Sabtu, 26 Maret 2011

Kisah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam

Sifat Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam.

Dialah seorang Nabi yang tidak dijelaskan secara gamblang tentang zaman kenabiannya, dan di kaum apa beliau berdakwah. Semua cerita tentang Nabi Dzulkifi hanya sebatas pendapat- pendapat, tidak berdasarkan dalil yang qoth’i. Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala telah mencatat beliau ‘Alaihis Salaam sebagai jajaran orang- orang yang sabar dan menjadi hamba pilihan.

“Dan ingatlah Nabi Isma’il, Nabi Idris, dan Nabi Dzulkifli, semuanya termasuk orang- orang yang sabar. (QS. Al- Anbiya’ [21]: 85).

“Dan ingatlah Nabi Isma’il, Nabi Yasa’, dan Nabi Dzulkifli, semuanya termasuk orang- orang pilihan”. (QS. Shod [38]: 48).

Dzulkifli adalah julukan untuk beliau. Nama beliau sebenarnya tidak diketahui secara pasti. Sebab musabbabnya juga beragam. Al- Kifli maknanya MENJAMIN TANGGUNGAN. Telah terjadi silang pendapat tentang di masa apa Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam hidup.

Pendapat yang pertama menyatakan bahwa Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam adalah anak Nabi Ayyub ‘Alaihis Salaam yang mana nama lengkapnya adalah Bisyr bin Ayyub. Beliau berdakwah di daerah Syam. Pendapat ini mengatakan bahwa Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam adalah seorang Nabi bukan dari Kalangan Bani Isro’il.

Pendapat yang kedua menyebutkan bahwa Nabi Dzulkifli adalah seorang Nabi dari kalangan Bani Isro’il. Beliau hidup di masa Nabi Yasa’ 'Alaihis Salaam. Seorang Nabi yang hidup setelah Nabi Ilyas ‘Alaihis Salaam. Alasan mereka, karena ada riwayat yang disebutkan dengan jelas perihal nama Nabi Yasa’ sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Jalan Mujahid. Dan Ibnu Katsir Rahimahulloh menukilnya dalam kitab Qoshosh al- Anbiya’ 217 dan beliau tidak berkomentar tentang derajat kisah ini.

Mujahid berkata: Ketika Nabi Yasa’ telah berusia tua, beliau ingin memberikan mandat kepada seseorang untuk mengurusi kaumnya saat dirinya masih hidup agar dia tahu bagaimana cara kerjanya. Maka Nabi Yasa’ mengumumkan pada kaumnya, “Siapa yang bisa menerima tiga (3) kewajiban dariku, yaitu berpuasa di Siang Hari, Sholat Tahajjud di malam hari, dan sekali- kali tidak akan marah, maka aku berikan mandat padanya”.

Maka majulah seorang laki- laki yang rendahan di antara mereka, sambil menjawab, “Saya”.

Nabi Yasa’ bertanya, “Apakah engkau sanggup?”, Ia menjawab, “Ya”. Maka sejak saat itulah Nabi Dzulkifli diberikan mandat untuk menggantikan tugas nabi tersebut untuk memutuskan segala urusan pada kaumnya waktu itu. Beliau terbukti mampu menunaikan tugasnya dan sanggup melaksanakan tiga (3) kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Sejak saat itu setan ingin mengodanya. Setan menjelma sebagai seorang yang tua renta lagi kelihatan miskin papa. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan Nabi Dzulkifli karena terlalu sibuknya, dalam kesehariannya beliau tidak ada waktu untuk tidur kecuali sesaat di waktu siang. Maka datanglah setan yang menjelma sebagai lelaki tua itu ketika Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam hendak tidur siang. Tujuannya adalah agar Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam menjadi marah karenanya.

Mula- mula lelaki tua itu mengetuk rumah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam padahal beliau sudah berbaring untuk istirahat. Begitu pintu diketuk, menyahutlah Nabi Dzulkifli dari dalam, “Siapa.?”

“Saya lelaki tua yang teraniaya”. Jawab lelaki tua itu. Setelah pintu terbuka, mengadulah lelaki itu pada Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam. Dia berkata, “Saya seorang tua yang teraniaya, telah terjadi pertikaian antara diriku dan kaumku, lalu mereka berbuat dzolim kepadaku, dan mereka juga berbuat begini dan begitu”. Lelaki itu terus bercerita dan menambah ceritanya hingga datanglah waktu sore. Hingga pada akhirnya hilanglah kesempatan tidur siang Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam. Beliau berkata, “Wahai tuan, hendaklah engkau datang di majelisku sore ini. Nanti akan aku selesaikan hakmu dari kaummu”. Maka pulanglah lelaki tua itu dan Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam tidak jadi beristirahat karenanya.

Selanjutnya, sore itu Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam duduk di majelisnya untuk menyelesaikan urusan- urusan kaumnya. Beliau menunggu lelaki tua yang datang barusan tadi untuk diselesaikan urusannya. Namun lelaki tua itu tidak muncul- muncul. Keesokan harinya ketika Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam kembali duduk di majelisnya untuk menyelesaikan berbagai urusan kaumnya. Beliaupun tidak mendapati lelaki tua itu. Baru ketika datang siang dan Nabi Dzulkifli beranjak untuk istirahat, kembali pintu rumahnya terketuk. Selanjutnya Nabi Dzulkifli membukakan pintu dan ternyata lelaki tua itulah yang muncul. Nabi Dzulkifli lalu berkata, “Wahai tuan bukankah sudah aku katakan, jika aku di majelis, datanglah padaku lalu aku akan menyelesaikan urusanmu”. Lelaki itu pun beralasan, “Wahai Nabi Alloh, sesungguhnya kaumku sejelek- jelek manusia, ketika mereka tahu bahwa engkau duduk di majelis untuk menampung berbagai aduan rakyatmu, mereka bersegera memberikan hakku. Namun ketika mereka tahu bahwa dirimu tidak ada di majelis, mereka kembali merampas hakku”.

Begitulah lelaki itu di hari kedua terus bercerita dan menambah ceritanya hingga datanglah waktu sore. Hingga pada akhirnya, hilanglah kesempatan tidur siang bagi Nabi Dzulkifli untuk kedua kalinya. Namun Nabi Dzulkifli tidak marah karenanya. Dan sore harinya,kembalilah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam duduk di majelisnya untuk menyelesaikan urusan- urusan kaumnya. Namun lagi- lagi lelaki tua itu tidak muncul batang hidungnya. Maka di siang harinya pada hari ketiganya, ketika Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam tertimpa rasa kantuk yang luar biasa, beliau berpesan kepada sebagian keluarganya, “Sekali- kali jangan biarkan seorang pun untuk mendekati pintu kamarku ini sampai diriku bangun tidur. Sungguh rasa kantuk yang sangat telah menimpaku”.

Beberapa saat kemudian, datanglah kembali lelaki tua itu. Penjaga pintu langsung menghalanginya, “Pergilah tuan,.! Nabi Dzulkifli sedang beristirahat, beliau tidak bisa diganggu”..!”

Namun lelaki tua itu tetap bersikeras, “Sungguh aku telah datang di hari kemarin, dan aku telah bercerita padanya akan masalahku. Sekarang aku betul- betul mendesak bertemu dengan beliau”

Penjaga pintu tetap bersikukuh, “Tidak, sekali- kali kami tidak memperbolehkan seorangpun untuk mendekati pintu itu”.

Maka ketika menemui jalan buntu dalam perdebatan itu, lelaki itu melihat ada suatu lubang angin di rumah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam, lalu dengan sigap ia pun menyusup ke rumah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam lewat lubang itu. Hal itu mudah baginya karena memang dirinya adalah setan. Ketika sampai di dalam, lelaki itu mengetuk pintu dari dalam. Mendengar pintu terketuk, bangunlah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam dan tercenganglah beliau karena ternyata di dalam kamarnya ada orang. Beliau pun bangun lalu memeriksa pintu rumahnya, dan didapatinya pintu rumah masih terkunci rapat. Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam selanjutnya tahu siapa lelaki tua itu, “Apakah dirimu musuh Alloh, yakni setan..?”

Lelaki itu menjawab, “Ya, Sungguh kau telah membuatku payah. Aku telah melakukan berbagai cara, sebagaimana kaui lihat supaya bia membuatmu marah, namun ternyata usahaku itu sia- sia”.

Maka begitulah Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala memberi nama pada beliau Dzulkifli, karena apabila beliau menjamin atau menanggung sesuatu, maka beliau bisa menuntaskannya”. Walloohu a’lam.

Sumber: Kisah Para Nabi: Sifat Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salaam. Penulis: Ust. Abu Adibah ash- Shoqoli. Majalah al- Mawaddah. Hal. 43-44. Shofar 1432H. Vol. 37. Januari – Februari 2011.



Note Tambahan: Keutamaan Menahan Marah.

2753- 9: Hasan Lighairihi. Dari Mu’adz bin Anas Radhialloohu 'Anhu, bahwasanya Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Siapa yang menahan kemarahannya padahal ia mampu menumpahkannya, niscaya ALLOH memanggilnya di hadapan seluruh makhluk di Hari Kiamat sehingga Dia menyuruhnya untuk memilih dari bidadari Surga yang dikehendakinya”.

[HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, dan Ibnu Majah: Sunan Abu Dawud No. 4777, Sunan at- Tirmidzi No. 2022, 2495, Sunan Ibnu Majah No. 4186].

2752- 8: Shahih Lighairihi: Dari Ibnu ‘Umar Radhialloohu 'Anhuma, dia berkata, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Tidak ada seteguk minuman yang lebih besar pahalanya di sisi ALLOH daripada seteguk minum kemarahan yang ditahan seorang hamba karena mencari wajah ALLOH".

[Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan para perawinya dijadikan Hujjah dalam ash- Shahih].

2479- 5: Shahih Lighairihi: Dari Abu ad- Darda’ Radhialloohu 'Anhu dia berkata,

“Seorang laki- laki berkata kepada Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, “Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam Surga?” Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab, “Jangan Marah, Maka kamu mendapatkan Surga”.

[Diriwayatkan oleh ath- Thabrani dengan dua sanad, salah satunya Shahih].

Sumber: ‘Shahih at- Targhib Wa at- Tarhib V’ Bab. Ancaman Tentang Sifat marah dan anjuran menolak& menahannya dan Sesuatu yang dilakukan ketika marah. Hal 197-200. Syaikh al- Albani Rahimahulloh. Pustaka Shahifa. Jakarta.

217: Meninggalkan Amarah. Dari Abu ad- Darda’ Radhialloohu 'Anhu ia berkata,

‘Seorang laki- laki berkata kepada Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam, “Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang memasukkanku ke Surga?” Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab, “Jangan marah, dan bagimu Surga”.

[Shahih, Diriwayatkan oleh ath- Thabrani dalam >al- Mu’jam al- Kabir dan Ibnu Abi ad- Dunya, dan dishahihkan oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh dalam Shahih al- Jami’ No. 2179].

216: Menahan Amarah. Dari Ibnu ‘Umar Radhialloohu 'Anhuma, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Manusia yang paling dicintai Alloh adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan amalan yang paling dicintai Alloh adalah kebahagiaan yang kamu berikan kepada seorang muslim, atau meringankan kesulitannya, atu melunasi hutangnya, atau mengusir kelaparannya. Aku berjalan bersama saudaraku yang muslim salam satu keperluan lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid selama satu bulan. Barangsiapa menahan amarahnya niscaya Alloh menutup auratnya. Barangsiapa menahan amarahnya –kalau dia mau, dia bisa melampiaskannya- nicaya Alloh memenuhi hatinya dengan keridhoan pada hari Kiamat. Barangsiapa berjalan bersama saudaranya yang muslim dalam rangka memenhui suatu kebutuhannya sehingga dia mendapatkannya untuknya, niscaya Alloh meneguhkan kakinya pada hari di mana kaki- kaki terpeleset. Sesungguhnya keburukan akhlak merusak amal, sebagaimana cuka merusak madu”.

[Hasan, Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad- Dunya dalam Qadha al- Hawa’ij, ath- Thabrani dalam al- Mu’jam al- Kabir, di- Hasan- kan oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh dalam Shahih al- jami’ No. 174 dan as- Silsilah ash- Shahiihah, No. 903].

Sumber: ‘Sesungguhnya DIA Maha Pengampun: 286 Sebab Meraih Ampunan Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala”. Hal 259- 261. Dr. Sayyid Husain al- Affani. Pustaka Darul haq. Jakarta.

Tidak ada komentar: