Selasa, 15 Februari 2011

Seorang Mukmin tidak akan ditambah umurnya kecuali karena memilliki kebaikan

Orang tua yang mukmin memiliki kedudukan di sisi Alloh dan tidaklah ditambah umurnya melainkan karena dia memiliki kebaikan.


Sangat banyak hadits- hadits yang datang dari Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam yang menyatakan bahwa seorang mukmin tidak akan ditambah umurnya kecuali karena memiliki kebaikan, terlebih lagi seorang mukmin memiliki kedudukan yang khusus, ini terbukti dengan diampuninya kesalahan- kesalahannya, dan bisa memberikan syafa’at bagi keluarganya. Dalam hadits Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Janganlah salah seorang dari kalian berangan- angan untuk mati dan janganlah dia berdo’a meminta kematian sebelum tiba kepadanya karena apabila seorang dari kalian telah mati maka terputuslah amalannya. Sesungguhnya umur seorang mukmin tidak menambahinya kecuali kebaikan”. (Shahih Muslim, Juz 8 Hal. 65).

Sebagaimana Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Maukah aku beritahukan kepada kalian orang- orang terbaik di antara kalian?” Mereka menjawab, “Ya, Wahai Rasululloh”. Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam berkata, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling panjang umurnya apabila mereka di atas kebenaran”. (Musnad Abu Ya’la al- Mushlihi, Ahmad bin Ali at- Tamimi. Tahqiq Husain Asad, Daar al- Ma’mun Lit- Turots, Juz 6. Hal. 214. Al- Haitsami berkata dalam al- Majmu’ az- Zawaid, Juz. 10 hal. 206, “Sanadnya Hasan”).

Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu meriwayatkan bahwa Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Orang- orang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling panjang umurnya dan baik amalannya”. (Al- Musnad, Juz 2, hal. 310).

Di dalam Al- Musnad, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Tidak ada seorangpun yang lebih utama di sisi Alloh dari seorang mukmin yang berumur panjang di dalam Islam karena Tasbih, Takbir, dan Tahlil- nya”. (Al- Musnad, Juz.1 hal. 20, Pendahuluan hadits ini, “Sesungguhnya sekelompok orang dari Bani ‘Adzrah ...”).

Dan telah diriwayatkan bahwa Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Kebaikan itu bersama dengan orang- orang tua kalian”. (Mukhtashar Zawaid Musnad al- Bazzar, Ibnu Hajar, Muassasah al- Kutub ats- Tsaqafiyah, 1412H, juz. 2 hal 188. Az- Zarqani berkata, “Shahih”. Lihatlah Mukhtashar al- Maqashid al- Hasanah, az- Zarqani. Tahqiq Muhammad ash- Shabbagh, al- Maktabah al- Islami, hal. 82 dan Syaikh al- Albani Rahimahulloh menyebutkannya di dalam Shahih al- Jaami’, No. 2881).


Imam Ahmad Rahimahulloh mengeluarkan di dalam Musnad nya dari Shahabat Anas bin Malik Radhialloohu 'Anhu bahwa Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Tidak ada orang yang berumur panjang di dalam Islam dengan umur empat puluh (40) tahun kecuali Alloh akan menjauhkan darinya tiga musibah, Gila, Kusta, dan Sopak. Apabila mencapai umur lima puluh tahun (50), Alloh akan memudahkan baginya Hisab. Apabila mencapai umur enam puluh (60) tahun, Alloh akan memberikan rezeki Taubat kepadanya dengan apa yang Alloh cintai. Apabila mencapai umur tujuh puluh tahun (70), Alloh akan mencintainya dan mencintainya pula penduduk langit. Apabila mencapai umur delapan puluh tahun (80), akan diterima kebaikan- kebaikannya dan dihapus kesalahan- kesalahannya. Apabila mencapai umur sembilan puluh tahun (90), Alloh akan mengampuni dosa yang telah lalu dari dosa- dosanya dan yang akan datang. Dia dinamakan Tawanan Alloh di Muka Bumi, dan dia bisa memberikan Syafa’at bagi anggota keluarganya”. (Al- Musnad, Juz 3 hal. 275, Lihat Musnad Abi Ya’la Al- Mushlihi, Juz 7 Hal. 241. Syaikh al- Albani Rahimahulloh menyebutkan hadits ini di dalam Dha’if al- jaami’ No. 4047. Dan Syaikh Ahmad Syakir telah membantah Ibnul Jauzi ketika memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya, ‘Al- Maudhu’at” dan Syaikh Ahmad Syakir menguatkan hadits ini serta menyebutkan berbagai jalannya. Lihat Jami’ al- Ahaadiits al- Qudsiyah, ash- Shababithi, 1991M, Juz 3. Hal. 435).

Dan dari Abdulloh bin Busrin Radhialloohu 'Anhu berkata, “Dua orang Arab menemui Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dan salah satunya bertanya kepada Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, “Siapa manusia yang terbaik itu wahai Muhammad?. Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab,

“Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya..”. (Al- Musnad Juz 4, hal. 258, Syaikh al- Albani Rahimahulloh menyebutkan di dalam Shahih al- Jaami’, No. 329).

Dari Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu berkata, “Ada dua orang dari Bali –sebuah desa suku Qudha’ah- telah masuk Islam bersama Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam. Kemudian salah satu dari keduanya mati syahid sedangkan yang lainnya menyusul setelah satu tahun”. Thalhah bin Ubaidillah Radhialloohu 'Anhu berkata, “Aku (mimpi) melihat Surga dan aku melihat orang yang meninggal belakangan dari dua orang tersebut terlebih dahulu masuk Surga mendahului orang yang mati Syahid sehingga aku merasa heran. Keesokan harinya aku menanyakan hal itu kepada Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam maka Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Bukankah (orang yang terakhir meninggal) melaksanakan puasa Ramadhan sepeninggal orang yang mati Syahid, dia mengrjakan Sholat sebanyak enam ribu rokaat dan mengerjakan berbagai sholat selama setahun?!”. (Al- Musnad, Juz 2 hal. 439. Al- Haitsami berkata, “Sanadnya Hasan”. Majmu’ az- Zawaid: juz 10 hal. 207).

Dalam sebuah hadits Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya Alloh mencintai orang- orang yang berumur tujuh puluh (70) tahun dan malu terhadap orang- orang yang berumur delapan puluh tahun”.

Al- Munawi Rahimahullloh berkata, “Alloh berhubungan terhadap mereka dengan hubungan orang yang malu, sehingga tidak mengadzab mereka. Dan tidak dimaksudkan dengan ini hakekat malu yang berarti menahan diri dari kehinaan”. (At- taisir Bi Syarh al- Jami’ ash- Shaghir, Juz 1, hal. 272. Pensyarah kitab ini berkata, “Sanadnya Hasan:. Sedangkan Syaikh al- Albani Rahimahulloh menyebutkannya di dalam Dha’if Al- Jaami’, No. 1696. Wallohu A'lamu.

Sumber: ‘OLD is GOLD: Yang Tua yang Istimewa”. Abdulloh bin Nashir bin Abdulloh as- Sadhan. Hal 57- 60. Daar An Naba. Jakarta.



Tidak ada komentar: