Rabu, 15 September 2010

MASUK SURGA TANPA DIHISAB

MASUK SURGA TANPA DIHISAB

59. Orang- orang yang tidak meminta diruqyah, tidak mempercayai ramalan, tidak meminta diobati dengan besi panas, dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.

Dari ‘Imran bin Husain bahwa Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Ada tujuh puluh ribu dari ummatku yang akan masuk Surga tanpa dihisab”.

Para Shahabat bertanya, “Sipakah mereka, Wahai Rasulullah?”,

Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab:

“Mereka adalah orang yang tidak meminta diruqyah, tidak percaya kepada ramalan, tidak meminta untuk diobati dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal”.

HR. Muslim dengan lafadz ini dalam Shahiih Muslim I/ 198, No. 218. Lafadz yang serupa juga diriwayatkan oleh al- Bukhori- Muslim yaitu dari riwayat Ibnu ‘Abbas dalam Shahiihul Bukhori X/ 155 No. 5705, dan X/ 211 No. 5752, serta XI/ 305, No. 6472, juga XI/ 405 No. 6541, dalam Shahiih Muslim I/ 199 No. 220.

Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh mengatakan: “Maksudnya adalah penyifatan ketujuh puluh ribu orang tersebut dengan sifat tawakkal yang sempurna, karena sikap mereka yang tidak meminta orang lain untuk me-ruqyah-nya, atau mengobati penyakitnya dengan besi panas dan tidak mempercayai ramalan”. Lihat Taisiirul ‘Aziiz al- Hamiid Fii Syarh Kitaabut Tauhiid Hal. 84.

Sulaiman bin ‘Abdulloh bin Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab mengatakan: “Makna perkataan Nabi –Walaa Yaktawuuna- yakni mereka yang tidak meminta orang lain untuk mengobati mereka dengan besi panas, sebagaimana mereka pun tidak meminta orang lain untuk meruqyah mereka, sebagai bentuk tawakkal mereka atas taqdir Alloh dan menikmati segala cobaan- Nya. Adapun mengobati penyakit dengan besi panas (al- Kayy) sendiri pada dasarnya dibolehkan sebagaimana yang tertera dalam kitab Shahiih (Shahiih Muslim IV/ 1730, No. 2207) dari Jabir bin ‘Abdulloh bahwasanya Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab (yang nadi tangannya tangannya terluka karena perang Ahzab) kemudian tabib tersebut meletakkan besi panas pada tangannya”.

Dalam Kitab Shahiihul Bukhori (Shahiihul Bukhori X/ 172 No. 5719), Diriwayatkan dari Anas bahwa ia pernah diobati dengan besi panas (kayy) yaitu ketika ia menderita penyakit radang selaput dada, dan ketika itu Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam masih hidup. At- Tirmidzi dalam Jaami’ut Tirmidzi (IV/ 341 No. 2050, at- Tirmidzi mengatakan “Hadits ini Hasan Gharib”, Ia dishahihkan oleh Syaikh al- Albani dalam kitab Shahiih Sunan at- Tirmidzi II/ 204), dan yang lainnya juga meriwayatkan dari Anas bahwa Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah mengobati luka As’ad akibat tertusuk duri dengan menggunakan besi panas.

Diriwayatkan pula dalam kitab Shahiihul Bukhori (Shahiihul Bukhori X/ 136, No. 5680, 5681) bahwa Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Penyembuhan penyakit itu ada pada tiga cara : Minum Madu, Berbekam, dan dengan menggunakan besi panas (kayy), akan tetapi aku melarang al- Kayy”.

Dalam lafadz yang lain disebutkan:

“Dan aku tidak suka melakukan al- Kayy” (Lafadz ini terdapat dalam Shahiihul Bukhori X/ 154, No. 5705 dari Hadits Jabir).

Syaikh Sulaiman bin ‘Abdulloh mengatakan:

-WA LAA YATATHOYYARUUNA-

yakni mereka tidak pesimis dengan adanya ramalan- ramalan (dari arah burung yang terbang) dan sebagainya (Lihat Taisiirul ‘Azizi al- Hamiid Hal. 86).

Kemudian pada pembahasan yang lain ia menjelaskan lebih rinci mengenai makna –AT- TATHOYYUR- dan bahwa perbuatan itulah yang menghalangi mereka dari tujuan mereka. Apabila mereka ingin melakukan sesuatu, mereka melihat burung. Jika burung yang mereka lihat misalnya terbang ke sebelah kanan, maka mereka merasa beruntung dengannya. Namun apabila burung itu mengarah ke kiri mereka pun menjadi pesimis. Kemudian Syari’at menghapus, membatalkan dan melarangnya, serta menjelaskan bahwa hal tersebut tidak ada pengaruhnya dalam hal memberikan manfaat ataupun mencegah kemadhorotan (bahaya).

Ia mengatakan lagi bahwa sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:

“Dan hanya kepada Rabb- lah mereka bertawakkal”

Menyebutkan sifat pokok yang kemudian memunculkan perbuatan- perbuatan tersebut. Sifat pokok tersebut adalah tawakkal kepada Alloh, memohon perlindungan kepada- Nya dengan penuh kejujuran dan bersandar kepada- Nya dengan sepenuh hati.

Kemudian beliau melanjutkan “Dan ketahuilah bahwa hadits tersebut tidak menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan sebab- sebab (yang mengantarkan kepada kesembuhan) sama sekali, sebagaimana yang disangka oleh orang- orang yang tidak mengetah.ui. Secara umum, sesungguhnya melakukan sebab- sebab itu merupakan sesuatu yang sudah menjadi fitrah dan alami. Tidak ada seorangpun yang dapat terlepas darinya, bahkan binatang sekalipun. Bahkan termasuk sikap tawakkal ketika seseorang melakukan penyebab utama yang dapat mengantarkan kepada sesuatu (kesembuhan), sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

“WA MAN YATAWAKKAL ‘ALALLAAHI FAHUWA KHASBUHU”

“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh maka Alloh yang mencukupinya”.

Adapun maksud dari hadits di atas adalah meninggalkan hal- hal yang tidak makruh saat seseorang memang membutuhkannya, sebagai bentuk tawakkalnya kepada Alloh, seperti meminta untuk diruqyah, atau diobati dengan besi panas, sehingga alasan mereka meninggalkannya bukan karena hal- hal tersebut merupakan salah satu penyebab kesembuhan, akan tetapi karena ia merupakan penyebab yang makruh. Terlebih lagi orang yang sakit itu biasanya akan bergantung kepada apa saja yang dianggap sebagai penyebab kesembuhannya, meskipun dengan jalinan sarang laba- laba sekalipun. Adapun melakukan sebab- sebab (yang dapat mengantarkan kepada kesembuhan) dan berobat dengan cara yang tidak dimakruhkan, maka hal itu tidak bertentangan dengan makna tawakkal.

Selain itu, meninggalkan sebab- sebab tersebut tidaklah disyari’atkan sebagaimana dinyatakan dalam Shahiihul Bukhori dan Muslim (Shahiihul Bukhori X/ 134, No. 5679, Namun saya tidak menemukannya pada Shahiih Muslim. Dalam Kitab Tuhfatul Asyraaf X/ 266 No. 1497, al- Mizzi tidak menyandarkan riwayat di atas kepada Muslim), yaitu riwayat dari Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu secara Marfu’:

“Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak menurunkan penyakit melainkan ia menurunkan pula obatnya”

(Taisiirul ‘Aziiz al- Hamiid Hal. 86- 87). Demikianlah perkataan Syaikh Sulaiman Rahimahulloh.

Sumber: 62 Amalan Pembuka Pintu Surga. Hal 185- 191. ‘Abdulloh bin ‘Ali al- Ju’aitsin. Pustaka Imam Asy- Syafi’i. Jakarta.

Tidak ada komentar: