAM LUAPAN EMOSI

PETUNJUK NABI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM MEREDAM LUAPAN EMOSI.

Marah termasuk sifat bawaan yang sebenarnya mengandung kemashlahatan dan manfaat. Sebab, dikatakan Syaikh Shalih Fauzan hafidzahulloh, orang yang tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada dirinya. Hanya saja, kemarahan itu harus diterapkan pada tempatnya. Apabila melampaui batas dan rambunya, maka akan menimbulkan bahaya1, sehingga akan merugikan dan menjadi sifat tercela.

Sebelum memuntahkan amarah kepada orang lain atau benda sekalipun, baiknya orang memperhatikan hadits berikut yang berisi pesan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang meminta nasehat dari beliau. Dari Abu Hurairoh radhiallohu ‘anhu berkata, seseorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab: “Janganlah engkau marah”. Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi (selalu) menjawab: “Janganlah engkau marah”.2



Pesan Hadits di atas sudah sangat jelas mengenai celaan terhadap marah, sehingga juga memperingatkan orang agar menjauhi faktor –faktor pemicunya3 . Sebab satu jawaban yang sama dilontarkan Rasululloh untuk merespon satu permintaan yang diulang- ulang menjadi petunjuk akan efek besar yang ditimbulkan oleh amarah.
Oleh karena itu, dalam beberapa hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:


1. Membaca isti’adzah (do’a memohon perlindungan) dari syaithon yang terlaknat.

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurd radhiallohu ‘anhu berkata, “Aku pernah duduk di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat dua orang lelaki tengah saling mencaci. Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya, dan urat lehernya tegang. Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan “A’uudzu billahi minasy syaithoonir rojiim” pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya”. (HR. al-Bukhori No. 3282, Muslim No. 2610).



Hadits ini semakna dengan firman Alloh ta’ala yang artinya,

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Alloh. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui”. (QS. Al- A’rof (7): 200).

2. Mengambil air wudhu.

Dari Athiyyah as-Sa’di radhialloohu ‘anhu, Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amarah itu dari Syaithon, dan Syaithon diciptakan dari api, Api akan padam dengan air, Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu”4


3. Menahan diri dengan diam.

Dari Ibnu Abbas, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa marah, hendaknya diam (dulu)”. (HR. Ahmad No. 2029).



4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring.

Dari Abu Dzarr radhialloohu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring”. (HR. Ahmad No. 2038).

5. Mengingat- ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amarah yang akan dijauhkan dari taufik.
Dari Muadz radhialloohu ‘anhu, Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menahan amarahnya, padahal mampu meluapkannya, Alloh akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan”. (HR. at-Tirmidzi No. 1944). Walloohu a’lam.
______________________________________________________________________
1 al-Minhah ar-Rabbaniyyah Fii Syarhil Arba’in Nawawiyyah Hal. 161
2 HR. al-Bukhori No. 6116
3 Silsilah al-Manaahi asy-Syar’iyyah 4/ 37
4 Syaikh Bin Baaz rahimahullooh berkata Hadits ini sanadnya Jayyid.

Sumber: Rubrik ‘Baituna’/ Ushwah Nabi Majalah As-Sunnah Edisi Muharrom 1431H/ Januari 2010M Hal. 6

Tidak ada komentar: