Senin, 28 Februari 2011

Batasan Berbohong Kepada Istri

Seorang suami boleh berbohong kepada istrinya dalam rangka menyenangkan perasaan istrinya dan dalam rangka memperdalam rasa kasih sayang antara keduanya. Hal itu berdasarkan hadits Ummu Kultsum binti ‘Uqbah Radhialloohu 'Anha, ia berkata, “Saya belum pernah mendengar Rasululloh Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam membolehkan dusta sedikitpun kecuali dalam tiga keadaan, beliau mengatakan,


“Aku tidak menganggap sebuah dusta, (1) Seorang yang mendamaikan antara manusia, ia mengatakan sesuatu yang tujuannyatidak lain adalah memperbaiki hubungan manusia. Begitu pula (2) seorang yang mengatakan sesuatu dalam peperangan. Dan juga (3) Seseorang suami yang mengatakan sesuatu untuk istrinya serta seorang istri yang mengatakan sesuatu untuk suaminya”.

Shahih, Diriwayatkan oleh al- Bukhori dan Muslim, serta Abu Dawud (XIII/ 263), an- Nasa-i dan Ahmad (VI/ 404), Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar (III/ 131- 132& 133), al- Khatib dalam al- Kifayah (180- 181), dan selain mereka. Ada penyerta baginya dari Hadits Asma’ binti Yazid Radhialloohu 'Anha.

Dikeluarkan oleh at- Tirmidzi (VI/ 68), Ahmad (VI/ 454, 459, 461), Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar (III/ 128). At- Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan, kami tidak mengetahui hadits Asma’ ini kecuali dari jalur Ibnu Khutseim”. Saya (Abu Ishaq al- Huweini al- Atsary_ penulis.red) katakan, “Ibnu Khutseim ini namanya adalah Abdulloh bin Utsman, seorang perawi Tsiqah insya ALLOH. Ucapan an- Nasa-i mengesankan ia bukan seorang hafizh sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam Badzlul Ihsan.

Namun sanad dalam hadits tersebut terdapat Syahr bin Hausyab, ia banyak dikomentari negatif oleh para Imam. Barangkali at- Tirmidzi menghasankannya karena banyaknya penyerta yang menguatkannya. Wallohu a’lam.

Berkenaan dengan hadits di atas, Imam an- Nawawi Rahimahulloh berkata,

“Adapun masalah berbohongnya suami kepada istrinya, dan berbohongnya istri kepada suaminya maksudnya adalah dalam kaitannya mengungkapkan rasa cinta, janji- janji yang tidak mengikat, dan sejenisnya. Adapun bohong yang berbau tipu muslihat untuk menghalangi hak salah satu dari keduanya, atau dalam rangka merampas yang bukan haknya, maka hal itu HARAM hukumnya menurut kesepakatan kaum muslimin”. (Lihat Syarah Muslim, karya Imam an- Nawawi).
Wallohu a’lam.

Sumber: ‘Bekal- bekal menuju pelaminan mengikuti Sunnah”. Hal. 126- 128. Abu Ishaq al- Huwaini al- Atsari. Pustaka at- Tibyan. Solo.

Tidak ada komentar: