Jumat, 22 Oktober 2010

Menasehati Penguasa.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ

Menasehati Penguasa.

Dalam Musnad Imam Ahmad (III/ 404), disebutkan bahwasanya Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“BARANGSIAPA INGIN MENASEHATI PENGUASA, MAKA JANGANLAH MENUNJUKKANNYA DENGAN TERANG- TERANGAN. AKAN TETAPI, HENDAKLAH IA MENGGANDENG TANGANNYA, DAN BERDUA DENGANNYA. JIKA DIA MAU MENERIMA, MAKA SYUKURLAH. NAMUN JIKA TIDAK, MAKA IA TELAH MENUNAIKAN APA YANG WAJIB IA LAKUKAN”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam as- Sunnah (No. 1096) dan yang lain, dikatakan dalam tahqiq al- Musnad (XXIV/ 49), “Hasan Lighairihi”.

Saya katakan, “Inilah Manhaj seluruh ulama Salaf Radhialloohu 'Anhum, Yaitu TIDAK MENIMBULKAN FITNAH dengan cara: tidak menasehati pemimpin secara terang- terangan. Ini karena tindakan tersebut bisa menyulut masyarakat awam dan orang kebanyakan yang tidak mengerti bahwa kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangkangan terhadap pemimpin muslim lebih besar daripada kerusakan yang ditimbulkan atas kemaksyiatan yang dilakukan pemimpin tadi”.

Syaikhul Islam dalam Kitab ‘Majmu’ al- Fataawa’ mengatakan,

“Sebuah perbuatan terlarang yang seandainya dilarang justru menimbulkan hal yang lebih terlarang, maka perbuatan tersebut tidak dilarang dan tidak boleh dilarang. KARENA ITULAH, TIDAK BOLEH MENGINGKARI KEMUNGKARAN DENGAN SESUATU YANG LEBIH MUNGKAR, Dan, karena alasan itu pula, DIHARAMKAN MEMBERONTAK PENGUASA DENGAN PEDANG DENGAN ALIBI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR. Sebab, dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka, yaitu dilanggarnya perbuatan terlarang dan ditinggalkannya kewajiban lebih besar daripada kemungkaran dan dosa yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka (para penguasa)”.(Majmu’ al- Fataawa (XIV/ 472)).

Diriwayatkan juga bahwa sebagian orang berkata kepada Usamah bin Zaid Radhialloohu 'Anhu, “Tidaklah kau mengingkari ‘Utsman?” Dia berkata, “HARUSKAH IA KU INGKARI DI HADAPAN MANUSIA? AKU HANYA MENGINGKARI KETIKA HANYA ADA AKU DAN DIA SAJA. AKU TIDAK AKAN MEMBUKA PINTU KEBURUKAN BAGI MANUSIA”.

Syaikh Ibnu Baaz Rahimahulloh mengatakan,

“Membongkar aib para pemimpin dan menyebut- nyebutnya di atas mimbar bukanlah termasuk manhaj salaf. Sebab, hal itu bisa menimbulkan kekacauan dan kebaikan tidak lagi didengar serta dipatuhi. Bahkan, bisa membuat keadaan lebih parah yang malah membahayakan dan tidak membawa manfaat sama sekali”.

(Fatwa Syaikh Ibnu Baaz di akhir buku ‘Huquuq ar- Raa’i Wa ar- Ra’iyyah (Hal. 27) yang dinukil dari buku al- Manhaj as- Salafi, Syaikh al- Albani (Hal. 248)).


Imam al- Bukhori meriwayatkan dalam kitab Shahiih-nya dari ‘Ubadah bin ash- Shamit Radhialloohu 'Anhu dia berkata,

“Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menyeru kami, kami lantas membai’at beliau. Di antara hal yang beliau minta dari kami adalah agar kami berbai’at UNTUK MENDENGAR DAN TA’AT BAIK DALAM KEADAAN SUKA MAUPUN DUKA, SUSAH MAUPUN SENANG, MENGUTAMAKAN BELIAU ATAS DIRI KAMI, SERTA TIDAK MENENTANG PENGUASA. KECUALI JIKA KALIAN MELIHAT KEKUFURAN YANG TERANG- TERANGAN (NYATA) DAN KALIAN MEMILIKI BUKTI DARI ALLOH TENTANG ITU”. (Fat-hul Baari (XIII/ 5), Kitab Fitnah, Bab kedua).

Al- Hafizh Ibnu Hajar al- ‘Asqalani berkata, “Sabda beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, “Kalian memiliki bukti dari Alloh tentang itu”, Yaitu Nash dari ayat atau hadits Shahih yang tidak mengandung tafsiran lain”. (Fat-hul Baari (XIII/ 8)).

Asy- Syaukani Rahimahulloh berkata, “Orang yang mendapati kesalahan pada seorang pemimpin dalam beberapa masalah, seyogyanya memberikan nasehat. JANGANLAH IA MENAMPAKKAN KEBENCIAN TERHADAPNYA DI DEPAN KHALAYAK RAMAI. Yang benar adalah sebagaimana yang dikemukakan dalam hadits, “Menggandeng tangannya, berduaan dengannya, lalu memberikan nasehat kepadanya, dan tidak menghinakan kekuasaan Alloh”. (As- Sail al- Jarrar (IV/ 556), dinukil dari al- ‘Alaqah Baina al- Hakiim Wa al- Mahkuum (Hal. 09)).

Di antara dampak buruk dari nasehat yang disampaikan secara frontal adalah JATUHNYA WIBAWA PEMIMPIN YANG MERUPAKAN EKSEKUTOR BAGI HUKUM ALLOH DI BUMI. SELANJUTNYA, JIKA WIBAWANYA JATUH, IA PUN TIDAK AKAN DIDENGAR DAN TIDAK LAGI DITAATI. INILAH PINTU FITNAH TERBESAR ITU. JANGANLAH PARA AKTIVIS BERPERSEPSI BAHWA PARA ULAMA TIDAK MENGINGKARI KEMUNGKARAN YANG MEREKA LIHAT. TIDAK HARUS- BAHKAN BERDASARKAN HADITS, TIDAK BOLEH- MENAMPAKKAN PENGINGKARAN DI HADAPAN MASYARAKAT UMUM. INI DITEMPUH DEMI MENGHINDARI FITNAH. Wallohu a’lamu.

Sumber: ‘Ensiklopedi Larangan Dalam Syari’at Islam #2”. Hal. 233- 236. Syaikh Muhammad Basyir ath- Thahlawi. (#Pengesahan hadits berdasarkan kitab- kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani; Diteliti dan diberi pengantar oleh DR. Shalih bin Fauzan al- Fauzan). Media Tarbiyah. Bogor.

Tidak ada komentar: