Selasa, 15 Mei 2012

Kekuatan Hafalan Imam al- Bukhari Rahimahullaah (Wafat th 256H)

Kekuatan hafalan imam al- Bukhari Rahimahullah sudah terakui oleh para ulama di masanya, bahkan banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suatu kitab hanya dengan membacanya sekali saja.

Hasyid bin Ismail pernah menceritakan,

“Dahulu Abu ‘Abdillah (Imam al- Bukhari) bersama kami mendatangi para guru di Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya,

“Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya?

Enam belas hari kemudian, imam al- Bukhari Rahimahullah akhirnya menjawab, “Kalian telah sering bertanya dan mendesakku. Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis”.

Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan- catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, “Apa kalian menyangka aku bersama kalian hanya main- main saja dan menyia- nyiakan hari- hariku?!” Maka kami pun sadar, tidak ada seorangpun yang melebihinya”. (as- Siyaar: XII/ 407).




Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan kedatangan Abu ‘Abdillah (Imam al- Bukhari) ke kota mereka,.dengan sengaja mereka mempersiapkan seratus hadits, dan kemudian menukar dan merubah matan dan sanadnya. Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan dilontarkan kepada Abu ‘Abdillah sebagai bahan ujian kekuatan hafalannya.


Orang- orang pun berkumpul di dalam majelis, orang pertama menanyakan kepada Imam al- Bukhari Rahimahullah sepuluh hadits yang ia miliki satu per satu. Setiap kali ditanya, imam al- Bukhari menjawab sampai hadits yang kesepuluh, “Saya tidak mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan)”. Para ulama yang hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, “Orang ini (benar- benar) paham”. Sementara orang yang tidak tahu tujuan majelis itu diadakan menilai imam al- Bukhari Rahimahullah sebagai orang yang lemah hafalannya.

Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama, dan setiap kali mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, “Aku tidak mengenalnya”. Selanjutnya tampil orang ketiga sampai terakhir. Dan komentar beliau pun tidak lebih dari ucapan, “Aku tidak mengenalnya”.

Setelah semua selesai menyampaikan hadits- haditsnya, imam al- Bukhari Rahimahullah menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan, “Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang ketiga mestinya demikian, .. “ sampai membenarkan hadits yang kesepuluh.

Setiap hadits beliau satukan dengan matan- matannya yang benar. Beliau melakukan hal yang sama kepada para ‘penguji’ lainnya sampai pada orang yang terakhir. Akhirnya orang- orang pun betul- betul mengakui akan kehebatan hafalan beliau Rahimahullah. (lihat al- Bidayah Wan Nihaayah: 11/12, as- Siyaar 12/ 409 hal. 62-63)).

Di Samarkand beliau juga menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan hadits- hadits yang sanad- sanad dan nama rijaal (para perawi) yang telah dicampuradukkan, menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan hadits bukan pada sanadnya. Kemudian mereka membacakan hadits- hadits dan sanad- sanadnya yang sudah campur aduk ini ke hadapan Imam al- Bukhari Rahimahullah. Dengan sigap beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. Para ulama yang menyaksikan hal itu tidak mampu menjumpai satu kesalahan pun dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para perawi. (Lihat as- Siyaar 12/ 411, al- Bidayah 11/ 12)).


Abu Bakar bin al- Munir berkata, “Aku telah mendengar imam al- Bukhari berkata, “Sewaktu aku sedang bersama Abu Hafsh Ahmad bin Hafsh, aku telah mendengar kitab Al- Jaami' karya imam Sufyan ats- Tsauri. Lalu Abu Hafsh membacakannya, sementara yang dibaca itu tidak ada padaku. Ketika aku mengulangi bacaan Abu Hafsh, dia berkata, “Kedua, Ketiga?” dan aku mengulangi bacaan hadits yang telah aku hafal tersebut sampai dia terdiam. Kemudian Abu Hafsh bertanya, “Siapakah orang ini?” mereka yang hadir menjawab, “Ibnu Ismail (imam al- Bukhari)”. Lalu Abu Hafsh berkata,

“Hadits yang benar adalah hadits yang telah dibaca Ibnu Ismail dan kalian hafalkanlah hadits yang tadi ia baca. Sesungguhnya orang ini (Muhammad bin Ismail) kelak akan menjadi ulama Besar”.

(Taghliq at- Ta’liq, 5/ 387 dan al- Qishshah al- Musannadah Fii Tarikh Baghdad, 2/ 11)).



Beberapa kejadian tersebut sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat imam al- Bukhari Rahimahullah, sebab tanpa persiapan sedikitpun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi, ternyata beliau mampu melewati ‘ujian’ tersebut.

Abu Ja’far pernah menanyakan kepada Abu ‘Abdillah, “Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?” beliau menjawab, “Tidak ada yang kabur pada (hafalan)ku seluruhnya” (As- Siyaar: 12/ 403)).

Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi untuk menguatkan hafalannya, beliau berkata, “Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan)”. (As- Siyaar: 12/ 406)).

Sumber:

Imam al- Bukhari, Satu Tanda Kekuasaan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala’. Ust. Abu Minhal Lc Hafizhahullah. Rubrik Mabhats Majalah Assunnah Edisi 01/ thn XVI/ Jumadil Akhir 1433H/ Mei 2012M. Hal 1-43. (Resume).

[34]- Muhammad bin Isma’il- Syaikh al- Muhadditsiin. 60 Biografi Ulama Salaf. Hal. 467- 510. Syaikh Ahmad Farid. Pustaka al- Kautsar. Jakarta

Tidak ada komentar: