Sabtu, 13 November 2010

Laut itu Suci airnya dan halal bangkainya

Beberapa Faedah Seputar Makanan

Bangkai Laut Yang Terapung

Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam pernah ditanya tentang air Laut maka beliau Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Laut itu Suci airnya dan halal bangkainya”. (Shahih, Lihat Irwa’ul Ghalil: 9, dan ash- Shahiihah: 480 oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh).


Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Rahimahulloh berkata,

“Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air". Alangkah bagusnya apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhialloohu 'Anhuma tatkala beliau ditanya, “Bolehkah saya memakan sesuatu yang terapung di atas air (laut)?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. (HR. ad- Daruquthni: 538).



Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Silsilah ash- Shahiihah No. 480, lihat juga al- Muhalla 6/ 60- 65 oleh Ibnu Hazm, dan Syarh Shahih Muslim 13/ 76 oleh imam an- Nawawi).



Hukum Kodok

“Dari Abdurrahman bin Utsman al- Qurosyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam tentang Kodok/ Katak dijadikan obat, lalu Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melarang membunuhnya”. (HR. Ahmad 3/ 453, Abu Dawud: 5269, an- Nasa’i: 4355, al- Hakim 4/ 410- 411, al- Baihaqi 9/ 258, 318, dishahihkan oleh al- hafizh Ibnu Hajar al- ‘Asqalani dan Syaikh al- Albani Rahimahulloh).



Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa Ulama lainnya serta pendapat yang shalih dari madzhab Syafi’i. Al- Abdari menukil dari Abu Bakar ash- Shidiq, Umar bin al- Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ibnu Abbas Radhialloohu 'Anhum, bahwa SELURUH BANGKAI LAUT HUKUMNYA HALAL KECUALI KATAK. (Lihat al- Majmuu’ 9/ 35 oleh Imam an- nawawi, al- Mughni 13/ 345 oleh Ibnu Qudamah, Adhwa’ul Bayan 1/ 59 oleh asy- Syanqithi, Aunul Ma’bud 14/ 121 oleh Adzim Abadi, dan Taudhihul Ahkam 6/ 26 oleh al- Bassam).



Imam Ahmad Rahimahulloh berkata,

“Katak tidak halal sebagai obat, karena Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melarang membunuhnya”. Penulis al- Qonun (Dia adalah Ibnu Sina, beliau memiliki buku berjudul, ‘al- Qonun Fii ath- Thib, dan buku ini memiliki Syarah dan ringkasan yang banyak sekali, sebagaimana dalam ‘Kasyfu Zhunun’ 2/ 1312), berkata, “Barangsiapa makan darah katak, atau dagingnya, maka badannya akan menjadi lemah, dan kulitnya menjadi pucat dan banyak mengeluarkan mani sehingga bisa membuatnya mati. Oleh karena itu para dokter tidak menjadikannya sebagai obat karena khawatir bahayanya”. (Ath- Thibbun Nabawi, hal. 307 oleh Ibnul Qayyim al- Jauziyyah Rahimahulloh).



Dan menurut keterangan Dr. H. Muhammad Eidman, M.Sc, Tenaga Ahli dari Institute Pertanian Bogor, bahwa dari kurang lebih 150 jenis katak yang berada di Indonesia, baru 10 jeniss yang diyakini tidak mengandung RACUN. (Lihat Himpunan Majelis Ulama Indonesia, hal. 207).





Makan dan Minum dengan Dua Tangan

Syaikh Muhammad bin Sholih al- Utsaimin Rahimahulloh pernah ditanya tentang hukum Makan dan Minum dengan menggunakan dua tangan, apakah dibolehkan? Beliau menjawab,

“Sesungguhnya memegang gelas dengan tangan kiri dan menyandarkannya pada tangan kanan, hukumnya antara boleh dan haram, karena dia tidak menggunakan tangan kiri secara keseluruhan. Demikian pula apabila memegang piring besar dengan dua tangan, atau memegang tulang, atau memegang semangka dengan dua tangan, maka dibolehkan karena darurat, karena dia tidak mengkhususkan tangan kiri, akan tetapi memakai tangan kanan lebih utama”. (Tafsir Surat al- baqoroh, Adab ath- Tho’am, hal, 20).



Makan dengan Sendok

Boleh makan dengan menggunakan sendok (asy- Syarh al- Mumthi’ 12/ 363), karena perkara ini hanya masalah adat kebiasaan saja bukan perkara ibadah.

Syaikh al- Albani Rahimahulloh berkata,

“Aneh, sebagian orang ada yang beranggapan jelek apabila makan dengan sendok! Mereka mengira hal ini menyelisihi Sunnah! Padahal perkara ini hanya adat kebiasaan saja, bukan perkaara ibadah, persis seperti naik Mobil, naik pesawat, atau sarana laionnya yang muncul dewasa ini”. (Adh- Dho’ifah, 3/ 347. Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Rahimahulloh).



Cuci Tangan Sebelum Makan

Telah terjadi silang pendapat di anatar ulama tentang hukum mencuci tangan sebelum makan, apakah hal itu termasuk Sunnah ataau tidak..?



Yang mendekati kebenaran bahwa mencuci tangan sebelum makan bukan termasuk perkara ibadah, karena tidak adanya hadits yang shahih dalam masalah ini (Imam al- Baihaqi Rahimahulloh berkata, “Hadits mencuci tangan SETELAH MAKAN adalah Hasan, dan TIDAK ADA HADITS YANG SHAHIH tentang MENCUCI TANGAN SEBELUM MAKAN”. (al- Adaab asy- Syar’iyyah, 3/ 371).



Namun hal ini dianjurkan apabila untuk menghillangkan kotoran yang melekat pada tangannya. Demikian yang ditegaskan oleh Ibnul Qayyim dalam Tahdzib as- Sunan, No. 10/ 166. Lihat pula perinciannya dalam al- Adaab asy- Syar’iyyah, 3/ 369. Walhasil mencuci tangan sebelum makan BUKAN SUNNAH SECARA MUTLAK, juga JANGAN DITINGGALKAN SECARA MUTLAK. Apabila ada kotoran melekat, maka hendaklah dicuci, jika tidak ada maka tidak mengapa makan dengan tanpa mencuci tangan. (Adab ath- Tho’am Wasy Syarob, hal. 7 oleh Ummu Abdillah, asy- Syarh al- Mumthi’, 12/ 368 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin Rahimahulloh). Wallohu A'lamu.



Sumber: ‘Majalah al- Furqon, edisi 4 tahun X. Dzulqo’dah 1431H. Hal 34- 36. Penulis Abu Ubaidah, dan Abu Abdillah”.

Tidak ada komentar: