Senin, 30 Agustus 2010

Lailatul Qodar [2]

BEBERAPA KESALAHAN KAUM MUSLIMIN SEPUTAR LAILATUL QODAR

Kesalahan- kesalahan dan kekeliruan- kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam hal puasa dan sholat tarawih sangat banyak, baik dalam hal keyakinan, hukum, maupun prakteknya. Di antara mereka ada yang mengira –bahkan meyakini- beberapa perkara yang bukan dari Islam, dianggap sebagai rukun Islam. Mereka mengganti sesuatu yang rendah (dalam pandangan mereka) dengan sesuatu yang lebih baik (menurut pandangan mereka), seperti sifat orang- orang yahudi [Ketika mereka meminta bawang merah, bawang putih, dan lain- lain yang menurut prasangka mereka lebih baik sebagai pengganti dari Manna dan Salwaa yang menurut pandangan mereka rendah]. Padahal Nabi melarang kaum muslimin untuk menyerupai mereka. Bahkan beliau menekankan agar kaum muslimin senantiasa menyelisihi mereka (dalam segala hal).

Sebagian kesalahan itu terjadi seputar Lailatul Qodar. Ada dua macam kesalahan:
Pertama, kesalahan dalam pola pikir dan keyakinan. Di antaranya:
1.Sebagian orang berkeyakinan bahwa Lailatul Qodar itu memiliki tanda- tanda yang terjadi pada sebagian orang.

Lalu orang- orang ini menyusun khurafat dan fantasi, seakan- akan mereka melihat cahaya dari langit, atau dibukakan bagi mereka satu celah dari langit, dan seterusnya.

Semoga Alloh merahmati Ibnu Hajar, karena beliau menyebutkan dalam Fat-hul Baari (IV/ 266), bahwa hikmah disembunyikannya Lailatul Qodar adalah agar bersungguh-sungguhan dalam meraihnya. Lain halnya jika malam Qodar tersebut telah ditentukan, maka mereka hanya akan bersungguh- sungguh pada malam itu saja.

Kemudian Ia (Ibnu Hajar Rahimahulloh) mencuplik dari ath-Thabari, bahwa beliau memilih pendapat yang menyatakan bahwa tanda- tanda itu bukan syarat mutlak. Seseorang yang meraih keutamaan Lailatul Qodar itu tidak harus melihat tanda atau mendengar sesuatu.



Ath-Thabari berkata: “Dengan dirahasiakannya Lailatul Qodar maka terbuktilah kebohongan orang yang menetapkan bahwa pada malam tertentu akan terlihat apa yang tidak terlihat di malam- malam yang lainnya di tahun itu. Jika benar bahwa Lailatul Qodar itu memiliki tanda- tanda yang terjadi pada sebagian orang, tentu Lailatul Qodar itu akan nampak bagi setiap orang yang menghidupkan malam- malam selama setahun, terutama pada malam Ramadhan”.

2. Sebagian orang mengatakan bahwa Lailatul Qodar itu sudah tidak ada lagi.
Al-Mutawalli, seorang ulama madzhab Syafi’i menghikayatkan dalam kitab at-Tamimah bahwapernyataan itu berasal dari kaum Rafidhah (Syi’ah), sedangkan al-Fakihani dalam Syarhul ‘Umdah menceritakan bahwa faham itu berasal dari madzhab Hanafi.

Pemahaman ini merupakan satu pemahaman yang rusak dan kekeliruan yang busuk, yang berasal dari kesalahpahaman terhadap sabda Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika ada dua orang yang saling mengutuk di malam Lailatul Qodar, di mana beliau bersabda:

“Sesungguhnya Lailatul Qodar itu sudah terangkat”.

Pengambilan kesimpulan dari dalil di atas tertolak dari dua sisi:
Pertama, para ulama mengatakan bahwa maksud ‘terangkat’ di sini adalah dari hati. Beliau lupa karena perhatiannya dialihkan oleh dua orang yang bertengkar. Pendapat lain mengatakan bahwa maksudnya adalah barokahnya pada tahun itu terangkat, bukan Lailatul Qodar itu sendiri yang diangkat.

Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan Imam ‘Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya (IV/ 252), dari ‘Abdulloh bin Yuhnus, dia berkata, “Aku berkata kepada Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu, “Mereka mengira bahwa Lailatul Qodar itu sudah tidak ada lagi”, Maka Abu Hurairoh Radhialloohu 'Anhu berkata, “Orang yang mengatakan hal itu telah berbohong”.

Kedua, Kumuman hadits yang berisi motivasi untuk menghidupkan Lailatul Qodar dan penjelasan mengenai keutamaannya. Misalnya hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhori dan lainnya, Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa berdiri (ibadah) di malam Lailatul Qodar dengan iman dan mengharapkan pahala-Nya, maka diampuni dosa- dosanya yang telah lalu. [Muttafaqun ‘Alaih].

Imam an-Nawawi Rahimahulloh berkata, “Ketahuilah, bahwa Lailatul Qodar itu ada. Lailatul Qodar itu terlihat dan dapat dibuktikan oleh siapapun yang dikehendaki dari keturunn Adam. Hal ini terjadi setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana telah dijelaskan oleh hadits- hadits tentang hal ini. Apa yang dilihat oleh orang- orang shalih tersebut mengenai Lailatul Qodar sangat banyak”.

Saya (Syaikh Masyhur) katakan: “Memang, kemungkinan diketahuinya Lailatul Qodar itu ada. Banyak tanda- tanda yang telah diberitahukan oleh Nabi, bahwa Lailatul Qodar adalah satu malam di antara malam- malam Ramadhan, dan mungkin inilah yang dimaksud oleh ‘Aisyah pada hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang dishahihkan oleh beliau.

‘Aisyah Radhialloohu 'Anha berkata: “Aku katakan, ‘Wahai Rasululloh, jika aku mengetahui malam Lailatul Qodar, maka apa yang harus saya ucapkan pada malam itu?’

Dalam hadits ini [sebagaimana dikatakan oleh imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar (III/ 303) terdapat dalil bahwa Lailatul Qodar mungkin diketahui dan dapat dibuktikan keberadaannya”.

Az- Zurqani dalam Syarhul Muwaththa’ (II/ 491) berkata: “Barangsiapa yang menyangka bahwa makna ‘Sudah Terangkat’- yang terdapat dalam hadits di atas, yakni sudah tidak ada lagi, maka dia salah. Karena jika demikian, maka kaum muslimin tidak akan diperintahkan untuk mencarinya”.

Pengertian ini diperkuat oleh pernyataan dalam kelanjutan hadits tersebut, yakni, “...dan barangkali itu akan menjadi lebih baik bagi kalian”. Karena dirahasiakannya waktu Lailatul Qodar itu membawa orang untuk terus menerus melaksanakan Qiyamul Lail sebulan penuh. Berbeda jika pengetahuan tentang waktunya dapat diketahui secara pasti”. Maka Lailatul Qodar tetap ada sampai hari Kiamat, sekalipun mengenai kapan tepatnya, maka hal ini tetap dirahasiakan. Artinya, keberadaannya tidak dapat menghilangkan kesamaran dan ketidakjelasan tentang kapan waktunya.

Meskipun ada pendapat yang kuat bahwa Lailatul Qodar ada pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan adapula dalil- dalil yang kuat bahwa malam tersebut adalah malam kedua puluh tujuh, akan tetapi memastikannya sampai pada derajat yakin adalah sulit. Wallohu A’lam.

Sumber: ‘Panduan Praktis Puasa, I’tikaf, Lailatul Qodar, Zakat Fitrah, ‘Idul Fithri, ‘Idul Adh-ha & Kurban berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih: Kompilasi 4 Ulama: Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza-iri, Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani’. Hal. 45-51 Pustaka Ibnu Umar, Bogor.

Tidak ada komentar: