Sabtu, 26 Maret 2011

Abu Qilabah Rahimahulloh dan Kesabarannya.


BUAH KESABARAN

Abu Qilabah Rahimahulloh adalah seorang Tabi’in yang mulia, akan tetapi kondisinya sangat merenyuhkan hati. Beliau kehilangan kedua kaki dan tangannya, mata dan pendengarannya sudah melemah, tidak ada bagian tubuh yang bermanfaat kecuali lisannya.

Beliau selalu berdo’a, “Ya Alloh, tunjukilah aku untuk memuji- Mu dengan pujian yang sebanding, sebagai rasa syukur atas nikmat dan keutamaan yang Engkau berikan kepadaku”.

Suatu hari Abdulloh bin Muhammad Rahimahulloh bertanya kepadanya, “Mengapa engkau selalu mengulang- ulang do’amu? Sebenarnya nikmat apa yang telah diberikan kepadamu?”, Abu Qilabah berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang diperbuat oleh Rabb- ku? Demi Alloh, andaikan Alloh memerintahkan langit untuk mengirim api dan membakarku, memerintahkan gunung agar menimpaku, dan laut agar menenggelamkanku, tidaklah hal itu kecuali menambah rasa syukurku kepada- Nya karena Dia telah memberi nikmat Lisan ini”.

Abu Qilabah berkata lagi, “Aku punya kebutuhan, sudikah engkau membantuku? Aku ini orang yang lemah, aku punya seorang anak kesayangan yang selalu menemaniku, dia yang mewudhukanku saat tiba waktu sholat. Apabila aku lapar, dia yang memberi makan. Apabila aku haus, dia yang memberi minum. Tetapi sudah tiga (3) hari ini aku kehilangan dia, tolong carikan di mana dia?”, Aku (Abdulloh bin Muhammad_red) berkata, “Sungguh tidak ada pahala yang lebih besar di sisi Alloh daripada orang yang berjalan untuk memenuhi kebutuhanmu”.

Aku mulai berjalan mencari anak tersebut. Baru beberapa meter aku melihat tumpukan bebatuan dan aku dapati anak yang kucari telah dimangsa binatang buas. Melihat itu aku hanya bisa mengucap, “Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Rooji’uun”.

Sampai di rumah Abu Qilabah aku langsung mengucapkan salam. Abu Qilabah membalasnya, dan berkata, “Bukankah engkau Sahabatku?” Aku menjawab, “Benar”

“Bagaimana kebutuhanku?” tanya Abu Qilabah. Aku berkata, “Engkau lebih mulia di sisi Alloh ataukah Nabi Ayyub ‘Alaihis Salaam yang lebih mulia?”, “Nabi Ayyub ‘Alaihis Salaam yang lebih mulia”, Jawab Abu Qilabah.

Aku bertanya lagi, “Bukankah kita tahu cobaan yang diberikan Alloh kepada Nabi Ayyub ‘Alaihis Salaam? Beliau diuji dalam hartanya, keluarganya, dan anak- anaknya”. “Benar demikian”, Jawab Abu Qilabah.

Aku berkata lagi, “Bagaimana sikap Nabi Ayyub menerima cobaan itu?” Abu Qilabah menjawab, “Dia bersabar, bersyukur, dan selalu memuji Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala”.

Akhirnya dengan berat hati aku berkata, “Sesungguhnya anak kesayanganmu yang engkau cari telah meninggal dimangsa binatang buas. Semoga Alloh memberi kesabaran dan pahala yang besar kepadamu”.

Abu Qilabah menjawab, “Segala Puji Bagi Alloh yang tidak menjadikan satu pun dari keturunanku yang memaksyiati- Nya”. Kemudian abu Qilabah mengucapkan, “Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Rooji’uun”, Sambil mengeluarkan air matanya.

Tidak lama berselang Abu Qilabah meninggal dunia. Tatkala pemakaman selesai, aku kembali ke rumah. Di waktu malam aku tertidur dan bermimpi melihat Abu Qilabah Rahimahulloh di Surga memakai perhiasan Surga, dia membaca ayat Alloh:

“SALAAMUN ‘ALAIKUM BIMAA SHOBARTUM, FANI’MA ‘UQBA-ADDAARI”

“Keselamatan atasmu karena kesabaranmu, Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar- Ra’du [13]: 24).

Aku bertanya, “Bukankah engkau adalah sahabatku?”, “Benar”

“Bagaimana engkau meraih itu semua?”, Abu Qilabah menjawab,

“Sesungguhnya Alloh mempunyai tingkatan yang tidak bisa diraih kecuali dengan kesabaran ketika tertimpa musibah, bersyukur ketika senang dengan selalu takut kepada Alloh secara tersembunyi maupun terang- terangan” (Kitab ats- Tsiqoot, 5/ 2-5 oleh Ibnu Hibban Rahimahulloh). Wallohu a’lam.

Sumber: ‘Bila Sakit Menyapa”. Hal. 45- 48. Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman al- Atsari. Pustaka al- Furqon. Gresik.

NB: Kisah Nabi Ayyub ‘Alaihis Salaam telah diabadikan di dalam Al- Qur’an, Surat al- Anbiyaa’ [21]: 83- 84, dan juga Surat Shaad [38]: 41- 44. Lihat kisah lengkapnya dalam al Bidayah Wan Nihayah I/ 506 oleh al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahulloh, Shahih al –Qashas an- Nabawi Hal. 58 oleh al- Huwaini, dan Shahih al- Qashas an- Nabawi hal. 157 oleh DR. Sulaiman al- Asyqor.



Note Tambahan:

(1) Meraih Derajat yang Tinggi: Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Ada Seorang hamba yang meraih kedudukan mulia di sisi Alloh bukan karena amalannya, Alloh memberi cobaan badannya atau hartanya atau anaknya, kemudian Alloh menjadikannya bersabar, hingga ia dapat meraih derajat mulia”.

(HR. Abu Dawud 3090, Ahmad 5/ 272, Ibnu Sa’ad 7/ 477. Dishahihkan oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh dalam ash- Shahiihah, No. 2599).

Sumber: ‘Bila Sakit Menyapa”. Hal. 34- 35. Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman al- Atsari. Pustaka al- Furqon. Gresik.

440- Hasan Lighairihi: Dari Abu Musa al- Asy’ari Radhialloohu 'Anhu bahwasanya Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Apabila ada anak seorang hamba meninggal dunia, maka Alloh ‘Azza Wa Jalla berkata kepada para Malaikat- Nya, “Apakah kalian mencabut nyawa anak hamba- Ku?” Para Malaikat menjawab, “Ya”, Alloh berkata, “Apakah kalian mencabut nyawa buah hatinya?” Para Malaikat menjawab, “Ya”, Alloh berkata, “Lalu apa yang dikatakan hamba- Ku?” Para Malaikat menjawab, “Ia memuji- Mu dan mengucapkan kalimat istirja’, Lalu Alloh berkata (kepada Para Malaikat), “Bangunkanlah bagi hamba- Ku itu sebuah rumah di dalam Surga, dan berilah nama dengan Baitul Hamdi”.

(HR. at- Tirmidzi dalam kitab al- Janaa-iz bab 36, Ahmad (IV/ 415), Ibnu Hibban dalm Shahiih-nya (No. 726- al- Mawaarid).

441- Shahiih: Dari Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu bahwasanya Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Alloh ta’ala berfirman, “Tidak ada balasan dari- Ku bagi hamba- Ku yang mukmin ketika Aku mengambil nyawa orang yang dicintainya di dunia, kemudian ia ikhlas menerimanya, melainkan (balasannya adalah) Surga”.

(HR. al- Bukhori dalam kitab ar- Razaa-iq, Bab. 6/ HR. al- Bukhori No. 6424).

Sumber: “Shahiih Hadits Qudsi& Syarahnya II”, hal. 80- 81. Syaikh Zakariya ‘Umairat. Pustaka Imam asy- Syafi’i. Jakarta/ “Adab Harian Muslim Teladan” Hal. 173- 174. ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as- Suhaibani. Pustaka Ibnu Katsir. Bogor.

161- Orang yang Kehilangan orang yang dikasihinya kemudian dia berharap pahala dari Alloh: Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman,

“Tidak ada balasan di sisi-Ku bagi hamba- Ku yang beriman apabila Aku mengambil orang yang dikasihinya dari penduduk dunia kemudian dia mengharap pahala karenanya, kecuali Surga”.

(HR. Ahmad dan al- Bukhori, al- Hafizh Ibnu Hajar Rahimahulloh dalam Fat-hul Baari (11/ 247) berkata, “Orang yang dikasihi berarti umum, bisa berarti anak, dan yang lainnya”).

216: Dari Ibnu ‘Umar Radhialloohu 'Anhuma, Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Manusia yang paling dicintai Alloh adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan amalan yang paling dicintai Alloh adalah kebahagiaan yang kamu berikan kepada seorang muslim, atau meringankan kesulitannya, atu melunasi hutangnya, atau mengusir kelaparannya. Aku berjalan bersama saudaraku yang muslim salam satu keperluan lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid selama satu bulan. Barangsiapa menahan amarahnya niscaya Alloh menutup auratnya. Barangsiapa menahan amarahnya –kalau dia mau, dia bisa melampiaskannya- nicaya Alloh memenuhi hatinya dengan keridhoan pada hari Kiamat. Barangsiapa berjalan bersama saudaranya yang muslim dalam rangka memenuhi suatu kebutuhannya sehingga dia mendapatkannya untuknya, niscaya Alloh meneguhkan kakinya pada hari di mana kaki- kaki terpeleset. Sesungguhnya keburukan akhlak merusak amal, sebagaimana cuka merusak madu”.

(Hasan, Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad- Dunya dalam Qadha al- Hawa’ij, ath- Thabrani dalam al- Mu’jam al- Kabir, di- Hasan- kan oleh Syaikh al- Albani Rahimahulloh dalam Shahih al- jami’ No. 174 dan as- Silsilah ash- Shahiihah, No. 903).

Sumber: “Sesungguhnya Dia Maha Pengampun: 286 Sebab Meraih ampunan Alloh Subhaanahu Wa Ta'ala”, Hal. 223& 261. Dr. Sayyid Husain al- Affani. Darul Haq. Jak

Tidak ada komentar: