Minggu, 15 Februari 2009

TANGISAN SEBATANG KAYU [2-End]

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkhutbah di samping sebatang kayu. Pada saat itu beliau Shallallahu ‘alahi wasallam dibuatkan sebuah mimbar. Beliau pergi ke mimbar itu, lantas kayu itu menjerit, (maka) Nabi pun mendatanginya dan mendekapnya. Kayu itu pun diam. Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Seandainya aku tidak mendekapnya, ia akan tetap menjerit hingga hari kiamat’. “ (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah, no. 1162).

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata : “Sesungguhnya tangisan sebatang kayu dan terbelahnya bulan dinukil dari keduanya dengan banyak nukilan, yang memberikan faedah secara pasti bagi para imam ahli hadits yang meneliti jalan-jalan tersebut”. (Fathul Baari, 6/685).

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : “Sesungguhnya perkataanya (Imam Syafi’i Rahimahullah) bahwa ini lebih besar darinya, karena sebatang kayu bukanlah termasuk makhluk hidup (seperti manusia). Dan bersamaan itu pula terdapat padanya perasaan dan cinta tatkala beliau berpindah darinya kepada mimbar, lalu menangis seperti suara tangisan unta hamil, sehingga Rasulullah turun dari mimbar, lalu memeluknya”. (Lihat Bidayah Wa Nihayah, 6/276).



Dahulu, Tatkala al-Hasan menceritakan hadits ini, ia menangis dan berkata : “Wahai ma’asyiral muslimin, sebatang kayu menangis karena rindu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kalian lebih pantas untuk merindukan perjumpaan dengannya”.
_________________________________________________________________________________
Sumber :
Assyifa Bi Ta’rifi Huququl Musthafa, Karya Qadhi Iyadh, dan kitab-kitab lainnya.

Tidak ada komentar: