Selasa, 09 November 2010

“Mungkin saja saudaraku punya Alasan yang aku tidak mengetahuinya”

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

“Hai orang- orang yang beriman, jauhilah banyak PRASANGKA, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu MENCARI- CARI KESALAHAN orang lain”. (QS. Al- Hujuraat: 12).

Dalam ayat yang mulia ini terdapat perintah untuk menjauhi sikap suka mengumbar prasangka, karena sebagiannya adalah dosa, dan larangan mencari- cari kesalahan orang lain, yaitu mengorek- ngorek tentang kesalahan orang lain. Hal itu terjadi adalah akibat dari berburuk sangka.

Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Hindarilah sikap suka mengumbar prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling dusta. Dan janganlah kalian berusaha untuk mendapatkan informasi tentang kejelekan dan mencari- cari kesalahan orang lain, jangan pula saling DENGKI, saling BENCI, saling MEMUSUHI, jadilah kaian hamba Alloh yang bersaudara”. (HR. al- Bukhori, No. 6064, dan Muslim, No. 2563).

Amirul Mu’minin ‘Umar bin al- Khaththab Radhialloohu 'Anhu berkata,

“Janganlah kamu berprasangka buruk terhadpa sebuah perkataan yang keluar dari mulut saudaramu yang beriman, berilah persangkaan yang BAIK. Terlebih lagi bila engkau dapat membawakannya ke arah yang baik”. (Disebutkan oleh Ibnu Katsir Rahimahulloh dalam tafsir surat Al- Hujuraat).

Bakr bin ‘Abdulloh al- Muzani Rahimahulloh berkata, sebagaimana yang terdapat dalam biografinya dalam kitab At- Tahdzibut Tahdziib,

“Hati- hatilah kamu terhadap perkataan, kalaupun kamu di pihak yang benar, kamu tidak diberi pahala. Dan jika kamu di pihak yang salah kamu memikul dosanya, yaitu BERBURUK SANGKA terhadap saudaramu”.

Abu Qilabah ‘Abdulloh bin Zaid al- Jurmi Rahimahulloh sebagaimana dalam kitab al- Hilyah karangan Abu Nu’aim (2/ 285) mengatakan,

“Bila sampai kepadamu sesuatu yang kamu benci dari saudaramu, maka BERUSAHALAH untuk MENCARIKAN ALASAN untuknya, jika kamu tidak menemukan alasan untuknya, maka katakanlah dalam haimu, “MUNGKIN SAJA SAUDARAKU PUNYA ALASAN YANG AKU TIDAK MENGETAHUINYA”.

Sufyan bin Husain Rahimahulloh berkata,

“Aku menyebut kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyah, maka ia menatap wajahku dan berkata, ‘Apakah engkau ikut berperang melawan Romawi?’, Aku jawab, “Tidak”, Ia bertanya lagi melawan Sind, India, dan Turki..? Aku jawab, “Tidak”, Ia berkata lagi, ‘Apakah orang- orang Romawi, Sind, India, dan Turki merasa aman darimu, namun saudaramu sesama Muslim tidak merasa aman darimu..?”.
Sufyan bin Husain Rahimahulloh berkata, “Aku tidak mengulanginya lagi sesudah itu”. (Silahkan lihat al= bidayah Wan Nihayah, karangan Ibnu Katsir Rahimahulloh, 13/ 121).

Alangkah bagusnya jawaban Iyas bin Mu’awiyah tersebut yang sangat terkenal dengan kecerdasannya. Jawaban di atas adalah salah satu bukti dari kecerdasannya.

Abu Hatim bin Hibban al- Busti Rahimahulloh berkata dalam Kitabnya Raudhatul ‘Uqala’ halaman 131,

“Orang yang punya akal, seharusnya terhindar dari sikap suka mencari- cari tentang kejelekan (aib) orang lain. Hendaklah ia sibuk memperbaiki kejelekannya diri sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk dengan kejelekannya sendiri dari pada mencari- cari kejelekan orang lain, badannya akan tenteram dan jiwanya akan tenang. Setiap kali ia melihat kejelekan dirinya akan terasa ringan dalam pandangannya ketika ia melihat kejelekan tersebut pada saudaranya. Sesungguhnya orang yang sibuk dengan kejelekan orang lain dari memperhatikan kejelekan dirinya, hatinya akan buta, badannya akan letih, dan akan sulit baginya untuk meninggalkan kejelekan dirinya sendiri”.

Ia (Ibnu Hibban) berkata lagi masih dalam kitab tersebut halaman 133,

“Mencari- cari kejelekan orang lain adalah salah satu cabang dari sifat kemunafikan. Sebagaimana halnya berbaik sangka adalah salah satu dari cabang keimanan, orang yang berakal sehat akan selalu berbaik sangka terhadap saudaranya, dan menyendiri dengan membawa kesusahan dan kesedihannya. Orang yang jahil akan selalu berburuk sangka dengan saudaranya dan tidak mau berpikir tentang kesalahan dan penderitaannya”.

Sumber: “Lembutnya Dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah”. Hal. 45- 49. Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al- ‘Abbad. Pustaka Darul Ilmi. Bogor.


Tidak ada komentar: