Selasa, 02 November 2010

Larangan Ghuluw dan Berlebih- lebihan dalam memuji Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam

Larangan Ghuluw dan Berlebih- lebihan dalam memuji Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam

Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Janganlah kalian berlebih- lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang- orang Nasrani telah berlebih- lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba- Nya, maka katakanlah, “’Abdullaah Wa Rosuuluhu (hamba Alloh dan Rasul- Nya”.

HR. al- Bukhori No. 3445, at- Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al- Muhammadiyyah No. 284, Ahmad (I/ 23, 24, 47, 55), ad- Darimi (II/ 320) dan yang lainnya dari Shahabat ‘Umar bin al- Khaththab Radhialloohu 'Anhu.

Dengan kata lain JANGANLAH KALIAN MEMUJIKU SECARA BATHIL DAN JANGANLAH KALIAN BERLEBIH- LEBIHAN DALAM MEMUJIKU. Hal itu sebagaimana yangtelah dilakukan oleh orang- orang Nasrani terhadap ‘Isa ‘Alaihis Salaam, sehingga mereka menganggapnya memiliki Sifat Ilahiyyah, karenanya “Sifatilah aku sebagaimana Rabb- ku memberi sifat kepadaku, maka katakanlah “Hamba Alloh dan Rasul (utusan)- Nya”. (‘Aqiidatut Tauhiid. Hal. 151)

‘Abdulloh bin asy- Syikhkhir Radhialloohu 'Anhu berkata, “Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, kami berkata kepada beliau, “Engkau adalah SAYYID (penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab,

“ASSAYYIDULLOOHU TABAAROKA WA TA’ALA”

“Sayyid (penguasa) kita adalah Alloh Tabaaroka Wa Ta’ala!”

Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya”. Serta merta beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan,

“Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh Syaithan”

HR. Abu Dawud No. 4806, Ahmad (IV/ 24, 25), al- Bukhori dalam al- Adabul Mufrad No. 211/ Shahiihul Adabil Mufrad No. 155, an- Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah No. 247, 249, al- Hafizh Ibnu hajar al-‘Asqalani berkata, “Rawi- rawinya Shahih. Dishahihkan oleh para ulama (ahli hadits)”. (Fat- hul Baari V/ 179).


Anas bin Malik Radhialloohu 'Anhu berkata, “Sebagian orang berkata kepada beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, “Wahai Rasululloh, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai Sayyid kami dan putera Sayyid kami!” Maka seketika itu juga Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaihtan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Alloh dan Rasul- Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Alloh berikan kepadaku”.

HR. Ahmad (III/ 153, 241, 249), an- nasa-i dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah No. 249, 250, dan al- Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah No. 2675. Sanadnya Shahiih dari Shahabat Anas bin Malik Radhialloohu 'Anhu.

Beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam membenci jika orang- orang memujinya dengan berbagai ungkapan seperti, “Engkau adalah Sayyid ku, engkau adalah orang yang terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami, engkau adalah orang yang paling agung di antara kami”, padahal sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling utama dan paling mulia secara mutlak. Meskipun demikian beliau melarang mereka agar menjauhkan mereka dari sikap melampaui batas dan berlebih- lebihan dalam menyanjung hak beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, juga untuk menjaga kemurnian Tauhid. Selanjutnya beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam mengarahkan mereka agar menyifati beliau dengan dua sifat yang merupakan derajat paling tinggi bagi hamba yang di dalamnya tidak ada ghuluw serta tidak membahayakan’Aqidah, dua sifat itu adalah ‘Abdullooh Wa Rasuuluhu (Hamba dan Utusan Alloh).

Beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam tidak suka disanjung melebihi dari apa yang Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berikan dan Alloh ridhoi. Tetapi banyak manusia yang melanggar larangan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam tersebut sehingga mereka berdo’a kepadanya, meminta pertolongaan kepadanya, bersumpah dengan namanya serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta kecuali hanya kepada Alloh Ta’ala. Hal itu sebagaimana yang mereka lakukan ketika peringatan MAULID NABI SHALLALLAAHU 'ALAIHI WA SALLAM, dalam KASIDAH, atau NASYID di mana mereka tidak membedakan antara HAK ALLOH TA’ALA dengan HAK RASULULLOH SHALLALLAAHU 'ALAIHI WA SALLAM.



Al- ‘Allamah Ibnu Qayyim al- Jauziyyah Rahimahulloh dalam kasidah Nuniyyah berkata,

“Alloh memiliki hak yang tidak dimiliiki selain- Nya,
Bagi hamba pun ada hak, dan ia adalah dua hak yang berbeda,
Jangan kalian jadikan dua hak itu menjadi satu hak,
Tanpa memisahkan dan tanpa membedakannya”

(‘Aqiidatut Tauhiid Hal. 152. Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al- Fauzan).

Ghuluw artinya melampaui batas, Dikatakan: jika ia melampaui bats dalam ukuran. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

“Janganlah kalian melampaui batas dalam agamamu..” (QS. An- Nisaa’: 171)

Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Jauhkan diri kalian dari Ghuluw (berlebih- lebihan) dalam agama karena sesungguhnya sikap Ghuluw dalam agama ini telah membinasakan orang- orang sebelum kalian”.

HR. Ahmad (I/ 215), an- Nasa-i (V/ 268), Ibnu Majah (No. 3029), Ibnu Khuzaimah (No. 2867) dan lainnya, dari Shahabat Ibnu ‘Abbas Radhialloohu 'Anhuma, sanad hadits ini Shahih menurut Syarat Muslim. Dishahihkan oleh Imam an- Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Sumber: ‘Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah’: Larangan Ghuluw dan Berlebihan dalam Memuji Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam. Hal. 267- 271. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka Imam asy- Syafi’i. Bogor.

Tidak ada komentar: