Kamis, 24 Februari 2011

Tidak boleh sesuatu yang dilarang itu LEBIH BESAR (dosanya) daripada keadaan darurat.

Hukum meminjam Uang dari bank Ribawi.
(Tanya Jawab bersama Syaikh Prof. Dr. Sulaiman ar- Ruhaily Hafidzohulloh).

Syaikh Sulaiman ar- Ruhaily hafidzohulloh pernah ditanya seputar fatwa yang beredar di Eropa, tentang bolehnya seseorang untuk meminjam uang dari Bank Ribawi, bila ia terdesak dalam menggunakannya, misalnya untuk memiliki tempat tinggal, dengan alasan bahwa tempat tinggal merupakan kebutuhan yang sangat mendesak (primer), dan mendekati keadaan darurat. Sedangkan kaidah berkata, “Keadaan darurat itu membolehkan hal- hal yang dilarang”.

Beliau menjawab:

Fatwa ini tidaklah benar, akan tetapi yang benar menurutku –Wallohu Ta’ala A’lamu- Bahwa Riba itu tidak bisa dibolehkan dengan alasan keadaan darurat. Karena di antara syarat darurat yang membolehkan hal- hal yang dilarang adalah tidak boleh sesuatu yang dilarang itu LEBIH BESAR (dosanya) daripada keadaan darurat.

Contoh: seandainya ada orang yang kelaparan dan tidak mendapati makanan, kemudian ia menjumpai jasad Nabi yang sudah meninggal, apakah boleh dia memakannya? Demikianlah para ulama membuat contoh untuk memperjelas masalah, meskipun terkadang contoh itu jauh dari kenyataan. Maka tidak boleh bagi orang yang kelaparan itu untuk memakan jasad Nabi, hal itu dikarenakan kehormatan Nabi lebih besar dan lebih mulia dari pada menjaga hidup orang yang kelaparan.

Dan dalam hal ini, riba pun demikian dengan beberapa alasan:

Alasan Pertama, Sesungguhnya Riba adalah dosa besar yang Alloh ta’ala dan Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menyatakan perang terhadapnya, yang mana Alloh dan Rasul- Nya tidak pernah menyatakan perang terhadap suatu dosa secara bersamaan kecuali terhadap RIBA. Ya memang ada hadits yang menyatakan bahwa Alloh ta’ala mengumumkan perang terhadap dosa selain Riba yaitu hadits,

“Barangsiapa memusuhi wali- Ku, maka Aku menyatakan perang terhadapnya”


Tetapi hadits ini Alloh menyatakan perang terhadap orang yang memusuhi wali- Nya dengan Diri- Nya sendiri, tanpa Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam. Berbeda dengan riba, yang di situ dinyatakan perang dari Alloh dan Rasul- Nya.

Ini merupakan ancaman besar bagi pelaku Riba, juga menunjukkan bahwa Riba tidak bisa dibolehkan dengan alasan darurat. Di antara hadits- hadits lain yang menunjukkan besarnya ancaman Riba adalah,

“Dirham yang dihasilkan dari Riba itu lebih besar dosanya di sisi Alloh daripada dosa tiga puluh enam (36) wanita pezina”. (al- Jami’ al- Kabir Lis Suyuthi 1/ 12433, al- Baihaqi dalam Su’abul Iman, 4/ 393).


Dalam riwayat yang lain,

“Dosa Riba yang paling ringan adalah seperti orang yang berzina dengan Ibunya di depan Ka’bah”.


Riwayat ini dikuatkan oleh syaikh al- Albani dan selainnya.

Dari sini bisa dipetik kesimpulan bahwa sebuah dosa yang sampai pada derajat ini tidak bisa dibolehkan dengan alasan darurat.

Alasan kedua, Sesungguhnya meminjam uang dari Bank Ribawi bukanlah satu- satunya solusi dari masalah ini. Karena seseorang bisa saja memiliki rumah dengan cara lain. Misalnya dengan cara menyewa, karena banyak kita jumpai hamba- hamba Alloh yang tidak memiliki rumah, tapi mereka bisa bertempat tinggal dengan cara mengontrak (sewa) dan mereka terhindar dari kesulitan.

Jadi pendapat yang rajih menurutku dalam masalah ini setelah saya teliti dan saya cermati, adalah bahwa: dalam Maasalah Riba, tidak ada dalil yang membolehkannya meskipun dalam kondisi darurat. Bahkan para ulama menetapkan bahwa syarat darurat yang membolehkan hal yang terlarang tidak terpenuhi dalam masalah ini., Wallohu A’lam.

Sumber: ‘Soal Jawab Bersama Syaikh Prof. Dr. Sulaiman ar- Ruhaily’. Majalah Dakwah adz- Dzakhiirah. Vol.8 No. 10 edisi 64. Th 1431H/ 2010. Hal. 5-6. STAI Ali bin Abi Thalib. Surabaya.



1 komentar:

CaraJualPulsa mengatakan...

memang maslah riba ini paling hangat menjadi topik pembicaraan.para kiai berdeda-beda pendapat.Semoga kita tidak termasuk yang memakan riba.