Sabtu, 13 November 2010

Sesungguhnya Jampi, Jimat, dan Tiwalah (Pengasihan) adalah Syirik

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH MALARANG MEMAKAI JIMAT

Kata Tamaa-im adalah bentuk jamak dari tamimah, yaitu suatu jimat yang dikalungkan di leher atau bagian dari tubuh seseorang yang bertujuan mendatangkan manfaat atau menolak mudhorot, baik kandungan jimat itu adalah Al- Qur’an atau benang atau kulit atau kerikil dan semacamnya. Orang- orang Arab biasa menggunakan jimat bagi anak- anak mereka sebagai perlindungan dari sihir atau guna- guna dan semacamnya.

Jimat terbagi menjadi dua (2) macam,

Pertama, yang tidak termasuk dari Al- Qur’an. Inilah yang DILARANG oleh syari’at Islam. Jika ia percaya bahwa jimat itu adalah subjek atau faktor yang berpengaruh, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkat SYIRIK BESAR. Tetapi jika ia percaya bahwa jimat hanya menyertai datangnya manfaat atau mudharat, maka ia dinyatakan telah melakukan Syirik kecil.

Hadits Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dalam Shahiihul Bukhori dari Shahabat Abu Basyir al- Anshari bahwa beliau pernah bersama Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dalam suatu perjalanan lalu ia berkata,

“Lalu Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam mengutus seseorang untuk mengumukan, kemudian beliau bersabda, “Jangan sisakan satu kalung pun yang digantung di leher unta melainkan kalungnya harus dipotong”.” (HR. al- Bukhori (No. 3005), dan Muslim (No. 2115), dari Shahabat Abu Basyir al- Anshari Radhialloohu 'Anhu).

Dari Ibnu Mas’ud Radhialloohu 'Anhu ia berkata,

“Aku telah mendengar Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Jampi, Jimat, dan Tiwalah (Pengasihan) adalah Syirik”. (HR. Abu Dawud No. 3883, Ibnu Majah No. 3530, Ahmad, (I/ 381), dan al- Hakim (IV/ 417- 418), dari Shahabat ‘Abdulloh bin Mas’ud Radhialloohu 'Anhu. Hadits ini Shahih. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash- Shahiihah, No. 331 dan 2972).

Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan oleh Wanita untuk merebut cinta suaminya (pelet) dan ini dianggap sebagai sihir. Jimat diharamkan oleh Syari’at Islam karena ia mengandung makna keterkaitan hati dan tawakkal kepada selain Alloh, dan membuka pintu bagi masuknya kepercayaan- kepercayaan yang rusak tentang berbagai hal yang ada pada akhirnya mengantarkan kepada Syirik Besar.

Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa menggantungkan Jimat, maka ia telah melakukan Syirik”. (HR. Ahmad, IV/ 156, al- hakim (IV/ 417), dari Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir al- Juhani Radhialloohu 'Anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash- Shahiihah, No. 492).

Kedua, yang bersumber dari Al- Qur’an. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Yaitu ada sebagian yangmembolehkan dan ada yang mengharamkannya. Pendapat yang KUAT adalah pendapat yang KEDUA, yaitu MENGHARAMKAN nya. Karena dalil yang mengharamkan jimat menyatakannya sebagai perbuatan Syirik dan tidak membedakan apakah jimat berasal dari Al- Qur’an atau bukan dari Al- Qur’an. Dengan membolehkan jimat dari ayat Al- Qur’an sebenarnya kita telah membuka peluang menyebarnya jimat dari jenis pertama yang jelas- jelas haram. Maka, sarana yang dapat mengantar kepada perbuatan haram mempunyai hukum yang sama dengan perbuatan haram itu sendiri. Ia juga menyebabkan tergantungnya hati kepadanya, sehingga pelakunya akan ditinggalkan oleh Alloh dan diserahkan kepada Jimat tersebut untuk menyelesaikan masalahnya.

Selain itu, pemakaian jimat dari Al- Qur’an juga mengandung unsur penghinaan terhadap Al- Qur’an, khususnya di waktu tidur dan ketika sedang buang hajat atau sedang berkeringat dan semacamnya. Hal semacam itu tentu saja bertentangan dengan kesucian dan kesakralan Al- Qur’an. Selain itu juga, jimat ini dapat pula dimanfaatkan oleh para pembuatnya untuk menyebarkan kemusyrikan ddengan alasan jimat yang dibuat dari AL- Qur’an. (Lihat Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al- Islaamiyyah, Hal. 151).
Ibrahim an- nakha’i Rahimahulloh (Wafat tahun 96H) berkata,

“Mereka membenci Jimat, baik yang berasal dari Al- Qur’an maupun yang berasal bukan dari Al- Qur’an”. Maksudnya, Ijma’ ulama Salaf dalam mengharamkan Jimat secara keseluruhan. (Fathul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid, Hal. 153).

Sa’id bin Jubair Rahimahulloh (wafat tahun 95H) berkata,

“Barangsiapa yang memotong sebuah jimat dari seseorang maka pahalanya sama dengan memerdekakan seorang budak”. Perkataan seperti ini tentu saja tidak akan diucapkan tanpa dasar wahyu yang jelas, sehingga ucapan ini dapat dianggap sebagai hadits Mursal, atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang Tabi’in dari Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam tanpa menyebutkan nama Shahabat, dan ia termasuk seorang pembesar Tabi’in. Maka, hadits mursal semacam ini menjadi hujjah bagi yang menjadikannya sebagai dalil”. (lihat Fat- hul Majiid Syarah Kitaabut Tauhiiid, bab VII: Maa Jaa-a Fir Ruqaa wat Tamaa-im, hal 145- 154, dan al- Madkhal Li Diraasatil ‘Aqiidah al- Islaamiyyah, hal. 150- 151). Wallohu A’lam.

Sumber: ‘Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah”. Hal. 483- 485. Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pustaka Imam asy- Syafi’i. Bogor.

Keterangan

Hadits Mursal= Hadits yang sanadnya terbuang dari akhir sanadnya, sebelum tabi'in. Gambarannya adalah, apabila seorang Tabi'in mengatakan, "Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, "..." atau, "Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam melakukan ini dan itu...". (Lihat Shahih at- Targhiib Wa at- Tarhiib IV/ 29. Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Rahimahulloh. Pustaka Sahifa. Jakarta).

Tidak ada komentar: